Deg deg deg
Tak terduga jantung Mark berdetak ricuh sepanjang hari ini. Sejak pagi perutnya mulas tak menentu. Saat menunggu Jaemin di depan rumahnya pun entah mengapa ia merasa gugup. Padahal di pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya yang Mark rasakan hanya antusias dan rasa senang yang biasa.
Oh ayolah, Mark bukan lagi ABG yang pertama kali berkencan. Perjalanan mereka juga tak dapat disebut kencan –secara harfiah Mark tidak mengajak Jaemin kencan, hanya jalan berdua.
Saat berhenti di lampu merah, diam-diam ia meletakkan tangan di dada kiri. Memeriksa apakah jantungnya masih bergemuruh kencang. Cheesy. Bahkan jika Mark berani mengaca di spion sepeda motornya, ia yakin yang akan ia temukan hanyalah wajah konyolnya.
"Wohoo!"
Mark berlari terlebih dahulu agar Jaemin tak dapat melihat wajahnya yang terus menahan senyum. Ketika Jaemin menghampirinya, ia tutupi dengan menjahili Jaemin agar tawanya tak terdengar mencurigakan.
"Are you happy?"
"Yeah, I am."
Perasaan tertarik terhadap Jaemin sepertinya sudah berkembang menjadi rasa suka. Dan Mark benar-benar menyukai perasaan itu.
"Then how about you, Jaemin? You happy?"
Masih dengan senyum tertahannya, Mark menolehkan kepala untuk melihat Jaemin. Sayang sekali sepertinya ia salah mengajukan pertanyaan. Karena yang ia dapati kemudian adalah mata muram Jaemin. Seperti yang ia lihat pertama kali. Walau di satu sisi bibirnya terhias senyum kecil.
"Ya."
Usai mengatakan itu Jaemin berdiri dan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Mark melihat Jaemin yang berjalan menuju bibir pantai. Dengan kedua tangan terangkat memegang ponsel, Jaemin memotret pemandangan laut lepas.
Menyinggung pertanyaan itu mungkin masih sensitif bagi Jaemin. Sungguh Mark ingin Jaemin terbuka padanya. Tapi di setiap pertemuan mereka Jaemin selalu mengarahkan pembicaraan pada topik-topik umum.
Mark tidak ingin memaksa Jaemin. Hanya saja ketika melihat mata itu... rasanya Mark ingin meruntuhkan tembok apapun yang membatasi mereka agar ia mampu mencurahkan kepeduliannya pada pemuda itu.
Mark masih sadar kalau ia hanyalah orang baru di kehidupan Jaemin. Dan Jaemin belum memberinya jalan untuk masuk lebih dalam ke kehidupannya.
Kini Mark berdiri tepat di belakang Jaemin dengan kedua tangan yang ia tahan agar tetap berada di dalam sakunya. Ia tidak ingin keinginannya untuk merengkuh pemuda di depannya berujung membuat Jaemin tidak nyaman saat dekat dengannya.
"Kalau tahu pemandangan disini akan secantik ini di foto, udah aku jadiin tempat favorit aku dari dulu," ujar Jaemin saat menyadari Mark berdiri di belakangnya.
"Kalau gitu aku yang akan sering ajak kamu kesini," ucap Mark setengah berbisik. Selama beberapa saat ia memperhatikan wajah Jaemin dari samping telinga. Satu tangannya kemudian terulur ke depan untuk mengambil ponsel dari tangan Jaemin. Kemudian ia berpindah, berdiri di depan Jaemin sehingga ia memunggungi pemuda itu.
Mark memotret laut menggunakan ponsel Jaemin dengan mengambil dari beberapa sudut. Saat mengambil gambar yang ketiga, telinganya mendengar isakan tertahan di belakang punggungnya. Mark terdiam dan mengunci layar ponsel di tangannya.
Ia akan membiarkan Jaemin meluapkan perasaannya sendiri.
Keduanya berdiri dalam posisi itu selama beberapa saat.
***
Perjalanan pulang mereka lebih sunyi dari ketika berangkat. Beberapa kali Mark berusaha membuka obrolan dengan Jaemin, yang hanya ditanggapi secara singkat oleh pemuda itu.
Setidaknya Mark berhasil mengajak Jaemin makan siang sebelum mereka sampai di rumah Jaemin. Di warung tempat mereka mampir, Jaemin kembali bersikap periang seperti saat mereka bermain tadi. Tapi Mark merasakan lelaki itu berusaha menghindari matanya setiap kali mereka berbicara.
Saat sepeda motornya sampai di depan rumah Jaemin, Mark memutuskan untuk menuntaskan kegemasannya pada Si Pemilik Rumah. Jaemin turun dari boncengan dan mengucapkan terima kasih pada Mark. Tepat sebelum Jaemin berbalik, Mark meraih pergelangan tangan kanan Jaemin.
"Jaemin, aku tahu kamu nggak baik-baik aja. Kamu bisa mengandalkanku untuk kapanpun kamu butuh. Tolong, jangan kamu pendam sendiri."
Jaemin memandangi tangan Mark yang masih memegang pergelangan tangannya. Sama seperti ketika Mama dan Haechan mengetahui ada yang tidak beres dengannya, perasaan cemas itu datang kembali. Ia berusaha melepaskan tangannya dari Mark namun tangan pria itu justru bergerak turun untuk menggenggam telapak tangannya dan meremasnya lembut.
Hingga Jaemin memberanikan diri untuk menatap Mark tepat di mata. Bola matanya bergerak menelusuri mata bulat Mark. Tak ada yang ia temui selain ketulusan di sana. Apa Mark sungguh-sungguh dengan perkataannya? Entah mengapa semakin dalam ia mencari-cari sesuatu di mata Mark, semakin lantang suara di kepalanya mengatakan 'bantu aku!'
Tapi ia memilih untuk menahan kata-kata itu keluar dan hanya tersenyum tipis sebelum meninggalkan Mark.
***
Waktu berlalu setelah hari itu. Beberapa kali Mark mampir ke rumah Jaemin usai pulang dari kantor. Namun ia hanya dapat bertemu dengan asisten rumah tangga Jaemin yang selalu mengatakan Jaemin sedang tidak ada di rumah atau Jaemin sudah tertidur.
Pagi ini Mark sengaja berangkat lebih cepat agar bisa mampir sebelum ke kantor. Semoga saja Jaemin ada di rumah dan sudah bangun. Ketika sampai di depan gerbang rumah Jaemin yang terbuka, ia menemukan pria paruh baya bersetelan rapi hendak masuk ke dalam mobil.
"Pagi, Om."
"Pagi, cari siapa?" ucap Siwon urung membuka pintu mobilnya.
"Saya Mark, temannya Jaemin," Mark mencium tangan pria yang ia tebak adalah ayah Jaemin, "Jaeminnya ada, Om?"
"Jaemin lagi istirahat di kamar, dia sakit sejak tadi malam."
"Ayah, bekalnya ketinggalan." Mark melihat wanita yang parasnya mirip Jaemin berjalan mendekat. Sama seperti saat bertemu Siwon, ia mencium tangan wanita itu dan memperkenalkan diri sebagai teman Jaemin.
"Sayang sekali Jaeminnya masih tidur."
"Saya boleh jenguk sebentar nggak, Tante?"
"Boleh. Ayo masuk."
Mark dan Yoona masuk ke dalam rumah setelah mobil Siwon meninggalkan pekarangan. Yoona mengantar Mark ke kamar Jaemin yang berada lantai dua. Saat Yoona membuka pintu kamar, tidak ada Jaemin di atas kasur. Tapi suara air terdengar dari dalam kamar mandi.
"Tunggu sebentar, Jaeminnya lagi di kamar mandi."
Beberapa saat setelah Yoona keluar, Jaemin membuka pintu kamar mandi. Ia terkejut melihat Mark bertamu sepagi ini apalagi berada di kamarnya. Mau dikemanakan mukanya yang bengkak akibat banyak tertidur?
"Ya ampun kamu sakit nggak bilang-bilang?" Mark menghampiri Jaemin yang masih berdiri di ambang pintu kamar mandi. Jaemin diam saja saat dituntun Mark walau sebenarnya ia bisa jalan sendiri. Sakitnya hanya demam biasa akibat kehujanan dua hari berturut-turut, bukan sakit parah yang lain.
"Jaemin, sarapan dulu habis itu minum obatnya." Yoona datang membawa nampan makanan dan air putih untuk puteranya.
"Biar saya yang suapin, Tante." Jaemin menurut saat Mark menyuapkan bubur untuknya dengan telaten. Ia melirik jam di atas nakas lalu melirik Mark yang sudah berpakaian rapi dengan jaket kulit yang biasa ia gunakan berkendara ke kantor.
KenapaMark harus seperhatian ini? Ia takut harus bergantung lagi pada orang lain.
tbc
Merasa alur kemarin lambat banget setelah upload 20 chapter wkwkwk
Semoga nggak aneh .-.
KAMU SEDANG MEMBACA
It All Started with Broken Hearts
FanfictionKetika hidup yang senantiasa dipenuhi kebahagiaan perlahan mengkhianatimu, kau hanya tak terbiasa dan tak tahu bagaimana harus menghadapinya.