Bagian 18

431 40 3
                                    

Gemuru suara ribuan manusia mengisi gendang telinga Suci. Dia berdiri di tempat suara bersahutan menyambut kedatangan sang pahlawan.

Perempuan berkerudung itu mulai mengaktifkan kameranya mengatur fokus mengarahkannya pada sosok pembalap cantik bernomor 188, Alina Putri.

Gemuru suara semakin terasa saat traffic light yang dinyalakan berwarna merah dan tak lama berganti warna hijau. Saat lampu berwarna hijau, gemuruh semakin terdengar di tribun penonton dan di sirkuit.

Balapan dimulai.

Farah dan Suci duduk diantara pendukung Alina. Sorakan menyebut nama Alina sangat memekakan telinga keduanya, sangat nyaring.

"Kalo di tribun nonton balapan gini juga ternyata ya!!" seru Suci ikut bersorak menyebut nama Alina, "Aku baru pertama kali nonton balapan dan sensasinya sama kayak nonton bola," jawab Farah dengan telinga yang ditutupnya.

Alina meliuk-liuk di jalur balapnya dengan sempurna. Melewati jalur berkali-kali, menyalip dari satu pembalap kemudian menyalip lagi hingga dia berada di posisi terdepan dan terus melaju dengan motornya.

Sorakan terdengar saat Alina akan menuju titik finish di putaran terakhir. Semakin kencang suara itu terdengar saat Alina berhasil merebut posisi pertama dan menjadi juara.

Alina berputar-putar di area balap dengan asap yang mengepul tebal. Penonton bersorak bangga dan gembira.

Kamera Suci kembali beraksi, memotret momen indah dalam sejarah hidupnya, melihat sahabatnya menjadi juara pertama.

Suci dan Farah turun menghampiri Alina yang berdiri dengan bangga di aspal balapan itu. Alina langsung memeluk Suci dengan penuh kebahagiaan.

Sempat bingung untuk membalas pelukannya akhirnya Suci membalasnya dengan pelukan yang sangat erat. Baju pelindung yang digunakan Alina tak bisa membatasi kehangatan antara dua sahabat itu.

Pelukan itu seperti pelukan rindu yang sangat berharga.

Alina berdiri di podium dengan sangat bangga, senyumnya lebar memerlihatkan gigi ratanya. Dia berdiri sambil mengangkat trofi kemenangan di hadapan pendukung dan penontonnya.

Suci tersenyum sangat lebar di antara kerumunan orang yang bersorak pada Alina, dia masih belum percaya Alina berdiri di podium pertama mengangkat trofi kejuaraan dan memeluknya erat tadi.

Perayaan selesai, saatnya Alina pulang dan meninggalkan sirkuit, "Alina, selamat ya," ucap Suci sambil menjulurkan tanganya pada Alina yang tengah memasukkan baju pelindungnya ke dalam tas, "Makasih Suci," jawab Alina langsung memeluk Suci dengan bahagia.

Suci sempat terkejut melihat perlakuan Alina, tapi dia perlahan membalas pelukan Alina, "Aku seneng banget hari ini. Kemenangan ini buat kamu," ujar Alina sembari mengalungkan medali emas di leher Suci, membuatnya terkejut.

"Hah?" Suci masih tak percaya dengan yang dikatakan Alina. Alina membalasnya dengan anggukan dan melemparkan senyum manis pada Suci.

Sempat hening beberapa detik, "Lina.. Selamat ya. Maneh teh emang keren pisan," ucap Farah sambil bersalaman dengan Alina, "Nuhun Farah," jawab Alina.

Mereka bersiap pulang dan akan melanjutkan perjalanan menuju Stadion Kanjuruhan tempat sahabatnya bertanding.

Perempuan berambut kuncir kuda yang keluar dari kamar itu dibuat pangling dengan penampilan wanita yang berdiri di hadapannya, "Kamu cantik," ucap Alina saat melihat Suci menggunakan kaos putih panjang dengan celana senada dibalut oufit berwarna biru tua yang selaras dengan kerudungnya, mirip dengan warna khas Singo Edan.

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang