Usai pergulatan, Aiden berbaring di sebelah Kasih dengan tubuh bersimbah keringat, membuat seprainya lembap seketika. Ia pun menutup mata, menetralkan napas supaya normal. Sedangkan Kasih, diam saja dengan tubuh lemas dan perasaan sedikit gundah.
Dua menit terlewat....
Aiden tersadar akan Kasih yang diam saja. Pria itu membuka mata hampir tertidurnya, melirik ke sebelah, pose Kasih masih sama, terlentang menatap langit-langit kamarnya.
"Kasih?" panggil Aiden lembut.
"Aiden... aku takut...," lirih Kasih, "aku gak mau kalau kamu sampai gak nikahin aku setelah kita udah kayak gini... aku gak mau kalau kamu cuma datang, lalu pergi sesukanya setelah kita udah sejauh ini...." Kasih begitu sedih dan dramatis, berujar sudah disertai air mata mengalir.
"Hei, hei," Aiden berubah tengkurap, tak lagi terlentang, "jangan menangis... iya, kamu mau kapan?" Aiden berucap begitu lembut sambil menghapus air-air mata Kasih.
"Serius, Aiden...," rengek sang wanita putus asa.
"Iya, Sayang, aku juga serius. Kamu mau kapan?" Aiden kembali lembut bertanya.
Kasih menolehkan kepala, menatap Aiden yang tengkurap tepat di sebelahnya. "Secepatnya," jawab Kasih mantap.
Aiden tersenyum lemah, lalu berbaring menyamping, meraih tubuh Kasih yang hanya tertutupi selimut itu untuk ia peluk. "Iya, nanti aku bicarakan dengan orangtuaku dan orangtuamu, ya," ujar Aiden sambil memejamkan mata, sambil menyapu-nyapu kepala sampai punggung sang wanita.
"Kamu kapan mau bilang bunda kamu kalau kita mau nikah?" Kasih bertanya pelan di pelukan Aiden.
Kasih terdengar buru-buru sekali. Aiden takut Kasih gegabah dan hanya sekadar impulsif. Namun, Aiden berusaha mengerti. Mungkin Kasih khawatir setelah melakukan semua ini. Lagi pula, Sudah sifat alami Aiden yang selalu mengalah dan pengertian terhadap wanita-wanita yang ia anggap kekasih. Dulu Cassandra, sekarang Kasih.
"Secepatnya, seperti yang kamu ingin," kata Aiden setelah berpikir beberapa detik.
"Papa kamu?"
"Kalau dia gampang."
"Aiden, jangan gitu...."
Aiden kembali membuka kelopak mengantuknya, menatap Kasih yang sedang menatapnya juga. "Nanti pasti aku bilang papaku. Tenang saja, oke?" tuturnya halus, lalu kembali memejamkan mata.
Lalu, posisi itu bertahan agak lama, membuat Aiden nyaman dan berakhir tidur sambil memeluk Kasih. Namun, yang dipeluki tak bisa ikut tidur, matanya justru terbuka lebar akibat berpikir keras. Pasalnya, Kasih sedang khawatir berlebih.
Lima belas menit pun terlewat, dengan pikiran panjang Kasih yang berkelana jauh ke mana-mana.
Bagaimana kalau dia hamil? Bagaimana kalau Aiden tidak mau tanggung jawab? Bagaimana kalau Aiden ternyata brengsek? Bagaimana kalau Aiden berbohong? Bagaimana respon keluarga dan teman-temannya jika dia hamil di luar nikah? Bagaimana, bagaimana, banyak sekali bagaimana.
"Aiden...." Kasih memanggil pelan, menepuk-nepuk tangan yang bertengger memeluki tubuhnya.
"Hng...."
"Aku mau pulang."
Aiden pun mengerjap beberapa kali, menghalau kantuk yang bergelayut di kedua mata. Kemudian, menyipit, memandangi jam dinding yang sudah menunjuk angka 10 malam.
"Aku ke kamar mandi dulu." Aiden beringsut, kemudian duduk di tepi ranjang, mengumpulkan nyawa sejenak sambil membelakangi Kasih. Menggaruk-garuk kepala dan menggerakkan tulang leher, melemaskan otot-otot sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DADDY ✔️
Roman d'amourAiden, duda anak satu yang perfeksionis, seksi, dan puitis. Selalu mencintai mantan istrinya, Cassandra. Namun, ia tak terima saat wanita itu menyelingkuhinya. Suatu hari, hadir seorang wanita bernama Kasih Asmaralokaㅡsama perfeksionisnya dengan Aid...