Afraid

301 57 0
                                    

We don't talk anymore, we don't talk anymore

We don't talk anymore, like we used to do

We don't talk anymore,

What was all of it for?

Oh, we don't talk anymore,

"Like we used to dooooo!"

Sejak pagi Jaemin sibuk membantu ibunya membuat pesanan camilan untuk arisan. Ia sudah membuat empat loyang kue bolu dan kini tersisa satu. Tangannya sibuk menakar tepung di atas takaran sedangkan mesin mixer masih sibuk mengocok telur.

'Cause even after all this time I still wonder

"Why I can't move on?!"

Just the way you did so easily

'Kenapa lagu ini yang keputer sih?!' batin Jaemin sewot mendengar lagu yang keluar dari pengeras suara di ruang tengah. Sejak mulai membuat kue tadi ia menyetel lagu lewat youtube di televisi dan menyambungkannya ke speaker. Entah mengapa dari sekian banyak lagu yang terputar kebanyakan lagu galau.

Mungkin karena akhir-akhir ini Jaemin sering mengakses lagu galau.

Dan dari semua lagu itu Jaemin mengikuti liriknya sesekali seperti yang ia lakukan sekarang.

"Now I can't get you out of my brain, oh it's such a shame~"

Yoona, Ibu Jaemin, sudah hafal dengan tingkah anaknya hanya menggeleng sembari sibuk dengan penggorengan.

"Lagi masak lagunya ganti yang enerjik dong nak, masa lagu galau mulu."

"Nanti deh Ma habis nyelesaiin yang ini," kata Jaemin sambil menuang tepung ke dalam kocokan telur yang sudah mengembang. Setelahnya ia memasukkan mentega cair dan gantian mengaduk adonannya dengan spatula.

Hari ini adalah hari perdana Jaemin kembali berinisiatif membantu ibunya di dapur setelah sekian lama mengurung diri di kamar. Sebelumnya ia hanya keluar ketika jam makan atau saat ibu dan ayahnya memanggil.

Setelah pembicaraannya dengan Jaehyun malam itu, ia memutuskan untuk bersikap seperti biasanya. Yang ceria dan selalu membuat suara ramai di rumah. Jaehyun bertanya seperti itu karena tahu dari ibunya. Artinya ibunya sudah curiga dan Jaemin tidak ingin membuat ibunya khawatir lebih jauh. Apalagi sampai tahu tentang konsultasinya.

"Geser dong Ma, aku mau buka oven." Jaemin berjongkok untuk memasukkan loyang berisi adonan kue ke dalam oven. Setelah mengambil dua loyang bolu yang sudah matang, ia duduk di kursi bar untuk beristirahat. Tangannya mencomot risol hangat yang sengaja Yoona pisahkan untuk orang rumah.

"Mama senang kamu cerewet lagi," Yoona tersenyum di tengah kegiatannya mengangkat risol dari penggorengan, "kemarin Mama khawatir, kamu diam terus. Mama takut Mama atau Ayah punya salah sama kamu," tambahnya. Yoona mematikan kompor dan mencuci tangannya di wastafel.

Jaemin menunduk ketika ibunya berbicara. Risol mayo yang menjadi favoritnya sudah tidak terasa enak lagi di mulutnya. Pandangannya tertuju pada makanan di tangannya namun tak lagi fokus. Tiba-tiba penglihatannya memburam seperti ada yang mau menyeruak dari ujung matanya.

Terlebih ketika ibunya memeluk Jaemin dari belakang. Mengusap lengannya dan mencium kepala Jaemin sayang.

"Jaemin kalau ada sesuatu, jangan dipendam sendiri," kata Yoona dengan suara tercekat.

"Maaf, Ma. Aku udah buat Mama khawatir."

"Jangan minta maaf nak, kamu nggak salah. Mama yang salah karena nggak merhatiin kamu."

Jaemin menggeleng di pelukan ibunya. Nafasnya mulai sulit. Dadanya memberat tapi ia tidak ingin membuat ibunya khawatir lagi. Matanya terpejam menerima kecupan ibu di rambutnya. Ia berusaha mengatur nafas agar terlihat tenang. Lalu membalikkan badan dan membalas pelukan Yoona.

"Mama jangan menangis lagi," Jaemin melepas pelukannya dan mengusap pipi ibunya yang basah. "Jaemin nggak suka lihat Mama menangis."

Yoona kembali meraih putra satu-satunya dan mengelus punggungnya. Sudah lama ia tidak berpelukan seperti ini dengan anaknya. Jaemin memang sering memeluknya tapi rasanya tidak seemosional ini. Terakhir ia menangis dan berbicara dari hati ke hati dengan anaknya itu sudah lama sekali.

Suara dering telepon rumah tiba-tiba terdengar. Membuat Yoona harus melepas tangan dari tubuh Jaemin.

Ketika ibunya berlalu, Jaemin merasa sesak di dadanya hadir. Ia harus segera kembali ke kamar sebelum ibunya menemuinya kesakitan di sini. Jaemin segera menemui asisten rumah tangga yang sedang menjemur karpet di halaman belakang.

"Mbak, nanti tolong angkat kuenya di oven kira-kira setengah jam lagi, ya. Mama lagi angkat telepon takut kelupaan," ujar Jaemin sebelum beranjak ke kamarnya.

***

Setelah mengunci pintu kamarnya, Jaemin terduduk di ranjang dan meminum segelas air yang baru ia bawa dari dapur. Matanya melihat ke gorden dan jendela yang terbuka. Ia lalu menutup seluruh gorden untuk menghalangi cahaya matahari masuk ke kamarnya. Membuat suasana remang. Lantas ia membawa tubuhnya tidur di atas kasur. Jaemin meletakkan sebelah lengan di atas matanya, dan sebelah yang lain di atas perut.

Selalu seperti ini ketika rasa cemasnya datang. Ia tak pernah ingin seorangpun mengetahui. Bahkan Jaemin selalu memilih kegelapan. Karena seberkas cahaya yang mengintip saja mampu membuatnya merasa ditelanjangi. Ia benci dirinya yang seperti ini. Tapi ia bisa apa selain menenangkan diri.

Perlahan ketika nafasnya mulai teratur, Jaemin mengangkat lengan dan membuka matanya. Matanya mengerjap beberapa saat berusaha menyesuaikan pupilnya. Jaemin mengusak rambutnya acak.

'Hampir saja di depan Mama,' ujarnya merutuki diri sendiri.

Itulah mengapa ia jarang keluar kamar. Terkadang Jaemin memilih makan setelah ayah dan ibunya selesai. Jika ditanya, alasannya masih belum lapar. Atau merasa tanggung sedang mengerjakan sesuatu di komputer. Padahal hanya game yang terpampang di layar. Sengaja Jaemin menggunakan headphone agar suaranya tidak keluar dari speaker.

Saat pagi Jaemin sengaja bangun terlambat. Ia baru makan setelah ayahnya berangkat ke kantor. Pernah sekali Yoona mengantar sarapan ke kamar. Yang langsung Jaemin bawa kembali ke ruang makan supaya ibunya tidak menanyai macam-macam.

Makan siang dan makan malam pun selalu di akhir sampai-sampai ibunya mengomel. Walau kadang terpaksa harus makan bersama karena ayahnya itu akan terus berada di depan pintu kamar sampai Jaemin mau turun untuk makan.

Kebiasaannya selama beberapa minggu belakangan ini. Ia hanya khawatir, rasa cemas dan tangisnya datang tiba-tiba saat bersama orang tuanya.

Perlahan Jaemin meraih ponsel yang ter-charge di atas nakas dan mengirimkan pesan pada sahabatnya.

Jaemin

Chan, kamu hari Minggu bisa temani aku ambil data?

Fullsun

Bisa, sih. Pagi/siang?

Jaemin

Pagi jam 8 ya? Nanti aku jemput.

Fullsun

OK.

Udah nggak betah ngedekem di kamar nih?

Udah dapet berapa telor yang netas?

Jaemin

Kamu pikir aku ayam?!

Setelah mengirimkan beberapa pesan Jaemin meraih jurnal biru yang tersimpan di bawah bantal. Lalu ia membawa buku itu ke meja belajarnya dan menulis beberapa kalimat di sana.



tbc

Seharian beres-beres sampai lupa kalo belum update. Maaf ya guys ;D

It All Started with Broken HeartsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang