at Jaehyun's Cafe

305 57 2
                                    

Di luar hujan turun deras sejak setengah jam yang lalu. Jaemin yang sedang duduk di belakang meja kasir beberapa kali memeriksa bergantian antara pintu masuk dan jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

Sejak jam sebelas Jaemin sudah datang ke kafe milik sepupunya, Jaehyun. Pagi tadi ia mengirim pesan kepada sepupunya itu jika memiliki janji di kafe pukul satu siang. Ia memesan meja untuk dua orang yang oleh Jaehyun disetujui dengan syarat Jaemin harus mau membantunya.

"Mana temanmu itu? Katanya janjian jam satu. Ini udah mau jam dua, lho," Jaehyun datang dari dapur membawa sepiring toast untuk adik sepupunya.

Jaemin mengiris toast sosis kesukaannya dan menyuapkannya ke mulut, "nggak tahu. Hujan jadi batal datang, kali."

"Bagus deh kalau temanmu nggak dateng. Kamu bisa bantu aku sampai malam."

"Jangan lupa bayarannya. Dua kali lipat, ya. Toast ini juga gratis, kan?"

Jaehyun memutar bola matanya malas.

Kafe yang dikelola Jaehyun buka sejak pagi hingga malam. Pada hari biasa jam-jam breakfast dan lunch adalah jam tersibuk karena letaknya yang dekat area perkantoran. Jam delapan malam kafe bernama Green Leaf itu harus tutup.

Jika akhir pekan kafe ini dibuka sejak pukul sepuluh pagi hingga jam sepuluh malam. Biasanya lebih banyak dikunjungi oleh pasangan kencan atau mereka yang sekadar hangout.

Hari ini Jaehyun meminta Jaemin untuk membantunya karena ada bahan makanan yang baru datang tadi pagi. Jadi untuk memudahkan pekerja pegawainya, ia memanfaatkan sedikit kebaikan Jaemin hari ini.

Tentang bayaran atau makanan gratis itu hanya kelakar Jaemin. Saking sudah akrabnya mereka berdua jadi bicara apapun sudah tahu apa maksudnya.

***

"Kakak minggu depan main ke rumah, ya? Aku baru pesan video game semalem. Tiga hari lagi kayaknya sampai. Temenin aku main."

"Game apaan tuh?"

"Call of Duty."

"Yang Modern Warfare aku udah nyoba."

"Bukan, ini yang Warzone."

Jaemin mengaduk jus jeruk dan meminumnya dari sedotan setelah menghabiskan sepiring makanan penuh karbo dan protein. Saat Jaehyun meraih pergelangan tangan Jaemin untuk meminta minuman adiknya, seseorang berdiri di depan pintu mengibas-ngibaskan jaket yang basah karena air hujan.

"Oh!"

Jaemin yang menyadari tamunya telah datang segera berdiri dan menghampiri. Mendapati penampilan Mark yang cukup basah membuat Jaemin kembali ke tempat Jaehyun dan meminta pinjaman handuk kering.

Jaemin menggiring tamunya untuk duduk di bangku pojok ruangan yang jauh dari AC. "Keringkan dulu rambutmu, Mark," ia menyerahkan handuk kecil yang langsung diterima Mark.

Pemuda bersurai cokelat itu mengambil kembali handuk yang sudah selesai Mark gunakan.

"Kamu mau minum apa?"

"Ada kopi?"

"Ada. Saya ambil buku menunya dulu ya, kamu tunggu di sini."

Sekejap kemudian bukan Jaemin yang datang melainkan pelayan yang bertugas mencatat pesanan. Jaemin sedang mencuci handuk bekas Mark di kamar mandi dekat kamar istirahat Jaehyun.

Tidak mungkin kan ia menitipkan cucian bekas tamunya ke Jaehyun?

Saat Jaemin kembali ia sudah menemukan Mark duduk bersama kakak sepupunya."Nana, kamu kenal sama Mark?"

"Nana? Saya pikir nama kamu Jaemin." Mark melirik Jaemin yang duduk di samping Jaehyun –di seberang mejanya.

"Nama saya memang Jaemin. Dia saja yang suka memanggil saya dengan sebutan itu."

Jaemin kecil memang sering dipanggil dengan sebutan Nana. Yang memulai panggilan itu tentu saja ibunya. Alasannya ketika berumur dua tahun Jaemin kecil masih belum bisa berbicara selain kata na-na-na. Dan karena marga Jaemin adalah Na. Jadi sekalian saja.

Sejak akhir sekolah dasar Jaemin tidak lagi mau dipanggil Nana. Ia lebih suka dipanggil Jaemin. Jaehyun saja yang bandel kadang masih sering memanggil nama kecilnya.

"Bagaimana Kak Jaehyun kenal Mark?"

"Udah kenal dari SMA sih, sering ketemu di turnamen."

"Basket?"

"Iya," giliran Mark yang menjawab pertanyaan Jaemin. "Sampai kuliah juga kadang kita ikut turnamen bareng."

"Eh Mark kok lo sekarang jarang ikut main sama anak-anak?"

"Sibuk ngumpulin duit gue, Jae."

Pembicaraan mereka terjeda saat pelayan datang menyerahkan pesanan Mark. Dua cangkir latte panas, roti bakar dan french fries untuk Jaemin dan Mark.

"Kak, tadi ada telepon dari toko material. Katanya ada barang yang kosong jadi Kakak diminta telepon balik."

Jaehyun berdiri dan menghampiri pegawainya, "kalian aku tinggal dulu ya. Harus mengurus sesuatu," pria itu mengusak pelan rambut Jaemin dan berlalu ke meja telepon.

"Kak Jinyoung bisa minta tolong bawain air putih, nggak?" Jaemin meminta kepada pelayan yang masih berdiri dekat meja mereka.

***

Mark yang tengah menyeruput latte-nya merasa tidak enak begitu melihat Jaemin lebih dulu meminum air putihnya malah belum menyentuh minuman yang ia pesankan. "Maaf tadi saya nggak tahu kamu mau pesan apa."

"Oh! Maaf Mark, saya nggak bermaksud begitu." Jaemin yang menyadari Mark salah paham buru-buru meraih cangkir latte di depannya. "Saya belum minum air putih soalnya tadi baru minum yang manis-manis sebelum kamu sampai di sini."

Namun jawaban Jaemin membuat Mark makin merasa bersalah karena sudah datang terlambat. Tadi ia harus tertahan sesuatu yang seharusnya bisa selesai sebelum pukul satu. Hari ini akhir pekan namun ia tetap mengerjakan pekerjaannya dari rumah.

"Maaf ya sudah membuatmu lama menunggu."

Jaemin menggeleng lalu meletakkan kembali cangkir itu ke meja. "Kalau hujan deras begini seharusnya kamu nggak perlu datang."

"Dan membatalkan janji denganmu?"

Jaemin merapikan poni yang menutupi sebagian matanya seraya tersenyum kecil, "benar juga. Nanti saya kehilangan kesempatan untuk berterima kasih ke kamu secara proper."

"Gimana kabar motormu?"

"Ah, itu... Jennie sudah lincah seperti biasanya."

"Jennie?"

"Nama vespa saya."

"Kenapa harus Jennie?"

"Karena vespa saya cantik seperti perempuan?"

Mark tertawa renyah. "Kamu lucu."

Waktu satu jam dihabiskan kedua pemuda itu dengan mengobrol ringan seputar perkenalan singkat dan perkara cuaca kota mereka yang belakangan tidak menentu. Serta beberapa topik acak yang biasanya dibicarakan oleh dua orang yang masih asing.


tbc


It All Started with Broken HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang