~Part 10~

13.4K 1.1K 46
                                    

Happy reading

~~~~~

Hari selasa pagi, jam baru saja menunjukan pukul 6 pagi. Di kediaman keluarga Aldan. Tidak biasanya Bulbul, anak itu sudah bangun, telah beranjak dari kasur kesayangannya. Untuk pagi ini Bulbul, anak bungsu dari pasangan Winda dan Aldan itu, dengan semangat yang berkobar ia menghampiri kamar kedua orangtuanya. Gadis itu masih mengingat perkataan Aldan waktu kemarin, yang akan memasukannya sekolah.

Meskipun Memang pada dasarnya memori pada anak usia 3-4 tahun masih terbilang begitu rendah. Berbeda dengan daya ingat anak usia 7-10 tahun, mereka sudah bisa memproses memori dalam jangka panjang. Tetapi jika keinginan dalam diri seorang anak itu sudah benar-benar yakin menginginkannya, hal itu pasti akan terus teringat melekat di otak mereka walaupun usianya masih kecil.

Aldan, pria itu sudah menyelesaikan ritual paginya. Yakni membersihkan badannya, agar nanti langsung berangkat ke kantor. Namun, baru saja keluar dari kamar mandi, di kasur yang sudah ia bereskan sebelumnya tadi. Sudah di suguhi Bulbul, anaknya itu tengah berbaring di sana dengan kaki yang di pental-pentalkan ke kasur berbusa itu.

Seketika mendengar suara pintu kamar mandi itu terbuka, Bulbul, membenarkan posisi badannya menjadi duduk. Senyuman terbit menghiasi bibir tipis, merah jambu gadis itu, menatap sang Ayah.

Aldan menatap heran anaknya itu, dan berjalan terlebih dahulu menyimpan handuk yang ia gunakan tadi.

"Tumben Bul, ngapain di kamar Papa?" tanya Aldan membuka suaranya.

Bulbul beranjak menuruni kasur tersebut yang lumayan tinggi baginya. Berjalan menghampiri Aldan.

"Papa, yuk cekulah Bulbul pen cekulah," kata Bulbul, tangan kecilnya terulur menarik tangan besar Aldan.

Terlihat dari ekspresi wajah Aldan, heran, mendengar perkataan yang di lontarkan tiba-tiba anak'nya itu. "Kamu ngelindur yah Bul?" celetuk Aldan sedikit membungkukan badannya meneliti setiap inci wajah anaknya itu. "Iya, kayanya kamu ngelindur. Yuk Papa anter bobok lagi," sambung Aldan hendak menggendong tubuh anaknya itu.

Bulbul menggaruk kepalanya, menatap Aldan bingung. Dan menolak Aldan yang ingin menggendongnya. "Nyelindup apa, Papa?"

Aldan sekarang memposisikan badannya menjadi berjongkong, tangannya terulur menyentuh pipi Bulbul. Menarik pipi anaknya itu agar mendekat kemudian menggigitnya.

Bulbul seketika memekik setelah apa yang dilakukan Aldan. "AAAWWW! MAMA ATIT!"

Aldan sedikit terperanjat kaget mendengarnya. Namun setelahnya terkekeh dan menggaruk tengkuknya yang terasa gatal. "Ternyata kamu gak ngelindur."

Bulbul memegangi pipinya yang tersa lumayan nyeri, menatap Aldan dengan mata yang sudah berkaca-kaca dan tak lupa bibir gadis kecil itu mencebik. "Hikkk! Papa atit hikk!"

Aldan terkekeh kembali, tangannya terulur mengangkat tubuh anaknya itu. "Iya, maaf Papa kira kamu ngelindur," ujarnya dan mengecup pipi Bulbul yang tadi ia gigit.

"Hikk! Papa jahat! Atit! Hikk. MAMA!" ujar Bulbul, memekikan kata terakhir.

"Eh--iya iya maaf, Papa sengaja, gemes sih," sahut Aldan diiringi kekehan.

Kenzo yang kebetulan menempati kamar tepat di sebelah kamar Bulbul yang saling berhadapan dengan kamar kedua orangtuanya. Keluar berjalan melewati kamar Aldan yang terbuka lebar. Namun seketika terhenti melihat Aldan tengah menggendong Adiknya.

Kenzo mendekat, menyandarkan tubuhnya di pilar pintu kamar orangtuanya itu, bersedekap dada dengan handuk yang menggantung di lehernya.

Awalnya pas baru pertama sesosok Bulbul hadir, terselip rasa iri menyelimuti hatinya, jika melihat kedua orangtua lebih memproritaskan adiknya dari pada dirinya. Tapi tak apa ia sadar, ia sekarang sudah bangkotan. Tidak mungkin'kan Aldan ataupun Winda memperlakukan'nya sama seperti Bulbul sekarang.

BULBUL! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang