Sabtu sore Jaemin tengah bersantai, rebahan di atas sofa apartemen Jaehyun sembari menonton video acara kompetisi memasak di YouTube. Jaemin kini sedang menonton episode yang menayangkan tantangan memasak masakan dari berbagai negara. Sebenarnya itu episode pekan kemarin tapi ia baru sempat menontonnya sekarang.
Dari 18 peserta yang ada, Jaemin menjagokan satu peserta laki-laki yang menurutnya berbakat dan tidak banyak drama. Ia heran kenapa kebanyakan acara televisi lokal selalu menampilkan konflik drama dan sensasi. Dan kenapa para penonton suka dengan drama itu. Sangat berbeda dengan acara serupa yang ditayangkan di negeri tetangga.
Saat sedang seru-serunya menonton sesi penjurian tiba-tiba pintu apartemen terbuka, menampilkan Mark yang masuk dengan jaket dan celana basah. Tadi Mark bilang masih ada urusan di kantor, ternyata pulang lebih awal.
"Kehujanan dari mana?"
"Dari pertigaan depan, sih. Tapi langsung deres."
Jaemin menghampiri Mark yang sedang mengeluarkan barang-barangnya dari ransel. Ia turut mengambil laptop, ponsel, dan beberapa buku Mark supaya diletakkan di meja. Ia juga membantu mengambilkan handuk Mark di kamarnya supaya lelaki itu bisa langsung ke kamar mandi tanpa harus membasahi lebih banyak lantai. Diambilnya ransel basah Mark yang ditinggalkan begitu saja di dekat rak sepatu lalu menggantungnya dekat balkon.
Jaemin kembali menonton video yang sempat terjeda. Beberapa saat kemudian Mark bergabung dengan handuk menggantung di kepala dan sebuah mug di tangannya. Hanya ada satu sofa panjang dan Jaemin sudah meringkuk, jadi Mark duduk di karpet saja.
"Suka nonton ginian?" Mark ikut menonton tayangan yang sekarang menampilkan tantangan membuat kue soes.
"Iya, seru soalnya."
"Ooh... Aku malah nggak pernah nonton. Paling ya Mamaku kalo di rumah. Jagoanmu yang mana?"
"Yang cowok pakai kupluk itu. Tapi ini masih babak awal sih jadi belum kelihatan siapa yang benaran pro."
Sambil menonton, Mark dan Jaemin mengomentari lomba memasak tersebut. Kebanyakan Mark yang bertanya tentang peserta-peserta itu, karena baru kali ini ia tinggal di depan televisi untuk menonton acara semacam itu. Jaemin menjelaskan dengan lancar karena ia sudah menonton semua season-nya.
"Tapi paling satisfying tuh nonton yang season awal. Atau punyanya Australia. Masakannya cantik-cantik. Apalagi yang pas Gordon Ramsay datang jadi judge."
Mark melirik Jaemin yang matanya terpaku di layar televisi dan mulutnya merapal cerita. Sedari tadi mata Mark melihat televisi juga, tapi sekarang ia jadi lebih tertarik dengan cara bercerita Jaemin. Yang jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagu mengikuti tempo suaranya. Entah gestur itu disadari atau tidak oleh Jaemin.
"Nih ya kutunjukin videonya." Jaemin mengganti saluran dan memainkan video yang ia maksud pada Mark.
***
Kurang lebih sekitar satu jam Mark dan Jaemin menonton video lomba memasak di YouTube. Sampai Jaemin memesan makan malam untuk mereka, dan kini keduanya duduk berlesehan dengan sebuah laptop menyala dan beberapa buku terbuka.
Kemarin Jaemin mengirimi Mark direct message dan meminta bantuan agar mau mengoreksi hasil analisisnya. Karena Jaemin sendiri sebenarnya belum terlalu paham tapi dosen wali yang menyarankannya untuk menggunakan judul tersebut dan malah disetujui.
"Gini, kalau buat pendekatan ini tuh harus dibagi dulu antara subjek, tindakan, objek, sama noema-nya. Misalnya yang terjadi di lapangan itu 'saya menyeberangi sungai dengan hati-hati di sungai dengan arus air deras'" Mark mengangkat tangan kanan dengan empat jari terbuka, "berarti subjeknya siapa?"
"Saya." Mark melipat satu jarinya.
"Tindakannya?"
"Menyeberangi sungai dengan hati-hati."
"Objeknya?"
"Sungai yang arusnya deras."
"Noema?'
"Mengapa harus menyeberang dengan hati-hati...?"
"Betul," Mark melipat jari terakhirnya, "dengan judul punyamu sekarang orang-orang yang kamu wawancarai ada siapa aja?"
"Masyarakat desa, perangkat desa, sama pemuka adat," jawab Jaemin.
"Nah ini yang bagian pertanyaan buat masyarakat kamu ada yang missed. Kamu kan mengelompokkan berdasarkan tingkat ekonomi–"
"Heem..."
"–harusnya sih buat yang masyarakat ekonomi tinggi pertanyaan ini nggak perlu ada karena jadi melebar dari noema-nya. Analisisnya malah jadi banyak banget. Bagian ini skip aja nggak apa-apa."
Mark tadi sudah membaca naskah skripsi Jaemin sejak awal termasuk hasil revisinya. Kini memberi masukan pada Jaemin sebelum bab yang terakhir itu diserahkan kepada dosen pembimbing. Jaemin menulis beberapa catatan, juga sekalian mengunduh e-book yang disarankan Mark sebagai referensi tambahan. Nanti ia akan melanjutkan naskahnya di rumah saja.
"Tambahannya itu aja sih, tapi aku ini jelasinnya berdasarkan yang aku tahu aja, lho. Bisa aja nanti dosen kamu minta revisi yang lain."
"Iya nggak apa-apa, duh, makasih banget. Selama ini aku nulis tapi kaya nggak menguasai tema gitu. Malah takut pas sidangnya nanti. Makasih lho udah bantuin, aku jadi paham..."
Jaemin mengemasi laptop dan buku catatannya ke dalam ransel dan menggendongnya di pundak.
"Lho mau pulang? Udah jam sepuluh ini."
"Idih cowok biasa kali pulang jam segini. Mumpung udah nggak hujan pulang sekarang aja."
Jaemin mengikat tali sepatunya. Mark berdiri di samping pintu apartemen untuk mengantar Jaemin keluar.
"Eh aku balas terima kasih pake apa nih?" tanya Jaemin.
"Ribet amat deh kaya sama siapa aja."
"Seriusan..."
Mark menyangga dagunya dengan satu tangan, membuat gestur seolah sedang berpikir keras. "Besok mau nggak kalo kita ke pantai? Berangkat pagi jam tujuh."
"Berdua?" Mark mengangguk.
"Boleh deh, kalo nggak hujan, ya."
"Sip! Nanti langsung tidur biar besok pagi bisa bangun." Mark membukakan pintu untuk Jaemin. Kemudian Jaemin keluar dan menghilang di balik pintu lift.
Sejujurnya Mark agak terkejut hari ini ia dan Jaemin bisa mengobrol lancar layaknya teman lama. Jika di awal pertemuan mereka masih bersikap formal, kemarin Jaemin sekadar menjawab pertanyaan Mark, sekarang mereka sudah bisa berbagi cerita sekasual ini.
Mark jadi mengetahui hal favorit Jaemin berhubungan dengan masak-memasak. Terlebih ia bisa mengajak Jaemin pergi besok, walau dengan embel-embel 'ungkapan terima kasih'. Tapi tak masalah.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
It All Started with Broken Hearts
FanfictionKetika hidup yang senantiasa dipenuhi kebahagiaan perlahan mengkhianatimu, kau hanya tak terbiasa dan tak tahu bagaimana harus menghadapinya.