Tidak pernah terpikir olehku kalau aku akan menikah diumur semuda ini, tidak hanya itu aku juga terpaksa meninggalkan seluruh kehidupanku dan ikut Jimin suamiku pindah ke negeri orang. Membuatku hanya bergantung pada sosoknya... bisakah aku melaluin...
Besok2 yang nungguin tttm ga bakal mau lagi kalo disuruh vote, ga pernah menanv soalnya🤣 Ga apa laah, inikan emang dah jadwal brave things update. Ngikutin jadwal ajaa ya, namanya juga yang bikin Anin si moody wkakakakak. Lansgung aja deh gausah banyak basa basi lageh, enjoy readings!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kepulanganku ke Beijing masih tidak merubah keadaan. Aku belum bisa bertemu dengan Jisung sama sekali, begitu pula dengan Hanji.
Jimin bilang, aku terpaksa harus pergi berbelanja ke supermarket sendiri, asal aku harus selalu membawa ponselku dalam keadaan aktif.
Sebenarnya sungguh sulit untukku melakukannya seorang diri, walau sudah mengerti beberapa frasa bahasa mandarin, aku masih belum bisa mengerti tulisannya yang membuatku sulit membaca keterangan dari produk yang akan aku beli.
Seandainya aku multilangual seperti Jimin...
Kalau kami memiliki anak nanti, aku harap dia akan mirip Jimin sepenuhnya. Wajahnya, kepintarannya, ketegasannya, kekayaannya,
tidak ada hal baik yang bisa ku turunkan pada anakku kelak, namun akan kubalas dengan memberikan cinta dan kasih sayangku kepadanya sepenuh hati.
Omong-omong tentang anak, aku merasa aku belum dapat tanda-tanda kehamilan. Aku sempat menjelajah internet tentang ini, dan dari yang aku pelajari adalah berhubungan suami istri terlalu sering justru membuat kesempatan membentuk janin menjadi lebih sulit.
Aku ingin mengatakan fakta ini pada Jimin, namun selalu dihalangi oleh suasana yang tidak tepat.
Keabsenannya dari kantor dalam waktu yang lama membuatnya sangat sibuk saat kembali, beberapa kali ia pulang setelah aku terlelap dan tak menyadari kepulangannya. Terbangun dengan Jimin yang mendekapku erat dari belakang.
Namun hari ini, setelah sekian lama, ia bilang ia akan pulang lebih awal.
Saat itu juga aku sangat bersemangat untuk menyiapkan makan malam untuknya, langsung meminta izin untuk pergi ke supermarket agar dapat membeli bahan masakan yang lengkap. Aku mau menyajikan full-course dinner untuk Jimin.
Ini pertama kalinya aku menginjakan kakiku disini tanpa Hanji, rasanya lumayan gugup, semua tulisan menggunakan tulisan mandarin. Aku cuma bisa menebak-nebak apa yang aku beli.
"Ji-min."
Aku menoleh, mencari suara yang mengalunkan nama suamiku dengan penasaran.
"Ya?" Tanyaku pada sesosok nona muda yang sama-sama berdiri memilih sayuran kemasan bersamaku.