Bagian 10

366 37 0
                                    

Hingga malam tiba, seperti biasanya, untuk menenangkan diri, Suci menghabiskan malam dengan memetik gitar yang dipinjamnya dari David dan menyanyikan lagu diselingi angin yang berhembus menabrak tubuh Suci.

Takkan pernah terlintas tuk tinggalkan kamu jauh dariku kasihku Karna aku milikmu kamu milikku separuh nyawaku hidup bersamamu

Berdua kita lewati meski hujan badai takkan berhenti
Sehidup semati mentaripun tau ku cinta padamu..

Suci langsung menoleh ke belakang melihat siapa yang melanjutkan nyanyiannya itu.

"Sini aku yang main gitar," sahut Hanif sambil duduk di sebelah Suci dan mengambil gitar itu.

Suci bingung dengan yang dilakukan Hanif, seperti ada yang aneh dengan anak itu. Suci terus menatap Hanif. "Kenapa? Ayo dilanjutin," suara Hanif membuyarkan lamunan Suci.

Percaya aku takkan kemana-mana.
Aku kan selalu ada temani hingga hari tua
Percaya aku takkan kemana-mana Setia akan ku jaga kita teman bahagia

Takkan pernah ku lupa
Kamu yang kucinta dari ujung kaki hingga ujung kepala
Aku ingin kamu kamu yang ku mau Belahan jiwaku kamu masa depanku
Berdua kita lewati meski hujan badai takkan berhenti
Sehidup semati mentaripun tau kucinta padamu

Percaya aku takkan kemana-mana aku kan selalu ada temani hingga hari tua
Percaya aku takkan kemana-mana setia akan ku jaga kita teman bahagia

Setia akan ku jaga kita teman bahagia...

Sahut David dari belakang membawa martabak asin, "Tau banget kalian pasti disini, berdua aja. Yang ketiga setan loh,"

"Kamu berarti setannya... udah hafal sama lagunya ternyata," sahut Suci sambil mengambil martabak dari tangan David.

Hanif terus menatap David. Dia bingung dengan perkataan David, "Woy... Gitu banget sih ngeliatin David?" teriak Suci di depan muka Hanif yang membuatnya kaget, "Apaan sih! Bule Bow udah kan?" tanya Hanif, "Udah," jawab David.

Mereka memakan martabak itu bertiga, ada tawa di sana, saling menyuapi satu sama lain dan mengganggu satu sama lain. Mereka tak mau membahas masalah siang tadi, mereka membiarkan kejadian itu berlalu begitu saja.

Belum selesai martabak mereka habis, ponsel Suci berdering bertuliskan Bagas Adi N.

Panggilan video membuat Suci benar-benar salah tingkah, "Gimana nih?" tanya Suci panik, "Angkat aja kali," jawab David sambil mengangkat telpon itu dan Suci kaget.

"Assalamualaikum Suci," suara Bagas terdengar riang di seberang sana, "Waalaikumsalam Bagas," jawab Suci.

"Lagi sendiri?"
"Woy... Ada kita nih", sahut David dan Hanif membuat kaget Bagas.

"Ngapain video call Suci?", tanya David seperti bodyguard yang padahal hanya mengetes Bagas, "Ya pengen aja, Bule sama Bow kemana?"
"Di dalam, kamu sama siapa?" tanya Suci, "Lagi sama temen," jawab Bagas dengan senyum.

"Nif, diam aja kamu?" tanya David, "Oh gak papa, udah ngobrol aja kalian, nanti kalo aku mau gabung juga bakal gabung kok," jawab Hanif sambil terus memetik gitar.

Percakapan mereka begitu lama. Mulai dari membahas liburan mereka, sepak bola dan silat, mereka semua membahasnya.

Punggawa itu sedang berkumpul di ruang tamu dan masih menatap poster Lina yang terletak tak jauh dari sofa. Mereka masih bingung cara apa yang harus mereka gunakan untuk menemukan potongan hati mereka sementara sebentar lagi mereka harus kembali pada klub masing-masing.

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang