Bagian 2

691 35 0
                                    

Hanif yang sedang bernyanyi diiringi petikan gitar David berhenti, "Kenapa?" tanya David.

"Aku punya ide supaya kita bisa dapet kontaknya Alina bahkan ketemu sama dia."

"Gimana caranya?" tanya Rezaldi.

Hanif menjelaskan rencananya itu pada sahabatnya. Dia yakin rencana ini akan berhasil dan pasti akan menyenangkan untuk pasukan mereka.

Suci yang awalnya sangat bersemangat sekarang malah hanya terdiam, "Kamu yakin ini berhasil?" tanya Suci, "Aku yakin ini pasti berhasil," jawab Hanif dengan semangat.

"Kalau gagal gimana?" dan Hanif hanya bisa terdiam.

"Kalau gagal ya gak papa, setidaknya kita udah berusaha dan rencana ini bisa kita jadikan rencana liburan kita," sahut Rezaldi berusaha meyakinkan Suci yang menatap David dan Febri. Kemudian mereka membalasnya dengan senyum penuh keyakinan.

Hanif melamun memikirkan rencananya, "Kalian semua yakin kan kalau kita bisa?"

"Yakin!" seru mereka semua, "Aku percaya sama kamu, Nif." sahut David sambil menepuk pundak Hanif, "Kalau kita mau usaha, insya allah kita berhasil,"celetuk Rezaldi, "Gak ada usaha yang menghianati hasil," sahut Febri.

"Halah apa sih cadel, bisa aja dapet kata-kata yang nggak ada huruf R nya," sahut David yang mengacak-acak rambut klimis Febri yang disusul Hanif, Suci dan Rezaldi.

"Alhamdulillah kalau kalian yakin, bismillah, besok kita mulai rencananya, jangan lupa minta doa sama orang tua," kata Hanif yang selalu yakin bahwa setiap usaha harus diselingi oleh doa orang tua dan doa kita sendiri.

Sinar rembulan sedang berbincang dengan sinar bintang. Saling melengkapi sehingga malam itu terlihat sangat indah.

Seorang laki-laki berwajah manis dan tampan duduk di kursi putih panjang belakang rumahnya sambil menikmati indahnya sinar di malam hari. Dia seperti sedang menunggu orang dan tak lama suara langkah kaki beberapa orang terdengar, membuyarkan lamunannya.

"Lagi ngapain kamu, David?" tanya Febri yang langsung duduk di sebelah David.

"Iya nih. Kenapa sih, Vid?" susul Suci, "Gak papa, aku lagi mikir aja, dulu Alina kok bisa gitu sih, aku masih belum percaya," jelas David yang membuat sahabatnya kembali mengingat masa tegang itu.

"Sudahlah, Vid. Gak usah diingat terus, aku sudah melupakan semuanya kok", sahut Febri sambil melemparkan senyuman pada sahabatnya yang lain.

Hanif hanya sibuk dengan HP nya dan tidak memerhatikan sahabatnya ketika bernyanyi, "Nif, ngapain sih, HP terus yang dimainin?" tegur Rezaldi tapi Hanif hanya diam.

"Woy, kamu ngapain sih?!", tegur Febri sambil melempar kacang ke arah Hanif.

"Apa sih, aku lagi nyari info tentang Alina. Dia kan pembalap nasional, di internet pasti ada data tentang dia," jawab Hanif disusul anggukan dari para sahabatnya.

"Aku dapet infonya, coba liat deh!" Hanif menemukan sesuatu dan memerlihatkannya pada sahabatnya.

"Berarti kita harus ke sana?" tanya David, "Iya," jawab Hanif dengan senyum manis di bibirnya, "Wah, pasti serlu nih, setuju deh, kalau kita kesana", sahut Febri, "Setuju!" susul Suci dan Rezaldi.

Rencana mereka akan dimulai besok siang. Rencana agar bisa menemukan potongan hati mereka yang hilang agar kembali menjadi hati yang utuh.

Ketika semua sedang mempersiapkan diri untuk nanti siang, Hanif mengirim pesan melalui grup.

Bawa barang yang penting aja, gak usah berat-berat, jangan lupa bawa penutup muka atau masker dan topi, supaya gak ada yang ngenalin kita. Bisa bahaya kalo ada yang mengenali kita. Selamat bersiap-siap. Hanif.

Begitulah pesan singkat yang dikirimkan Hanif untuk sahabatnya.

Suci sedang bersiap untuk nanti siang dan wanita paruh baya masuk kedalam ruangan yang dipenuhi foto dan poster timnas Indonesia, dan beberapa klub sepak bola, seperti Persib Bandung, Mitra Kukar, Persija Jakarta , dan Arema Malang yang menjadi klub kebanggaan keempat sahabatnya itu.

Poster pembalap bernomor 188 mencuri perhatian wanita paruh baya itu, "Sejak kapan ada poster ini, Ci?" tanya ibunya, "Baru aku cetak tadi malam," jawab Suci dengan senyum, "Dia Alina kan?" Tanya sang ibu sembari memegang poster tersebut.

"Iya, Mah. Sekarang Suci dan teman-teman mau nyari Alina. Doakan ya mah semoga kita bisa nemuin dia," ucap Suci sembari memeluk ibunya, "Iya sayang, mama akan doakan kalian semua, semoga kalian cepat menemukan Alina ya," jawab sang ibu sembari mengelus kepala anaknya, "Aamiin", jawab Suci.

David masih bersantai dengan gitar yang selalu dia petik, hingga ibunya pun masuk ke kamar yang penuh dengan poster timnas Indonesia, Mitra Kukar, Persib Bandung, Arema Malang, dan Persija Jakarta serta poster Suci saat juara pencak silat.

Sama halnya dengan ibu Suci yang kaget dengan adanya poster pembalap, "Ini poster siapa Vid?" Tanya sang ibu, "Ini Alina, Mah. Dia kan pembalap," ibunya diam sejenak dan memghampiri David yang duduk di balkon kamarnya.

"Mama pesan sama kamu, kamu harus kuat gak boleh kayak dulu, harus dijaga ya, jangan sampai kejadian dulu terulang lagi," pesan Ibu David sambil memegang bahunya, "Iya, Mah. David mohon doa dari mama ya?" ucap David sembari memeluk sang ibu, "Iya sayang," jawab ibu David sambil mengelus-elus kepala David.

Febri malah sibuk bermain bola di dalam kamarnya yang membuat ibunya masuk ke kamar yang isinya tak beda jauh dengan kamar David. Ada poster timnas Indonesia, Persib Bandung, Mitra Kukar, Persija Jakarta, dan Arema Malang, serta poster Suci saat juara pencak silat.

Tambahan poster pembalap bernomor 188 mencuri perhatian wanita itu, "Febri, ini poster siapa?"tanya sang ibu, "Alina, Mah." jawab Febri, "Mama harap kejadian seperti dulu tidak terulang lagi ya, Sayang. Semoga kamu berhasil menemukan Alina ya, mama berdoa yang terbaik buat kalian," ujar sang ibu sembari mengelus rambut klimis Febri, "Iya, Mah. Aamiin."

"Sudah, jangan main bola terus, siap-siap sana!" dan Febri langsung melaksanakan perintah ibunya.

Rezaldi lebih parah, dia malah asik bermain game yang ada di depan kasurnya dan dibelakangnya terdapat poster yang tak berbeda dengan sahabatnya yang lain. Poster timnas Indonesia, Persija Jakarta, Arema Malang, Mitra Kukar, dan Persib Bandung, serta poster Suci saat juara pencak silat.

Ada tambahan poster di dinding itu, poster dengan pembalap bernomor 188 yang menarik perhatian ibunya ketika masuk untuk menegur Rezaldi agar segera bersiap, "Itu siapa, Rezaldi?" Tanya sang ibu, "Alina, Mah." melihat poster itu kemudian matanya menuju pada arah jam yang tak jauh dari poster Alina.

"Cepat bersiap, mama doakan supaya kalian cepat bertemu dengan Alina," ucap sang ibu sembari mengelus kepala anaknya, "Aamiin," dan Rezaldi langsung meninggalkan game nya dan bersiap.

Hanif sudah berkemas sejak tadi malam. Sekarang dia duduk di meja kamarnya yang berisi foto-foto timnas Indonesia, Arema Malang, Persib Bandung, Mitra Kukar dan, Persija Jakarta serta poster Suci saat juara pencak silat dan tambahan foto pembalap bernomor 188.

Ruangan kamarnya pun di penuhi dengan poster tim sepak bolanya dan sahabatnya serta tambahan poster Alina.

Hanif sedang memegang foto yang baru di cetaknya. Di foto itu ada dirinya dengan jersey timnas bernomor punggung 19, David dengan nomor 29, Febri dengan nomor 13, dan Rezaldi dengan nomor 28, dengan lambang garuda di dada, kemudian foto Suci menggunakan baju silat berwarna putih dengan lambang garuda di dada serta Alina yang baru didapatnya semalam dengan jaket putih merah berlambang garuda di dada.

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang