Guys tauga si wkwkwkwk jadi kan orang2 pada bilang gabole nulis cerita rated m bulan puasa, harus suci lahir batin, gimana dong ya kalo aku kothorr😵 aku gabisa nulis nya di perlembut, kata temenku disuruh diperhalus bahasanya wkwkwk jangan telrlalu detail tapi kok ya aku gabisa. Ini udah ga mendetail tapi kok rasanya jadi aneh dan malah gaenak dibaca, tapi aku post aja deh, biar readers yang menilai.
Tolong ya temen-temen, kasih tau aku apa yng aneh, karena aku ngerasanya ga enak baca chapter kali ini, tolong di review dengan jujur🥲
Enjoy readings!
"Kalau kau tidak mau tidur di hotel, maka kami yang akan tidur di hotel.""Tidak! biarkan aku menghabiskan waktu bersamanya beberapa hari lagi sebelum aku masuk sekolah."
"Baik, kalau itu pilihanmu." Jimin berdiri dengan cepat kemudian melirikku,
"Luna, kemaskan pakaianmu. Kita tidur di hotel!" Ia beranjak pergi, meninggalkan Jisung bersamaku yang kembali memijat kepalaku pusing.
Percakapan ini bermula setelah Jisung meminta agar dapat tidur bertiga bersama kami di kamar utama.
Ia beralasan kalau kamar yang dipesankan oleh Jimin di hotel terlalu besar dan menyeramkan untuk di tinggali sendirian, ia juga mengatakan kalau dia benci tidak memiliki orang untuk mengurusi kebutuhannya.
Jimin yang mungkin tidak enak mendengarnya langsung menjawab tegas,
'Istriku bukan pelayanmu, kau sudah besar harusnya bisa mengurus diri sendiri.'
Membuat Jisung makin merengek tidak karuan.
"Luna, bagaimana ini? Aku tidak mau kehotel. Tolong katakan pada Jimin biarkan aku menginap disini..." Ia memohon.
Bingung juga mau menjawab apa, aku takut salah mengambil sikap dan berakhir salah langkah dalam mendidik Jisung.
"Mungkin Jimin hanya sayang, hotelnya sudah dibayar tapi tak ditempati." Aku berusaha memberi pengertian padanya.
Ingin rasanya mengejar Jimin ke kamar, tapi aku terjebak bersama Jisung di ruang tengah, masih merengek memintaku memujuk Jimin agar diperbolehkan menginap disini.
"Jimin akan memperbolehkanmu tinggal disini, tapi nanti, saat kamarmu sudah jadi..." aku mengusap kepalanya lembut.
"Saat ini, kau harus mendengarkan perkataan Jimin. Dia ingin yang terbaik untukmu, percayalah padanya." Lanjutku, berkata sepelan mungkin agar ia merasakan kepedulianku padanya.
"Tapi aku ingin bersamamu, Jimin selalu saja pergi dan membawa barang milikku sejak dulu, kali ini dia membawamu dan tidak membiarkanku melihatmu lagi."
Aku tertawa mendengar opini dari kepala bocah berumur 15 tahun ini.
"Tapi akukan bukan barang, aku tidak punya pemilik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave Things (PJM)
FanficTidak pernah terpikir olehku kalau aku akan menikah diumur semuda ini, tidak hanya itu aku juga terpaksa meninggalkan seluruh kehidupanku dan ikut Jimin suamiku pindah ke negeri orang. Membuatku hanya bergantung pada sosoknya... bisakah aku melaluin...