Bagian 12

345 38 3
                                    

Kondisi Suci semakin memburuk malam itu tapi dia tak mau memperburuknya.

Banyak telpon yang diangkat Suci malam ini. Mulai dari telpon Febri, Rezaldi, David dan tak lupa telpon dari sang pujaan hati, Bagas Adi.

"Ci, gimana keadaannya sekarang? Kenapa gak istirahat aja," tanya Bagas, "Kan kamu telpon ya aku gak istirahat," jawab Suci dengan suara sedikit serak, "Sekarang lagi di mana? Kapan ke Malang?", tanya Suci, "Masih di Sleman, In Syaa Allah ke Malang besok, Ci." jawab Bagas.

"Ya udah, gitu aja, kamu istirahat ya. Assalamualaikum," sambungnya menutup telpon, "Waalaikumsalam," jawab Suci sambil menutup telponnya dan membaringkan tubuh di kasur.

Tak lama telpon Suci kembali berdering. Suci masih tak beranjak dari tempat tidurnya, "Akhirnya telpon juga nih anak," gumam Suci pelan tanpa tersadar senyum terlukis di wajah pucatnya.

"Assalamualaikum", suara anak laki-laki memulai perbincangan, "Waalaikumsalam, kemana aja baru telpon, abis prepare? David aja udah dari tadi," jawab Suci, "Lah harusnya aku yang tanya, kemana aja, dari tadi aku telpon dialihkan terus. Telponan sama siapa sih?" tanya Hanif kembali, "Hehe iya. Tadi telponan sama yang lain sama Bagas juga," kekeh Suci

"Oh," jawab Hanif singkat, "Kok gitu sih jawabnya? Oh ya, besok aku nganter kamu sama David ke bandara bareng Bule Bow ya?" ucap Suci, "Emang kamu udah sehat?" tanya Hanif, "Udah kok," jawab Suci singkat, "Alah boong, itu suara masih serak kayak kodok bilangnya udah sehat," protes Hanif, "Besok juga udah sehat kok, tenang aja," elak Suci.

"Terserah deh. Udah tidur sana, oh ya udah minum obat belum?" tanya Hanif membuat Suci melihat obat yang tergeletak di atas meja.

Dia sudah diingatkan 4 kali oleh sahabat-sahabatnya ditambah Bagas juga mengingatkan tapi dia belum sama sekali menyentuh obat itu, "Iya nanti diminum, Ya udah gitu aja Assalamualaikum," ujar Suci, "Waalaikumsalam", jawab Hanif menutup telpon.

Hanif bersiap-siap bertolak ke Malang setelah sholat Subuh tapi suara telpon Hanif berdering di atas meja.

"Halo Assalamualaikum," salam Hanif sopan, "Waalaikumsalam, Nak. Suci demam tinggi, dari tadi dia manggil nama Lina terus, kamu tolong ke sini ya?" suara di seberang telpon itu terdengar panik, "Suci sakit tante? Oke, Hanif ke sana sekarang, Assalamualaikum," ujar Hanif bergegas, "Waalaikumsalam."

Hanif langsung beranjak dari kamar dan mengambil jaket dan kunci mobil. Dia panik.

Selama perjalanan dia terus memikirkan kondisi Suci. "Tuh anak katanya udah sehat ini malah demam segala," gumam Hanif sambil mengambil telpon untuk menelpon seseorang.

"Halo Assalamualaikum coach... Coach hari saya gak bisa langsung ke Malang. Masih ada urusan, maaf coach."

"Iya Coach makasih, Assalamualaikum," Hanif langsung menutup telponnya dan fokus menyetir kembali.

Sampai di rumah Suci, Hanif langsung menghampiri ibu Suci. "Assalamualaikum tante," sapa Hanif sembari mencium punggung tangan ibu Suci, "Waalaikumsalam," balas ibu Suci.

"Gimana keadaan Suci tante? Tante udah panggil dokter kan?" tanya Hanif panik, "Suci ada di atas, Nak. Dia sudah diperiksa dokter, sekarang dia ada di kamar, ayo tante antar," Hanif langsung mengikuti langkah ibu Suci dengan wajah masih penuh dengan kepanikan.

Sampai di kamar Suci, Hanif masuk dengan izin ibu Suci, "Tante, Hanif izin masuk kamar Suci boleh?" pertanyaan itu disusul anggukan ibu Suci.

Hanif langsung pergi masuk ke kamar Suci dan melihat Suci tertidur di kamar tidurnya.

Ada sedikit perasaan lega dalam hatinya ketika melihat Suci, "Ci?" bisik Hanif, "Em.. Nif, kok ada disini?" tanya Suci dengan nada yang hampir tak terdengar.

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang