Bagian 31

174 19 2
                                    

Sampai di tempat latihannya, Suci dan Isya langsung berhadapan dengan sang pelatih yang sudah sejak tadi menunggu mereka.

Pelatih laki-laki paruh baya yang punya perawakan gagah nan sangar, pasti membuat siapapun takut apalagi jika melakukan kesalahan seperti yang dilakukan Suci dan Isya saat ini.

Saat bediri tepat di depan sang pelatih, Isya berulang kali menyenggol lengan Suci yang semakin membuatnya tegang.

"Ci, gimana nih?" bisik Isya dan Suci tak menghiraukan, gadis berkerudung itu berdiri tegap menghadap sang pelatih yang mungkin sudah siap melayangkan hukuman untuk mereka.

"Kalian dari mana aja?" tanya sang pelatih pada mereka berdua. "Em... Itu... Itu coach...dari...itu anu..."

"Itu anu apa sih, Sya? Yang jelas!" sahut sang pelatih yang tak sabar dengan jawaban Isya. Pelatih kembali menatap Suci, membuat gadis itu kembali tegang.

"Kenapa handphone kalian susah dihubungi?" tanya pelatih kemudian.

"HP saya, baru saya aktifkan sore tadi, coach." jawab Suci yang ketakutan.

Sementara sudut mata indah gadis berkerudung itu menemukan soarang laki-laki sedang cekikikan ke arahnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ryan. Manusia bergingsul yang selalu mengejeknya. Menyebalkan!

"Ya sudah kita sudah nggak ada waktu. Kalian cepat ganti baju dan latihan." ujar sang pelatih yang sudah tak kuat dengan dua anak didiknya yang sebenarnya jarang sekali bahkan tidak pernah terlambat. "Iya coach. Kami permisi," ujar Isya dan mereka berdua pun beranjak dari hadapan sang pelatih.

Setelah berganti pakaian, mereka berbaur dengan kontingen pencak silat Indonesia untuk berlatih. Banyak suara hentakan dan bantingan selama di dalam gedung olahraga ini mengingat sebentar lagi mereka akan dihadapkan dengan turnamen besar se-Asia. Persiapan mereka pun harus matang karena turnamen ini diselenggarakan di Indonesia. Mereka harus menang dihadapan publik sendiri.

"Aduh!" seruan itu terdengar dari kerumunan laki-laki yang sedang latihan. Satu laki-laki sedang meringis kesakitan sembari memegangi tangan kanannya.

"Eh, kenapa, Yan?" tanya seorang laki-laki yang latihan di sebelah Ryan. "Sakit," jawabnya sembari meringis menahan sakit.

"Kamu kenapa, Ryan?" sang pelatih pun juga ikut menghampiri dan memeriksa tangan Ryan. "Aahh!" rintih Ryan saat sang pelatih menyentuh lengannya.

"Tangan kamu terkilir ini.... Tim fisio ke mana?" tanya sang pelatih namun ternyata tim medis sedang merawat atlit yang lainnya.

"Suci Suci!" seru pelatih pada Suci yang sedang sibuk berlatih. Tangannya mengisyaratkan agar gadis itu menghampiri.

"Ada apa, coach?" tanya Suci saat sudah sampai dihadapan sang pelatih. "Ini tangannya Ryan terkilir. Kamu tolong bantuin dia ya?" pinta sang pelatih. "Oh iya iya coach. Biar aku yang ngurusin," jawab Suci antusias.

"Bagus... Kalo gitu yang lain lanjut latihan." perintah sang pelatih membubarkan kerumunan.

Suci tersenyum pada Ryan saat mereka duduk di pinggir gelanggang. Saatnya balas dendam atas ejekan yang dilayangkan Ryan di telepon dan di belakang pelatih tadi.

"Aduh!" rintih Ryan saat tangannya sedikit ditarik paksa oleh Suci.

"Kok bisa terkilir?" tanya Suci mengintrogasi. "Nggak tau. Tiba-tiba sakit," jawabnya dan Suci hanya mengangguk.

"Tadi telat ya?" pertanyaan Ryan terdengar meledek di telinga Suci. Gadis itupun melayangkan tatapan tajam ke arah Ryan, sedangkan Ryan hanya nyengir meladeni kekesalan Suci.

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang