Pagi hari, mereka berencana menonton Abid balapan.
Lokasi penuh sesak orang berlalu lalang dan pembalap yang memeriksa motornya serta official tim yang mondar mandir menyiapkan perlengkapan.
"Haus nih, beli minum dong," keluh Suci kehausan dan bosan hanya menonton orang berlalu lalang dan menunggu balapan dimulai, "Aku beliin deh, kalian tunggu disini ya?" sahut Febri disusul anggukan sahabatnya dan pergi meninggalkan mereka.
Sampai di salah satu kedai, Febri langsung memesan minuman, "Teh, cokelat hangat satu," suara seorang perempuan yang tak asing lagi bagi Febri dan dia langsung menoleh ke arah suara.
Benarkah?
Alina di sampingnya, sahabat yang selama ini dirindukannya. Sahabat yang selalu curhat padanya, "Alina?" lirih Febri dengan mengamati setiap lekukan wajah perempuan di sampingnya, "Iya," jawab Alina dan dia pun tak kalah kagetnya.
Sahabatnya yang dulu menjadi teman curhatnya. Sahabatnya makan satu porsi martabak manis bersama Rezaldi, "Cadel?" imbuh Lina dengan tatapan bahagia.
Febri langsung memanggil temannya dan, "Alinaaa!" teriak semuanya girang.
"Eh.. Feb, Febri... Bangun... Kamu ngomong apa sih?" tegur Rezaldi yang bangun karena terganggu mendengar teriakan Febri.
"Alina Le Alina... Aku tadi ketemu Alina!" ujar Febri, "Kamu ngomong apa sih? Nyari Lina aja belum masa udah ketemu aja, kamu mimpi kali bo. Kamu terlalu mikirin dia, udah deh tidur lagi sana!" kata Rezaldi mencoba menyadarkan sahabatnya tentang mimpinya itu.
Febri hanya terdiam, dia tidak habis pikir kenapa sampai memimpikan hal seperti itu. Apakah dia sangat merindukan Alina hingga memimpikannya? Entahlah, intinya Febri sedang gelisah memikirkan Alina.
Setiap sepertiga malam, mereka selalu mencurahkan hati pada Allah agar segera dipertemukan dengan potongan hati mereka yang hilang.
Mereka merindukan Alina, sosok ceria yang cerewet dan selalu memberi warna berbeda pada mereka semua, "Gaes, Bismillah, semoga rencana kita berhasil hari ini," kata Hanif menatap mata keempat sahabatnya dengan penuh keyakinan disusul anggukan dengan penuh keyakinan pula oleh sahabatnya.
Mereka berkumpul di ruang tamu dan melihat Abid sedang bersiap pergi, sepagi ini?
"Mau kemana Bid, pagi-pagi udah perlgi aja?" tanya Febri, "Mau latihan, hari ini latihannya pagi," jawab Abid yang sibuk menyiapkan keperluanya.
"Di sirkuit?" tanya Rezaldi, "Ya iyalah di sirkuit masa di lapangan bola," sahut Suci, "Kirain di gelanggang silat," celetuk David membuat seisi rumah tertawa termasuk asisten rumah tangga yang sedang menyiapkan teh hangat untuk punggawa itu.
"Kita boleh ikut gak?" tanya Hanif memecah tawa, "Boleh," jawab Abid yang duduk untuk minum teh hangat bersama punggawa itu.
Semuanya kaget, menatap Hanif dengan tatapan bingung. Mereka mengira Hanif lupa dengan rencana mereka hari ini, tapi Hanif tau apa yang dia rencanakan.
Hanif hanya melempar senyuman pada keempat sahabatnya yang semakin bingung dengan timpalan senyum manis itu.
"Tuh anak ngerencanain apa sih?katanya mau nyari Lina diliatin malah senyam senyum gitu?" bisik Rezaldi, "Gak tau, dia mah gitu penuh kejutan kayak ada yang mau ulang tahun aja," sahut David tak kalah berbisiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuisi
FanfictionTidak ada yang tau bagaimana ingatan seseorang dapat sembuh dengan begitu mudah. Namun, mudah saja seorang Alina Putri mengetahui perasaannya terhadap salah satu punggawa bangsa Indonesia. Perjuangan Alina untuk mengingat masa lalunya juga menimbul...