CW~22

856 71 10
                                    

"Selama 17 tahun hidup, gue gak pernah mikir bakal disituasi rumit kaya gini, gue bukan Abi yang bisa mengayomi istri, gue bukan Abi yang bisa ngelindungi istrinya. Gue capek sama pernikahan ini," lirih Adnan menatap Zahra yang kini memasuki lift.

 Adnan menghembuskan nafas kasar, setelahnya ia melengkah mantap, bahwa ia bisa melalui semuanya, ia memang bukan Abi Ilham tapi mengapa ia tidak mencoba seperti abinya? tentu itu jauh lebih baik daripada harus menyerah dengan keadan bukan?

 Adnan mulai menyalakan mesin motornya, seraya mencoba menetralkan rasa sesak yang masih saja menjalar dalam rongga dadanya.

"Gue gak bisa gini, gue harus sabar."

 Lain halnya dengan Zahra, gadis itu kini harus terdampar di trotoar jalan karena angkot yang pagi tadi membawanya kini mogok. Alhasil seluruh penumpang yang berada di dalamnya harus keluar.

"Sial amat si, tau gini jadinya mending nebeng Adnan aja." Nasi sudah menjadi bubur. Kalo kata orang sih begitu. kini Zahra harus berjalan menuju rumah sakit tempat dimana dia melakukan prakerin. semoga saja farmasis yang membimbingnya mau mendengarkan rangkaian alasannya nanti.

 Zahra-pun sampai dengan peluh yang menghiasi pelipisnya, kerongkongannya-pun sudah berteriak minta ditetesi air. Namun tak ada waktu untuk semua itu. Ia harus kembali berlari guna mengejar ketertinggalannya. 

"Maaf Kak, saya terlambat." Zahra menunduk, tak berani mendongakan kepalanya.

"Kamu tau ini sudah jam berapa? seharusnya kamu lebih profesional. Apa prakerin ini segitu tidak pentingnya bagimu? sampai terlambat tiga puluh menit." Zahra tertegun beberapa saat, suara itu seperti tak asing ditelinganya. Ataukah?

"Adveena Zahra Maharani, apakah lantai itu lebih menarik daripada saya," lanjutnya lagi membuat mau tak mau Zahra mendongakan kepalanya. pandangan keduanya bertemu seperti terikat antara satu dengan yang lainnya. raut terkejut jelas tergambar dari kedua orang yang kini saling terdiam. mencoba kembali mencerna apakah pertemua ini benar-benar nyata?

"Kak Farhan," lirih Zahra, laki-laki didepannya masih bergeming. 

"Kakak masih hidup?" tanya Zahra lagi, benar-benar sulit dipercaya.


 Bengkel tempat PKL Adnan siang ini terpantau sepi, tidak seperti tadi pagi yang lumayan ramai, keempat sekawan itu kini berkumpul mencoba merehatkan tubuh yang lumayan pegal karena berjibaku dengan mesin-mesin mobil, ditemani dengan se-cup kopi ditangan masing-masing.

"Abang rela banting tulang demi menghalalkan adek seorang," celetuk Gibran mencoba mencairkan keheningan.

"Abang rela menghitam seperti aspal jalan, agar skincare dan jajan adek tetap berjalan, ini kata Reyhan" lanjut Reyhan ikut menyemarakan adu quotes yang diawali Gibran

"Abang rela kerja kuli, karena ada beras yang harus dijadikan nasi dan adek yang harus diperistri," ujar Eza ikut menimpali.

"Sa ae lu kaleng rengginang." Ketiganya tertawa, hanya bertiga karena Adnan masih saja melamun tanpa mau menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Karena Adnan berfikir tak ada gunanya ia bercerita.

"Nan kalo misalnya ada masalah tuh cerita," ujar Eza mewakili kedua sahabatnya yang lain, pasalnya tak biasanya Adnan bersikap seperti ini, mereka jadi menaruh curiga dan ikut menerka-nerka apa yang sebenarnya sedang dihadapi Adnan.

 Adnan hanya tersenyum dan menggeleng membuat ketiganya menghembuskan nafas pasrah.

"Nan kalo si Zahra gak jelas, mending anak si bos aja. kayanya bisa diperjelas. gak kaya doi," celetuk Gibran. Sudah menjadi rahasia umum, jika anak pemilik bengkel ini naksir berat pada Adnan. Namun Adnan tetaplah Adnan yang acuh dan tak mau peduli kecuali menyangkut Zahranya.

 Seperti pagi ini gadis bernama Hasya itu kini datang ke bengkel, hanya untuk sekedar memberikan bekal makan siang untuk Adnan, namun Adnan lagi dan lagi menolaknya dengan halus.

"Kenapasih Kak, kok kakak, selalu nolak bekal makan siang dari aku?" ujar Hasya, kini bibirnya sudah mengerucut sebal.

"Kakak kan udah bilang dari awal gak usah bawain beginian," ujar Adnan mencoba memberi pengertian, ia tak mau Zahra berfikiran aneh-aneh tentangnya.

"KENAPASIH KAKAK GAK MAU KASIH AKU KESEMPATAN BUAT DEKETIN KAKAK!" Adnan terkesiap mendengar teriakan gadis yang masih duduk di sekolah menengah pertama itu. Ia kira hanya Lesya yang berani berlaku demikian. nyatanya? ah sudahlah.

"Udahlah dek, Adnan gak mau sama kamu, dia udah punya pacar. Pacarnya cantik banget udah gitu galak lagi, mending kamu sama Aa Gibran aja sini."

"Selagi janur kuning belum melengkung. Hasya masih bebas nikung!" Keempatnya melongo parah. mengapa hanya karena cinta orang-orang jadi gila.

"Woww .... primitif."







haiiiiiii senjaaa backkkkk

gimana buat part ini? pendek ya?

maaf ya senja jarang up;(

semoga kalian suka sama part ini

jangan lupa vote, comment, follow yaaa. biar senjaa tambah semangat


Nikah SMK [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang