Menulis ini dengan emosi karna semalem wattpad aku error🤬
Untung ga w bubarin nih pasangan satu saking emosinya wkwkwk.
Yang blon fllow ig cepetan follow, biasanya ada lomba tarik tambang di igs. Klik link di bio ya.Dahlah langsung aja ke cerita. Enjoy reading!
Aku mendesah frustasi, ini sudah percobaanku yang kesembilan kali untuk menghubungi ponsel Jisung pagi ini. Masih tak bisa di hubungi.Akibat kaki Jimin yang terluka, kami sepakat untuk menunda kepulangan kami ke Beijing, setidaknya sampai lukanya cukup kering setelah di obati dengan racikan obat paling mahal yang pernah aku ketahui. Lukanya memang jadi sembuh dengan cepat.
Jimin? Santai saja, menggoyang-goyangkan kakinya sambil bersiul membaca koran. Dia benar-benar mendapatkan bulan madu yang ia inginkan.
Disela-sela kesibukanku merawat Jimin yang terluka, aku selalu mencoba menghubungi Jisung. 4 hari berturut-turut dan masih tidak mendapat jawaban apapun.
Aku sungguh khawatir padanya, bahkan sejak hari pertama aku menginap di villa ini, aku telah memohon pada Jimin untuk membiarkanku menghubungi Jisung.
Bahkan aku tak percaya pada apa yang aku bayarkan pada Jimin untuk dibarter dengan sinyal ponsel, semua hanya untuk mengetahui keadaannya!
"Kenapa aku masih tidak bisa menghubunginya?!" Geramku sembari men-dial kembali nomornya.
Lagi-lagi suara otomatis operator yang kudapatkan menjawab panggilanku, membuatku melempar ponsel mahal pemberian Jimin itu kekasur dengan dongkol.
Lihat saudara kandungnya yang tidak ada hati nurani itu, dia bersiul-siul duduk di dekat jendela, menikmati pancaran sinar matahari pagi sembari menyeruput kopi hitamnya.
Tentu saja hidupnya tentram sejahtera... kebutuhan seks nya terpenuhi, perutnya penuh terisi, lukanya pun sudah hampir sembuh. Meninggalkan aku yang lembur 24/7 untuk meladeni kebutuhannya.
Rasanya aku rindu hari-hari ku saat baru menikah dengan Jimin, dengan dia yang gila dengan perkerjaan, aku memiliki banyak waktu luang untuk diriku sendiri. Bertemu dengannya paling hanya beberapa jam, saat ia pulang pun waktu terbanyak dihabiskan untuk tidur tanpa interaksi berarti.
Hal yang mustahil untuk aku rasakan lagi sekarang. Jimin tidak akan tertidur sebelum melakukan kegiatan rutinnya setiap malam, yaitu menggagahiku.
Aku berjalan mendekatinya, mataku menatapnya sinis ketika aku telah duduk di kursi kosong yang tersedia di meja itu.
"Jangan tekuk mukamu sepagi ini, kakiku nanti makin lama sembuh melihatnya." Lagi-lagi dia mengeluarkan jurus 'kaki terluka'nya untuk entah yang keberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brave Things (PJM)
FanfictionTidak pernah terpikir olehku kalau aku akan menikah diumur semuda ini, tidak hanya itu aku juga terpaksa meninggalkan seluruh kehidupanku dan ikut Jimin suamiku pindah ke negeri orang. Membuatku hanya bergantung pada sosoknya... bisakah aku melaluin...