enjoy!~
Seperti biasa, setiap hari kamis, kelas Jaemin baru selesai ketika langit sudah gelap dan lampu taman kampus sudah dinyalakan. Dosen kelas Jaemin yang mengajar Sosiologi sering menyelesaikan perkuliahan setengah jam setelah jam mata kuliah berakhir. Katanya, mumpung jam yang diampunya adalah jam perkuliahan terakhir.
Jaemin keluar bersama salah satu teman kelasnya, Hyunjin. Di tengah obrolan keduanya seputar materi kuis pekan depan yang baru diumumkan dosen mereka, sebuah suara menyapa Jaemin sehingga pemuda itu berpamitan pada rekannya.
"Jen!"
Jeno segera merangkul Jaemin yang berdiri di sampingnya, menggiring temannya ke parkiran.
"Makan apa kita hari ini?"
"Bakmi yang biasa, yuk!"
Beberapa saat kemudian mereka sampai di tempat tujuan. Saat itu seluruh tempat duduk dan lesehan sudah penuh, karena mereka datang di jam makan malam. Terpaksa keduanya mengantri sambil berdiri di samping gerobak.
"Mas Jeno, ini masih ada bangku satu," kata asisten penjual meletakkan bangku plastik di dekat mereka. Baru saja Jaemin akan menarik bangku itu lebih dekat padanya, malah sudah diduduki Jeno terlebih dahulu. Jeno terkekeh dan berdalih kalau tadi yang dipanggil dan ditawari bangku itu namanya, jadi dia yang lebih berhak duduk di kursi itu.
"Sini Dek kalau mau duduk," Jeno menepuk pahanya sendiri, "Abang pangku."
Jaemin merasa malu dengan perkataan Jeno, ia menoleh ke sekeliling takut-takut jika ada yang mendengar. "Apa, sih." Ia mengalihkan mukanya pada penjual –biasa dipanggil dengan sapaan akrab Pak Wookie– yang dengan lihai mengadukkan spatula dan menggoyang wajan menggunakan kedua tangannya.
"Nggak boleh capek-capek berdiri kamu, tuh. Nanti kalau yang di perut kamu kenapa-kenapa, gimana?" Jaemin terkejut dengan candaan Jeno yang seperti itu di tempat umum. Berani-beraninya!
Tanpa pikir panjang ia mengangkat sebelah tangan mengisyaratkan akan meninju mulut temannya itu sekarang jika melanjutkan lagi candaannya.
"Diem goblok! Gue cowok!"
"Kenapa sensi amat, sih, Dek? Emang yang ada di perut lo apa? Lambung sama usus, kan? Hahahaa!"
Demi Tuhan, sebenarnya ini bukan kali pertama candaan Jeno mengarah pada hal 'ambigu'. Maksud Jaemin, ambigu itu bisa berarti ada makna implisit di dalamnya (baca: perhatian) atau memang murni candaan saja. Tapi tetap saja ia tidak bisa menahan untuk merespon dengan wajah konyol seperti ini. Menahan rahangnya agar tetap tertutup dan menghentikan kedua belah bibirnya dari urgensi membentuk senyuman.
Ugh, pipinya pegal!
"Becanda elah, nggak usah cemberut gitu! Sini lo aja yang duduk!" Jeno berdiri dan mendekatkan kursi itu pada Jaemin.
"Gitu kek dari tadi!"
***
"Iya, dia temenku waktu SMA sama kuliah," Jaemin mulai mengaduk bakmi kuahnya, "temen Haechan juga, satu fakultas sama dia."
"Tapi bukan temen 'kayak' Haechan, soalnya dia sering bikin baper," tambah Jaemin dalam hati.
"Oh..."
Mark menambahkan acar timun di atas bakmi sebelum menyantapnya, "ini kalau sampai rasanya nggak sepadan sama jauhnya jalan kaki dari parkiran mobil ke sini, tanggung jawab, lho..."
KAMU SEDANG MEMBACA
It All Started with Broken Hearts
FanfictionKetika hidup yang senantiasa dipenuhi kebahagiaan perlahan mengkhianatimu, kau hanya tak terbiasa dan tak tahu bagaimana harus menghadapinya.