Bagian 35

38 7 5
                                    

Selesai latihan ringan pagi ini David menuju balkon hotel, duduk di sebelah Hanif yang sejak tadi hanya diam dan bicara seadanya, ah tidak, bukan sejak tadi tapi itu sudah sejak malam di restoran.

David tidak tahu apa yang mengganggu Hanif hingga membuat laki-laki jangkung itu terdiam seperti ini. Mungkinkah karena perkataan Ryan? Ah, David tak lagi ingin menerka-nerka.

"Kamu suka ya sama Suci?"

Tentu saja Hanif langsung menoleh dengan melototkan kedua matanya. Siapa yang tidak kaget mendengar pertanyaan yang menjurus seperti itu? Hanif bahkan berkedip beberapa kali untuk meyakinkan diri sahabatnya itu yang bertanya di luar dugaan.

"Latihanmu kurang? Sana joging lagi." Hanif menjawab dingin.

"Dih, nanya apa jawabnya apa, nggak jelas si munip." Ledek David.

"Kamu suka atau nggak suka sama Suci?" Lagi-lagi David bertanya.

"Jawab atau aku bakal narik kesimpulan diam kamu adalah jawaban iya kamu suka sama Suci."

"Ngarang banget, dih!" Cibir Hanif.

"Ya udah makanya jawab!" Kali ini David geregetan.

Hanif hanya terkekeh melihat sahabatnya itu terlihat kesal.

"Emang kamu nggak suka sama Suci? Dia kan sahabat kita?" David memutar bola matanya malas.

"Bukan itu munip! Kamu tuh ya, maksudnya suka yang lebih dari sahabat."

"Ya enggak lah! Gini nih ya sekarang aku mau tanya. Apa yang bikin kamu yakin kalo aku suka sama Suci?"

"Kamu lebih perhatian sama dia, kamu selalu ada buat dia waktu dia sedih, kamu tiba-tiba diem waktu Suci ajak Ryan nonton pertandingan kita, mungkin kamu cemburu." Tentu saja David sangat lancar menjawabnya karena memang itulah yang dia lihat dari perlakuan Hanif terhadap Suci.

Hanif hanya tersenyum. Dalam benaknya dia bersiap mengukir kata yang akan menjelaskan diamnya beberapa waktu lalu.

"Sekalian cerita deh, jadi dulu mamah sempet punya anak cewek, dia adik aku, sayangnya dia cuma bertahan beberapa Minggu. Waktu pertama kali kenal Suci mamah bilang Suci itu mirip sama adik aku, padahal aku sendiri nggak tau miripnya dimana. Jadi, beberapa hari ini aku jadi diem karena tiap kali ngeliat Suci yang aku inget selalu adik aku, besok dia ulang tahun makanya emosiku jadi nggak terkontrol gini."

David tercengang mendengar cerita Hanif, selama menjadi sahabatnya, David tidak pernah tahu ada cerita lain di kehidupan Hanif. Dia pikir apa yang jadi cerita Hanif adalah keseluruhan, karena Hanif tidak pernah melewatkan satu kisah sekalipun itu menyedihkan, tapi kali ini berbeda. Beruntung David bisa memahami apa yang dirasakan gelandang tengah Timnas ini.

"Ya ampun Hanif jadi selama ini kamu punya adik perempuan tapi nggak cerita ke kita?!" Suara itu menyahut dari belakang mereka.

"Kalo kamu cerlita kan kita bisa doain dia barleng-barleng Hanif, bisa-bisanya." Suara yang lain ikut menyahut.

Ya, kali ini Rezaldi dan Febri sudah bersama Hanif dan David. Awalnya Rezaldi dan Febri tak ingin ikut campur tentang urusan mereka tapi saat mereka mendengar Hanif berkata dia punya adik perempuan akhirnya mereka memutuskan untuk mendengarkan dan menyahut seperti yang dilakukan tadi.

"Duh Hanif, kalo kamu cerita dari dulu kita juga nggak bakal salah paham kaya gini." David menggeplak kepala Hanif yang hanya meringis. Jadi, disitulah kesalahpahaman dimulai dan disini semuanya sudah dijelaskan.

Selepasnya dari balapan tadi Alina langsung pergi ke Bandung bersama sang mama, ingin membicarakan tentang Alina yang mau membatalkan pertunangannya dengan Abid. Alina sedikit khawatir saat di mobil, sedangkan sang mama hanya duduk santai seolah tak terjadi apa-apa. Ada apa sebenarnya dengan sang mama?

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang