Tidak pernah terpikir olehku kalau aku akan menikah diumur semuda ini, tidak hanya itu aku juga terpaksa meninggalkan seluruh kehidupanku dan ikut Jimin suamiku pindah ke negeri orang. Membuatku hanya bergantung pada sosoknya... bisakah aku melaluin...
Hallo sweety pie, aku hari ini lagi sakit kuping! Yang follow ig aku pasti tahu kan kalau aku sempet ragu bisa update malem ini, ini aja masih sakit kupingku. Yaudah gausah lama-lama deh lansung aja lanjutkan cerita dibawah. 🐣🐣
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perasaanku bercampur aduk, antara senang, kaget, dan canggung.
Teman SMP-ku, Hanji, datang ke Penthouse kami dan memperkenalkan diri sebagai orang yang ingin melamar menjadi personal assistantku.
Tadi pagi Jimin memang bilang kalau akan ada kandidat PA datang ke sini untuk diwawancarai olehku, tapi aku tidak menyangka kalau yang datang adalah Hanji.
Bayangkan saja, Hanji sudah lama sekali putus kontak denganku, kira-kira dari kelulusan SMP. Hanji dulu sempat pindah saat kelas 2 SMP dan melanjutkan sekolah di luar negeri, katanya ibunya sakit parah.
Sejak itu aku tidak pernah mendengar kabar apapun darinya, aku juga tidak terlalu lama merasa memikirkannya waktu itu karena aku langsung bermain dengan teman lain dikelas.
Kasarnya, aku bahkan sudah hampir melupakan keberadaan Hanji yang dulunya adalah teman baikku, sampai akhirnya dia berdiri disini.
Aku bingung harus menerjang memeluknya atau sekedar berjabat tangan, aku sendiri yakin Hanji mengenaliku, walaupun aku sudah sangat berubah dari bocah dekil malas mandi, menjadi nyonya Park yang elegant.
Hanji membungkuk memberi hormat padaku yang masih bingung. Aku lantas buru-buru menggapainya agar tidak membungkuk seperti itu padaku, sungguh tidak enak melihatnya.
"Hanji, apa yang kau lakukan." Teriakku sambil berusaha membuat badannya berdiri.
Hanji tertawa melihatku yang sewot, "aku memberi salam pada Nyonya Park, selamat siang Nyonya." Ia mengulangi adegan membungkuk tadi yang semakin membuatku kesal.
"Kau ini apa-apaan sih. Tidak lucu tahu." Dia makin tertawa ketika aku makin menggerutu melihat tingkah lakunya yang aneh.
"Aku kesini untuk wawancara, tolong wawancarai aku."
"Tentu saja kau diterima, kau tahu aku tidak akan mewawancaraimu." Ucapku.
Aku bersyukur sosok yang datang sebagai PA ku adalah teman masa kecilku sendiri, yang ada dibayanganku orang yang datang adalah wanita Tiongkok dengan setelan formal dan hak sepatu yang berbunyi-bunyi ketika berjalan.
Menemukan Hanji dengan baju kodok dan sendal crocs membuatku merasa kembali bebas seperti saat-saat aku masih di Seoul.
Aku mengatakan pada Hanji bahwa yang aku butuhkan sebenarnya adalah teman, bukan PA. Aku bilang padanya bahwa dia hanya akan membantu separuh dari perkerjaanku, tidak semuanya.
Cukup temani aku ketika tidak bersama Jimin agar aku tidak stress dinegara ini.
Hanji punya SIM internasional yang bisa membuatnya mengantarkan aku kemanapun aku mau,