Bagian 9

392 34 2
                                    

Sampai di sirkuit, mereka langsung mencari duduk di tempat semacam tribun untuk melihat pembalap handal latihan memacu kecepatan.

"Gaes, inget gak dulu Lina pengen banget bisa naik motor tapi sayangnya waktu itu orang tuanya gak setuju," ucap Suci membuat yang lain membuyarkan fokusnya melihat orang-orang memacu kecepatan, "Iya," sambung Rezaldi.

Ingatan mereka kembali pada masa-masa indah itu.

Tempat rahasia punggawa itu terbentang luas. Basecamp mereka melakukan semua hobi mereka dan terbebas dari omelan orang lain.

6 punggawa itu berkumpul melakukan kegiatannya, "Lin, kamu tuh cewek, kenapa belajar naik motor sih?" tanya Rezaldi yang bingung dengan sahabatnya.

"Temen kita mah gak ada yang benerl hobi nya, yang satu suka naik motor yang satu lagi suka silat. Emang sakit nih dua cewek," sahut Febri sambil juggling dan menendang bola tinggi yang mengarah tepat di punggung Suci yang sedang latihan bersama Hanif untuk persiapan turnamen.

"Aduh... Woy, dasar cadel. Sakit tau!!!" teriak Suci kesakitan, "Lah... Masa pesilat baru digituin sakit, gimana besok mau tanding, baru satu kali pukul udah jatuh aja entar," sahut Rezaldi membela Febri, "Bela aja terus sampe sukses," sahut Suci.

David sibuk mengajari Lina memacu kecepatan di jalanan sepi itu, "Lina awas... Hati-hati!" teriak David dan

Bruukk

"Linaaa"

Teriak semuanya melihat Lina terjatuh dan berlari menghampirinya.

"Lin, kamu gak papa kan?" tanya David yang langsung membangunkan Lina, "Nih anak kalo udah semangat pasti kelewat semangat, jadinya jatuh kayak gini," celetuk Rezaldi, "Gak sengaja jatuh tadi," jawab Lina, "Ya iya lah gak sengaja. Kalo sengaja berarti kamu harus di bawa ke RSJ," sahut Hanif.

"Ngapain?" tanya Suci, semuanya diam, "Dah... Garing Nif garing!!!" sorak David disusul punggawa yang lain, "Tapi lumayan loh, syukurlah ada perkembangan kamu, Nif." sahut Suci memecah tawa sambil menepuk pundak Hanif.

"Bela aja terus sampe sukses," jawab Alina menirukan kata Suci pada Febri tadi, "Dia mah emang the best,"susul Hanif sambil merangkul sahabat terdekatnya itu disusul tawa mereka semua.

Mereka melihat Abid sedang mengitari lintasan sirkuit berkali-kali.

"Kalo Lina nonton pasti seneng dia", celetuk Febri, "Iyalah, dia kan dari dulu suka banget sama balapan," jawab David.

"Alhamdulillah sekarang cita-cita dia terkabul," sahut Suci disusul anggukan semuanya.

Fokus kembali pada Abid. Dia benar-benar pembalap profesional, sangat handal mengendalikan kendaraan beroda dua itu pada kecepatan tinggi.

Semua terkagum melihat aksi Abid. "Abid kasep pisan atuh," teriak para gerombolan wanita yang menonton pertandingan itu.

"Cewek juga ada yang nonton balapan?" tanya Rezaldi terheran-heran, "Gak nyadar nih bocah juga cewek suka nonton bola?" tanya balik David sambil meletakkan tangannya di atas kepala Suci.

"Lah emangnya dia cewek?" tanya Febri, "Bukan!kenapa emang?" bentak Suci membuat semuanya tertawa melihat wajah judes Suci, "Kangen sama muka judesnya," celetuk Hanif sambil mencubit hidung Suci.

Mereka menghampiri Abid yang baru selesai latihan, tapi saat perjalanan menghampiri Abid ada seorang wanita berambut sebahu yang memakai topi biru menghampiri Abid.

"Gaes berhenti!" perintah Suci membuat yang lain menghentikan langkah kakinya dan bertanya-tanya, "Itu cewek siapa ya? Jangan-jangan ceweknya? Jangan diganggu deh mendingan, entar aja kesananya," sambung Suci.

IntuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang