26. Pelaku
"Menurut cctv, orang yang sengaja menabrak papah anda adalah Young Mi."
Dada Suho langsung naik turun setelah mendengar apa yang barusan orang suruhannya ucapkan. Ia tak menyangka jika Young Mi lah yang menabrak papahnya dengan sengaja.
Salah satu orang suruhan Suho mengangkat telpon dari kepolisian.
"Saat dia akan menjalankan aksinya, dia sempat menelpon seseorang. Sepertinya dia mempunyai mata-mata."
"SIALAN!"
Suho sekarang muak pada perempuan itu. Entahlah, dia sudah tidak memiliki rasa suka ataupun cinta, sekarang dia membenci perempuan itu.
"Maaf tuan, tadi pihak kepolisian menyampaikan bahwa pelaku akan segera di hukum. Sidang akan dilaksanakan besok siang untuk menentukan masa tahanan pelaku."
"Baik. Terimakasih atas informasinya."
"Kalau begitu kami berdua pamit." Kedua orang itu pergi meninggalkan kediaman Suho.
Kai dan Sehun hanya geleng-geleng kepala. Mereka juga tidak menyangka jika Young Mi melakukan hal ini.
"YOUNG MI SIALAN." Suho menggeram, urat-urat di lehernya hampir keluar.
****
"Kau!" perempuan itu menunjuk ke arah Suho.
"Asal kau tau, aku melakukan semua ini untuk kedua orang tua ku."
Dia, perempuan berambut pirang kecoklatan itu sedang menjelaskan motifnya mengenai kejadian kemarin-kemarin.
Semua orang yang berada di ruangan penuh kursi itu mendengarkan penjelasan Young mi sampai selesai.
"Dulu, perusahaan orang tua ku bangkrut. Dan itu disebabkan oleh Papah mu yang serakah. Kau tau? Kejadian itu terjadi saat aku berumur delapan tahun."
"Semua aset punya orang tua ku disita. Kami bertiga terpaksa tinggal di kontrakan kecil." Perempuan itu menahan amarah yang sudah menggejolak di dadanya.
"Mereka berdua frustasi. Sampai-sampai anak satu-satunya ini mereka biarkan. Saat itu aku menangis melihat mereka berdua frustasi seperti itu, mereka berdua sampai sakit."
Setetes air mata meluncur membasahi pipi Young Mi. Tetapi itu tak membuat Young Mi berhenti menjelaskan.
"Suatu hari, ibuku menitipkanku pada tetangga sekaligus pembantu di rumahku. Beberapa jam kemudian, aku mendengar kabar bahwa kedua orang tuaku bunuh diri."
"Aku tidak terima dengan takdir yang kejam itu. Dari dulu aku bertekad untuk membunuh orang yang telah membuat orang tuaku frustasi sampai bunuh diri."
"Saat aku berumur sebelas tahun, aku mulai mencari tahu siapa orang yang membuat perusahaan orang tuaku bangkrut."
"Meskipun aku masih kecil, itu tidak membuatku untuk menunda-nunda mencari tau orang sialan yang membuat kehidupanku menjadi kelam."
"Aku bertanya pada orang kepercayaan papahku. Kebetulan saat itu anaknya satu sekolahan dengaku. Jadi, mudah bagiku untuk bertemu dengannya."
"Dia menceritakan bahwa orang yang selama ini aku cari-cari ialah papah kamu Suho! Kim Yong Ha! Lelaki sialan, biadab dan ser--"
"DIAM KAMU! PAPAH KU TIDAK SEPERTI ITU!" Suho terlanjur emosi.
"Saudara Suho, harap tenang. Biarkan saudari Young Mi menjelaskannya smapai akhir." ucap seorang hakim.
"Tapi pak, apa yang di--"
Pengacara Suho berhasil menenangkan Suho supaya lelaki itu bisa menjaga emosinya.
"Saudari Young Mi, silahkan lanjutkan."
Young Mi menatap sekilas Suho sambil tertawa hambar.
"Aku selalu mengawasi rumah lelaki sialan itu. Setiap pulang sekolah aku selalu melewati rumah dia."
"Setelah aku beranjak dewasa, aku baru mengetahui kalau ternyata lelaki sialan itu mempunyai seorang anak lelaki."
"Tidak akan aku biarkan mereka semua hidup bahagia."
"Dari awal aku sudah bertekad akan membunuh satu per satu orang yang kamu sayangi Kim Suho."
"Dunia ini tidak adil rasanya jika hanya diriku saja yang merasakan sendirian, kesepian dan hidup tanpa orang tua juga orang-orang yang ku sayang."
"Maka dari itu, dirimu pun harus merasakan apa yang aku rasakan."
"YOUNG MI SIALAN! MATI KAU SANA."
"HARAP TENANG!"
Suho terus menatap Young Mi dengan tatapan kebenciannya. Bisa-bisanya dia melakukan ini semua untuk balas dendam.
Semua kebusukan hingga status young Mi yang sebenarnya, sekarang sudah Suho ketahui.
****
Sidang telah selesai, hakim telah memutuskan bahwa Young Mi akan ditahan dalam waktu lima tahun tahanan.
Sekarang Suho berada di lapangan basket dekat taman kota. Dia menangis sendirian, dia lelah dengan dunia ini. Mengapa semua ini terjadi padanya?
Andai saja mamahnya sekarang ada di sampingnya, mungkin Suho akan memeluknya sekuat mungkin dan menangis sekencang-kencangnya.
Entahlah, Suho tidak tau keberadaan mamahnya sekarang. Ingin mencari tahu pun percuma. Semua orang seolah-olah menutupi keberadaan mamahnya.
Yang ia tahu kalau mamahnya itu selingkuh.
Jujur, Suho marah dan kecewa. Tapi di sisi lain Suho merindukannya.
Tak terasa, waktu sudah semakin sore dan Suho masih duduk di lapangan meratapi nasibnya sekarang.
Hampa, sepi dan sendiri.
Ia kembali meneteskan air matanya saat kejadian-kejadian bersama papahnya terlintas dalam bayangannya.
Lelaki itu menatap langit sore berusaha untuk tidak mengeluarkan air matanya lagi. Tanpa ia sadari ada seseorang yang mengulurkan sapu tangan padanya.
"Pakai ini."
Suho tersadar dan langsung menoleh ke arah suara tersebut.
Dia. Perempuan itu datang kembali.
"I--Irene..."
"Pipimu basah sekali, pakai saja sapu tangan ini."
Suho mengambil sapu tangan itu, "Terimakasih Ren."
Irene mengangguk kecil, setelahnya perempuan itu pun beranjak pergi dari hadapan Suho. Tapi langkahnya tertahan saat tangan Suho memegang pergelangan tangannya.
Irene menelan salivanya. Ia menoleh ke arah belakang dan menemukan Suho yang sedang tersenyum tipis dengan mata yang agak sembab.
"Irene... Kamu mau kan temani aku sebentar saja? Aku butuh seseorang di sampingku, aku butuh sandaran untuk menghilangkan kesedihan ini."
"Ma-maaf Suho, tapi aku sedang buru-buru." Irene berbohong. Jujur Irene tidak tega menolak permintaan Suho barusan, tapi dia tidak ingin rasa yang ada di hatinya ini semakin susah untuk ia hilangkan.
"Plis..."
Suho terus memohon sampai akhirnya Irene pun mau meminjamkan pundaknya untuk menjadi tempat sandaran Suho.
Lelaki itu bersandar di pundak Irene. Sial, hal ini membuat jantung Irene kembali berolahraga.
Hanya bersandar. Tidak ada pembicaraan diantara mereka berdua. Suho sibuk mengusap air matanya yang terus keluar dan Irene sibuk memandangi langit sore yang cukup indah ini.
"Terimakasih, Irene kamu sudah mau meminjamkan pundakmu untuk menjadi tempat sandaranku."
Irene hanya bergumam menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Story
RandomBerawal dari permainan truth or dare yang membuatnya harus mengencani seorang perempuan yang pertamakali ia lihat saat sedang berada di Cafe selama dua bulan. Padahal dirinya telah mempunyai seorang kekasih yang sangat ia cintai. Penasaran? Langsung...