Di ambang pintu cafe, berjalan masuk seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit sawo matang dengan rambut hitam pekatnya. Mata tajam dengan kornea yang hitam, cocok dengan warna kulitnya. Garis rahangnya tegas dan semakin membuatnya terlihat keren namun juga manis. Di sisi kanan jas almamater salah satu perguruan tinggi itu tertulis nama, Ryan Dandi Adiasa.
Laki-laki itu membawa ransel hitam beraksen biru dipunggungnya, hendak mencari meja yang pas untuk dia mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Mata indah laki-laki itupun berhenti di satu meja yang diduduki oleh dua orang, satu diantaranya dia kenal. Tapi langkahnya terhenti, pasalnya mereka duduk berhadapan, mungkin mereka adalah pasangan. Ryan pun mengurungkan niat menghampiri.
Suci sedang asik menikmati camilan yang tersedia di meja sembari sedikit berbincang tentang Timnas ataupun turnamen silat yang akan dijalananinya. Ya, walaupun perbincangan itu terdengar canggung dan aneh karena jarak tak kasat mata yang ada di antara dia dan Bagas.
"Ci, aku ke toilet bentar," ujar Bagas berdiri dari duduknya yang membuat Suci mendongak lantas gadis itu mengangguk paham.
Gadis berkerudung abu-abu itu kembali mengedarkan pandangan ke arah cafe yang ramai. Matanya terhenti saat mendapati sosok yang tak asing di matanya berdiri sedang bingung mencari meja untuk dia menenangkan diri, Suci tau laki-laki itu pasti butuh ketenangan untuk mengerjakan tugas akhir kuliahnya.
Suci pun melambaikan tangannya senang memanggil laki-laki itu, "Ryan!" serunya yang langsung membuat orang itu tersenyum, "Sini!" ajaknya kemudian dan Ryan berjalan menuju meja yang tiba-tiba saja hanya ada Suci duduk di sana.
"Hai, Ci?" sapa Ryan yang masih berdiri. "Hai... Duduk gih ini masih ada kursi," ujar Suci menggeser kursi yang masih kosong. "Nggak ganggu emang?" tanyanya sembari mengangkat sebelah alisnya. Suci tersenyum, "Ya enggak lah. Cepet duduk," ujar Suci sembari menarik tangan Ryan agar duduk. Laki-laki itu pun tersenyum sembari menampakkan gigi gingsul di sisi kiri rahang atasnya, manis.
Suci tersenyum, teman satu perguruan silat dengannya itu juga termasuk sahabatnya di kontingen Indonesia. Senang rasanya bisa bertemu Ryan saat hatinya sedang kacau karena Bagas.
"Mau pesen apa?" Suci menawarkan makanan, sedangkan Ryan antusias membalasnya dengan senyuman, "Kaya nggak kenal aja pake ditanyain segala," ujarnya dengan senyum manisnya.
Suci tertawa kecil, "Siapa tau kan mau pesen yang lain gitu. Fariasi dong!" ujarnya kemudian lalu meminta salah satu karyawan mencatat pesanan laki-laki yang duduk di sebelahnya itu.
Setelah memesan makanan Ryan menatap Suci dengan rasa senang. "Aku kaya udah lama banget ya nggak ketemu kamu," ujarnya sembari melipat kedua tangannya di atas meja lalu mengarahkan kepalanya memandang Suci.
Gadis berkerudung abu-abu itu menggelengkan kepalanya melihat ekspresi Ryan yang terlihat menggemaskan. "Kamu yang sibuk terus, beberapa turnamen kamu lewatin gara-gara ngerjain skripsi. Udah sampe mana emang?" tanyanya dan Ryan dengan senang hati melihatkan laptopnya yang sudah mengetik berlembar-lembar. "Bab akhir," jawabnya dengan nada serak khasnya.
Suci mengangguk paham, "Ada revisi?" tanyanya kemudian. Ryan pun mengangguk, "Revisi mah pasti ada, tapi tadi udah aku perbaiki terus sekarang mau koreksi lagi... Kamu udah sampe mana?" tanyanya sembari menatap Suci.
"Bab akhir sama, tapi belum revisi, minggu depan kayanya," jawabnya yang disusul anggukan Ryan. Setelah itu pesanan datang.
Cafe juga memutar beberapa lagu dan kali ini alunan nada dari lagu Budi Doremi yang berjudul Tolong tengiang di ruangan cafe.
Ku rasa ku sedang jatuh cinta
Karena rasanya ini berbeda
Oh apakah ini memang cinta
Selalu berbeda saat menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Intuisi
FanfictionTidak ada yang tau bagaimana ingatan seseorang dapat sembuh dengan begitu mudah. Namun, mudah saja seorang Alina Putri mengetahui perasaannya terhadap salah satu punggawa bangsa Indonesia. Perjuangan Alina untuk mengingat masa lalunya juga menimbul...