Seperti yang dikatakan Mark semalam, lelaki itu datang menjemput tepat pukul tujuh. Jaemin baru terbangun lima belas menit sebelum waktu yang dijanjikan. Ketika ia selesai mandi, sudah ada beberapa DM dari Mark masuk ke ponselnya.
marklee
Jaemin, minta alamat rumahmu?
Jaeminnn
Pagi Jaemin, udah bangun belum?
Aku minta alamatmu ke Jaehyun aja ya
Aku otw jam stgh 7
Jaemin aku udah di depan gerbang
jaemin.id
Sebentar
Lagi siap-siap
"Ma, Yah, aku mau pergi dulu!" kata Jaemin berpamitan kepada orangtuanya yang sedang berkebun di halaman belakang.
"Mau kemana kamu? Tumben minggu pagi udah rapi." Siwon melepaskan sarung tangan karetnya agar Jaemin bisa bersalaman dengannya.
"Darmawisata, Yah."
"Semester tua masih ada darmawisata?"
"Mama percaya aja, hehehe..."
Ketika Jaemin keluar gerbang ia menemukan Mark dengan sepeda motor yang pernah ditumpanginya tempo hari. Penampilan Mark sangat segar dengan jaket biru denim cerah dan kaus putihnya.
Mark menggeleng-gelengkan kepalanya saat melihat Jaemin mendekat, yang dibalas Jaemin dengan ringisan. Sudah dua puluh menit Mark menunggu di atas jok sepeda motornya. Sembari menunggu tadi, beberapa kali ia mengangguk sopan pada beberapa orang yang lewat –barangkali tetangga Jaemin.
"Maaf ya nunggu lama."
"No problem, yang penting kita jadi pergi. Ayo!"
Mark membawa Jaemin pergi dengan kecepatan sedang. Pagi ini mereka akan menuju pantai yang letaknya di luar kota. Jaemin tidak tahu pasti dimana pantai yang Mark maksud berada, ia lebih sering pergi ke pantai di sekitar kotanya. Yang jelas perjalanan kali ini harus melewati perbukitan dan butuh waktu satu jam lebih untuk sampai ke tujuan.
***
Mark langsung melepas sepatu dan jaketnya dan meletakkannya begitu saja di atas pasir, yang kemudian diikuti Jaemin.
"Wohoo!"
Mark segera berlari mendekati air dan merendam kakinya hingga betis. Dikiranya Jaemin akan mengikuti dari belakang. Ternyata anak itu hanya bersedekap dan berdiri di bibir pantai.
"Kemari, Jaem!" Jaemin ingin mendekat tapi ia tadi salah memilih celana. Terlalu sempit di ujung, jadi sulit untuk menggulungnya. Ia juga malas melepas celana. Ya sudahlah biarkan saja basah.
"Ini rendem-rendeman kaki doang, nih?" tanya Jaemin saat berdiri di samping Mark.
"Mau yang lain? Sini aku kasih." Mark mengambil sedikit air dan mencipratkannya ke wajah Jaemin.
Mark kira reaksi Jaemin akan berteriak, diluar dugaannya Jaemin hanya memicingkan mata. "Basah, Mark Lee."
Ia jadi gemas sendiri dan semakin ingin menjahili temannya. "Nggak ada orang main ke pantai nggak basah, Jaemin."
Ia mundur beberapa langkah lalu berlari ke depan seolah akan menendang bola, membuat pasir dan air terciprat ke arah Jaemin. "Hyaa!!"
"Hei! Awas ya!"
Jaemin mengejar Mark di sepanjang bibir pantai. Tak peduli celananya basah ia menendang Mark balik dengan air. Saat air mengenai punggungnya, Mark akan berbalik lalu menendang air juga pada Jaemin kemudian menjauh lagi. Begitu seterusnya sampai mereka berlari kembali ke tempat semula.
"Capek..." keluh Jaemin lalu mendudukkan diri di samping tumpukan jaket dan sepatu mereka. Mark juga duduk di sebelah Jaemin dan melipat kakinya. Menjelang siang matahari semakin meninggi, pengunjung pantai pun semakin banyak berdatangan. Mark melihat sekumpulan remaja perempuan saling memotret bergantian lalu berpindah ke tempat lain hanya untuk berpose lagi.
"Aku tebak kalau kamu pergi sama teman-temanmu pasti ngelakuin hal kaya remaja-remaja itu." Tangan Mark mengacung ke sisi timur pantai. Jaemin mendengus tak terima dengan tuduhan Mark. Ia bahkan hanya punya Haechan dan Jeno –dulu– sebagai teman bermain dan keduanya lebih aktif bermain yang melibatkan fisik dibanding berfoto ria. Jaemin memang kadang memotret aktifitas mereka namun jarang untuk berswafoto.
"Biasanya sih yang kepikiran yang punya kebiasaan," sangkal Jaemin. Mark tertawa karena tebakan Jaemin benar. Apalagi jika ia pergi bersama geng-nya. Terkadang pertemanan lelaki terlihat sama merepotkannya atau bahkan lebih daripada perempuan.
Pergi ke suatu tempat populer demi prestis, check in di media sosial, dan mengunggah foto dengan gaya maskulin. Berjanjian memiliki barang yang sama. Beberapa kelompok bahkan terkesan eksklusif dengan anggota itu-itu saja.
Ada yang sepakat?
Jaemin melirik senyum lebar Mark yang bertengger di bibirnya. "Seems you're enjoying this time..."
"Yah, kamu tau, cari uang buat pegawai biasa itu bikin capek dan butuh ekstra usaha," Mark juga melirik Jaemin , "dan hari ini cukup menyenangkan. Dapat udara segar. Bonusku juga baru cair kemarin," Mark terkekeh.
"Kukira kamu punya pekerjaan yang–," Jaemin menjeda kalimatnya agar tidak menyinggung Mark, "kamu tahu sendiri gimana gengsi di kampus kita."
"I'm living my dream, Jaemin. Buatku pekerjaanku yang sekarang maupun yang kecil-kecilan dulu itu yang udah berhasil bawa aku bebas kaya sekarang,"
"Papaku ingin aku langsung kerja di perusahaan keluarga kami. Tapi gimana kalau aku nggak punya minat apaagi keahlian di sana? Udah sejak lama ku ingin ngelakuin sesuatu tanpa paksaan. Keluar dari rumah, bertahan dengan pekerjaanku yang sekarang, dan mengandalkan gaji bulanan. Buat orang lain mungkin kelihatannya kecil. Buatku, itu pencapaian yang sangat aku nikmati karena aku berhasil ngelakuin sendiri."
"Sorry Mark, kamu keluar rumah bukan karena dendam atau semacamnya kan?"
"Waah, kamu benar-benar mengira aku seperti itu?"
Jaemin mengedikkan bahunya. "Just asking."
"Bukan." Mark mengalihkan pandangannya dari Jaemin. "Inginku cuma satu. Bebas. Udah itu aja."
Jaemin mengamati profil samping Mark yang kini tengah menatap laut. Ada kepuasan yang Mark pancarkan dari sorot matanya. Jaemin telah mendengar banyak cerita soal impian dan cita-cita yang berhasil terwujud. Jaemin kira cerita Mark pun bukan cerita yang luar biasa. Namun raut wajahnya seolah menceritakan bahwa ia adalah orang yang berhasil memenangkan hal berharga walau jalan yang ditempuh terkesan sederhana.
"Are you happy?"
"Yeah, I am."
Melihat Mark tersenyum lebar saat mengatakan ia bahagia, sungguh membuat Jaemin iri. Selama ini Jaemin selalu fokus dengan kebahagiaan orang lain agar mereka tak meninggalkannya. Fokus untuk membuat mereka nyaman berada di sisinya.
"Then how about you, Jaemin? You happy?"
Hari dimana ia meminta kebahagiaannya, Jeno menjauhinya. Begitupun calon adik yang juga meninggalkan keluarganya. Tak lagi Jaemin ingin meminta sesuatu yang muluk. Jika orang-orang terdekatnya mampu bahagia, maka ia juga akan bahagia melihat mereka.
"Ya."
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
It All Started with Broken Hearts
FanfictionKetika hidup yang senantiasa dipenuhi kebahagiaan perlahan mengkhianatimu, kau hanya tak terbiasa dan tak tahu bagaimana harus menghadapinya.