"Kamu lagi main di sini sama Kak Jaehyun ya?"
Jaemin yang lebih dulu sadar dari keterkejutannya menyapa Mark yang masih berdiri di atas keset. Tidak menyangka akan bertemu kenalannya di sini.
"Saya tinggal di sini sekarang."
"Oh jadi kamu yang menyewa kamar kosong itu?"
"Hm."
Mark mengambil dua gelas dan sebuah botol berisi air dingin dari kulkas lalu duduk di salah satu stool bar.
"Kak Jaehyun kemana? Saya nggak dengar suaranya sejak pertama masuk tadi." Jaemin menerima gelas yang disodorkan Mark. Matanya celingukan ke arah ruang tamu dan pintu kamar sepupunya yang tertutup.
"Bilangnya malam ini belum bisa pulang, katanya mau jaga kafe."
Jaemin jadi teringat kalau kafe sepupunya sedang dalam tahap renovasi. Malam-malam begini rawan jadi sasaran orang jahat apalagi ada beberapa bagian yang terbuka.
"Sejak kapan kamu sewa kamar di sini, Mark? Kak Jaehyun nggak pernah cerita ke saya."
"Kemarin sore baru pindahan."
"Oh..."
Keduanya sama-sama terdiam bingung harus berbicara apa lagi. Baik Jaemin maupun Mark masih merasa asing walau sudah beberapa kali bertemu. Jaemin meminum air dalam gelas sedikit demi sedikit dan berulang kali. Sedang Mark memutar gelas dalam genggamannya.
Beberapa saat kemudian Jaemin teringat pada makanan yang tadi niatnya dibawakan untuk Jaehyun. "Kamu sudah makan belum, Mark? Ini kamu saja yang makan. Sayang kalau dimakan besok pagi sudah nggak enak."
"Tidak, mending buat kamu saja, Jaemin."
Jaemin menggeleng. "Sebelum ke sini saya sudah makan duluan." Ia berdiri dan mengambil sendok dari rak. Tangannya meraih dua sterofoam yang dibawanya tadi dan membukakan untuk Mark. Satu berisi nasi dan satunya berisi beberapa tusuk sate ayam. "Ini tadi beli di langganan saya. Enak banget. Kamu harus cobain."
"Uhm.. Terima kasih."
"Kamu suka sausnya dicampur atau mau dipisah ke mangkuk?"
"Ah jangan repot-repot, biar saya yang buka sendiri." Mark meraih plastik berisi saus kacang dari tangan Jaemin dan menuangnya ke atas sate. Saat Mark mulai makan Jaemin pamit untuk tidur.
Mata Mark mengikuti Jaemin yang berlalu dan kini sudah hilang di balik pintu kamar Jaehyun.
Ia mengunyah sambil memikirkan pertemuannya dengan 'Vespa Boy' yang bernama Jaemin itu. Kesan sejak pertemuan pertama hingga barusan ia menyimpulkan, Jaemin adalah seseorang yang baik. Tapi dengan cara yang sedikit...memaksa?
Caranya memaksa untuk mengantar Mark ke klinik. Meletakkan langsung botol minuman ke tangan Mark agar ia mau menerima. Dan memaksa untuk mentraktir Mark di kafe padahal dengan mengucapkan terima kasih saja sudah sangat cukup.
Yang terakhir, pemuda itu membukakan langsung bungkus makanan agar bisa segera dimakan oleh Mark yang sungkan.
Tapi Mark teringat lagi dengan wajah sedihnya dan mata yang seakan butuh perlindungan itu.
Jadi, apakah Jaemin seorang yang kuat namun rapuh di dalam?
Mark penasaran untuk mengetahui lebih jauh teka-teki tentang pemuda itu.
***
Tak tak tak
Jaemin terbangun karena suara berisik dari arah dapur. Matanya memicing merasakan sinar matahari yang tembus dari kaca jendela. Matahari sudah naik sepenggalah. Sepertinya ia bangun terlambat.
Jaemin merenggangkan tangannya ke kanan dan ke kiri. Badannya pegal sekali setelah seharian kemarin mengendarai mobil ke desa pelosok. Ia tidak terbiasa berkendara di jalanan berbukit. Kedua kakinya lelah menekan pedal. Ditambah tangannya harus lincah mengendalikan tuas persneling dan kemudi. Haechan tidak bisa diajak bergantian karena ia tidak memiliki SIM.
Usai merapikan tempat tidur, Jaemin mengambil salah satu kaus dan celana training dari lemari sepupunya lantas memakainya. Semalam ia terlalu lelah untuk berganti baju. Tidak mungkin kan ia keluar dengan pakaian kusut nan bau sementara ada orang lain di luar?
"Sedang membuat apa, Mark?"
Mark menoleh mendengar suara Jaemin di belakangnya. Pemuda itu mengintip Mark yang sedang memotong bawang bombay dengan tidak rapinya.
"Saya mau membuat nasi goreng untuk sarapan."
"Potongan bawangnya sepertinya terlalu besar. Tunggu sebentar biar saya yang melanjutkannya," Jaemin segera ke kamar mandi di samping dapur.
Selesai mencuci muka dan sikat gigi, Jaemin menghampiri Mark. Ia mengambil pisau dari tangan Mark dan memotong bahan yang tersisa. Mark yang pekerjaannya diambil alih lalu berinisiatif mengambil nasi dari rice cooker.
"Sepertinya kamu sudah terbiasa di dapur ya, Jaemin." Mark memperhatikan tangan Jaemin yang lincah menggunakan pisau. Pemuda itu bolak-balik mengambil beberapa bumbu dan peralatan memasak dari kabinet seolah sudah hafal dengan bentuk dapur di apartemen itu.
"Mark, ini kamu yang masak nasi?" Alis Jaemin mengerut ketika melihat nasi di piring.
Mark meringis melihat nasi buatannya yang agak lembek. "Uhm... Sepertinya saya memasukkan air terlalu banyak tadi."
Jaemin menghela nafas pelan. "Nggak apa-apa, bisa dipanasin lagi sebentar." Lalu memasak kembali di rice cooker.
Mark merasa bersalah karena jadi merepotkan Jaemin. Padahal dia yang berniat memasak. Sebagai gantinya ia bertanya pada Jaemin apakah mau dibuatkan teh? Jaemin mengiyakan.
Setelah tekstur nasi sudah dirasa pas Jaemin mulai memasak di kompor. Mark melihat punggung Jaemin yang bergerak-gerak akibat tangannya mengaduk masakan. Ia memperhatikan itu sambil perlahan menyeruput teh hangat.
Selesai memasak, Jaemin membawa dua piring nasi goreng dan duduk di seberang Mark yang masih mengangkat mug sejajar dengan mulutnya.
Tanpa sadar dua sudut bibir Mark terangkat dibalik mug-nya.
tbc
anggap aja lagi pegang mug ya :(
KAMU SEDANG MEMBACA
It All Started with Broken Hearts
Hayran KurguKetika hidup yang senantiasa dipenuhi kebahagiaan perlahan mengkhianatimu, kau hanya tak terbiasa dan tak tahu bagaimana harus menghadapinya.