"Saya tinggal sendiri nggak apa-apa, Kak? Nanti tinggal bilang aja ke tukangnya kalau mau nambah servis yang lain." Mark menghampiri Jaemin yang tengah melepas helm miliknya.
"Iya nggak apa-apa. Duh, makasih banget ya udah dibantu."
"Anytime."
Mark mengambil tasnya yang sejak tadi dipakai Jaemin. Ketika ia akan memakai helm, kepalanya tiba-tiba berdenyut keras. Membuatnya memejamkan mata erat dan tangannya segera bersandar di jok motor.
"Eh kamu kenapa?!"
Jaemin panik melihat Mark yang tampak menahan sakit. Reflek ia memegang sebelah bahu Mark. Beberapa saat pemuda itu masih saja diam. Hingga perlahan kerutan di dahi Mark mengendur, dan ia membuka mata.
Jaemin menaruh helm di atas motor Mark dan menuntun lelaki itu untuk duduk di kursi tunggu yang disediakan pemilik bengkel, "duduk di sini." Ia mengeluarkan sebotol air mineral dari tas dan memberikannya kepada Mark.
"Minum dulu." Mark menerima pemberian Jaemin sambil bergumam pelan.
Sebenarnya sejak menuntun vespa Jaemin tadi kepala Mark sudah mulai berdenyut. Tapi masih bisa ia tahan karena sakitnya tidak terlalu. Baru ketika sampai di bengkel, sakitnya lebih terasa.
"Terima kasih," lelaki itu mengembalikan botol Jaemin dan melirik jam yang tergantung di dinding dekat meja kasir. Sudah hampir jam empat ternyata. "Saya duluan, ya," Mark berpamitan.
"Nggak. Sekarang gantian kamu yang saya antar. Mau ke dokter apa ke rumah?"
"Jangan! Motormu kan lagi diservis."
"Bisa ditinggal, kok."
Setelah berbicara pada pegawai bengkel dan meninggalkan nomor telepon, Jaemin dan Mark pergi dengan sepeda motor Mark. Jaemin mengendarai di depan dan Mark yang membonceng di belakang. Walau sempat beradu argumen, akhirnya Mark mau mengalah dan membiarkan Jaemin membawanya.
"Beruntung, ya, saya tadi tuntun motor Kakak. Kalau saya pulang duluan naik motor sendiri, kayaknya malah jatuh."
"Jangan panggil saya Kakak. Kayaknya saya nggak lebih tua dari kamu."
"Um... Okay."
Setelah itu tidak ada obrolan di antara keduanya kecuali Mark yang mengarahkan jalan. Sepanjang perjalanan tangan Mark bersedekap di depan dada, sesekali melihat pantulan wajah Jaemin dari spion.
Jaemin mengantar Mark masuk ke dalam klinik dan berdiri di belakang Mark ketika laki-laki itu mendaftarkan dirinya. Sampai Mark duduk di kursi tunggu pun Jaemin masih mengintil dan ikut duduk di sebelahnya.
"Nggak balik ke bengkel?" Mark melirik lelaki berjaket denim itu.
"Kamu mau saya ambilin minum di meja itu?" Jaemin balik bertanya.
"Nggak usah."
"Yaudah nih kamu bawa ini aja," Jaemin menyerahkan botol miliknya ke Mark.
Mark menghela napas lelah. Pengalaman 40 menitnya bersama Jaemin membawa satu kesimpulan dalam pikiran Mark bahwa Si 'Vespa-Boy' itu cukup keras kepala.
Tapi dirinya sendiri juga pemaksa, sih.
Mark mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan menghubungi adiknya untuk datang ke klinik.
"Adik saya sudah mau berangkat ke sini. Nanti biar dia antar kamu ke bengkel."
"Terus kamu nunggu sendirian?"
"Banyak orang dan ada dokter di sini, kalau kamu lupa."
Jaemin meringis. "Saya naik ojol aja."
Mark menggelengkan kepala. Melihatnya, Jaemin mendesah pelan. Lima belas menit berlalu hingga adik Mark datang. Si 'Vespa-Boy' pun berpamitan meninggalkan Mark.
***
"Gue nggak tahu lo punya temen kaya tadi, Bang."
"Gue juga nggak kenal dia."
Mark mengambil segelas air dari dispenser dan meminum obat sebelum makan yang tadi diresepkan oleh dokter.
Belakangan ini Mark makan tidak teratur dan sering tidur larut. Makanya maag-nya kambuh dan tekanan darahnya rendah. Belum ada makanan di meja karena masih jam lima. Akhirnya Mark mengambil kotak berisi potongan buah melon yang tersimpan di kulkas dan membawanya ke kamar.
Baru kali ini Mark bertemu pemuda itu. Menurut perkiraannya, pemuda asing itu mungkin saja baru selesai berkonsultasi di klinik yang terletak di lantai bawah gedung tempat ia bekerja.
Kantor Mark berada di lantai dua dan tiga, sedangkan klinik ada di lantai satu. Keduanya berbeda manajemen namun masih bersinggungan. Jam kerja di kantor Mark dengan jam praktek di klinik pun berbeda.
Biasanya Mark hanya akan membantu orang yang bersedia untuk dibantu tapi sore tadi ia malah menjadi pemaksa.
Apa karena Mark menemukan raut wajah itu?
Mark berusaha tidak peduli dan kembali melanjutkan acara makan melonnya.
tbc
weekend kenyang panen konten
-funny Jaemin-
KAMU SEDANG MEMBACA
It All Started with Broken Hearts
FanfictionKetika hidup yang senantiasa dipenuhi kebahagiaan perlahan mengkhianatimu, kau hanya tak terbiasa dan tak tahu bagaimana harus menghadapinya.