Akhir-akhir ini hujan sering sekali turun. Wajar saja karena musim dingin akan segera tiba. Musim yang sangat Lisa benci karena harus tersiksa dengan udara dingin.
Gemuruh petir menyambut mobil hitam yang berhenti di depan rumah sewa Lisa dan keluarganya. Seperti ucapan Jisoo pagi tadi, gadis itu benar-benar menunggu Lisa hingga selesai bekerja dan mengantarkannya pulang.
"Kau... Tidak ingin mampir?" tanya Lisa ketika tak melihat tanda-tanda bahwa Jisoo akan turun dari mobil.
"Lain kali saja. Sampaikan salamku pada Ahjumma dan Chaeyoung."
Lisa mengangguk pelan. Tangannya mulai membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Lalu melambai saat mobil yang di kendarai Jisoo sudah menjauh.
Dia merasa bersyukur karena sampai di rumah sebelum hujan turun. Setidaknya, rasa dingin yang menyiksa tak akan menyentuhnya malam ini.
"Jelaskan padaku. Mengapa kertas ini ada di lemarimu, Lisa?"
Baru saja kedua kaki Lisa menapaki lantai rumah sewa itu, Chaeyoung sudah menyambutnya dengan suara tajam dan tatapan penuh amarah. Dibelakangnya juga ada Hanna yang berusaha menenangkan Chaeyoung.
Lisa yang bingung, hendak bertanya. Tapi melihat kertas yang diperlihatkan Chaeyoung, Lisa mulai mengerti penyebab kakak kembarnya itu marah.
"Unnie---"
"Kenapa kau bisa berpikir sejauh ini, Lisa-ya!" Chaeyoung berteriak, matanya memerah dengan amarah yang sudah memuncak pada sang adik.
Lisa gelagapan. Dia tak pernah menghadapi Chaeyoung yang seperti ini. Kakaknya itu adalah orang tersabar di dunia. Ketika marah pun, Chaeyoung tak akan pernah membentaknya seperti sekarang.
"Chaeyoung, tenangkan dirimu." Hanna berusaha mengusap bahu Chaeyoung, tapi sang anak justru menepis.
"Aku tidak bisa tenang menghadapi kegilaan anak bungsumu ini, Eomma." Chaeyoung menggeram. Hanna seakan tak marah dengan apa yang baru saja Chaeyoung temukan. Apakah ibunya juga mendukung sang adik?
Sedangkan Lisa tidak bisa berkata apa pun lagi. Bibirnya kelu. Dikepalanya tak ada sama sekali alasan yang bisa terlontar. Padahal kenyataannya, Lisa memang tak ingin menjual organnya. Dia tahu akan kemarahan Chaeyoung. Tapi kakaknya itu salah mengerti.
Lisa sebelumnya hanya berniat. Tapi jika dipikir lagi, hal yang temannya itu sarankan tidaklah baik. Sesuatu yang ilegal tentu akan menimbulkan masalah.
"Pergi. Aku tidak ingin melihat wajahmu dulu." Chaeyoung beralih membelakangi sang adik yang terdengar menghela napas.
Hanna hanya bisa pasrah melihat Lisa yang berjalan keluar dari rumah dengan lesu. Pertengkaran seperti ini tak pernah terjadi. Jika kedua anak kembarnya itu berselisih, Chaeyoung biasanya akan mengalah. Tapi kini, gadis itu justru mengusir Lisa dari hadapannya tanpa ingin mendengar penjelasan sang adik.
..........
Awalnya fokus gadis itu hanya tertuju pada catatan tugasnya. Namun ketika mendengar gemercik hujan yang cukup deras, pemikiran Jennie mulai terbagi.
Dia menoleh, memandang rintikan hujan yang terlihat dari jendela kamarnya. Mendadak dia menjadi terpikirkan oleh Lisa. Padahal dia sedang tak ingin memimirkan anak itu.
"Dia pasti sudah berada di rumah." Jennie bergumam sendiri. Lalu berusaha kembali fokus dengan tumpukan tugasnya.
Tidak bisa berpikir dengan jernih, Jennie mendengus kesal dan melempar pena hitamnya secara asal. Pikirannya benar-benar penuh akan Lisa sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece ✔
FanfictionPuzzle tidak akan pernah utuh jika salah satu hilang. Seperti mereka, yang tak akan bisa menjadi utuh jika terpisah. Mereka adalah Puzzle, yang seharusnya menyatu sejak awal.