Jam dua pagi.
Ada yang tidak bisa tidur, tetapi bukan karena rindu, melainkan karena gugup. Menantikan sesuatu yang akan segera terjadi besok. Padahal, ini pernikahan keduanya, tetapi tetap saja ia berdebar seolah ini kali pertamanya.
Oh, maaf. Ada yang terlupa.
Pada pernikahan pertamanya, Aiden tidak gugup ataupun berdebar, sebab yang dirasa saat itu hanya sebatas datar dan pasrah. Tak ada gelora-gelora yang ingin memuncak seperti sekarang.
"Daddy...."
Aiden yang sedang melamun di sofa kamar itu langsung menengok ke arah suara. Regina memanggilnya pelan dari atas tempat pembaringan.
"Iya, Sayang? Kenapa?" Aiden berdiri dari sofa, menghampiri anaknya.
"Mau pipis." Sang putri pun bangkit dari ranjang, menggenggam tangan ayahnya sebagai pegangan, kemudian berjalan dengan langkah pendek-pendeknya menuju kamar mandi kamar.
Aiden mengikuti, menjaga sang anak sambil menunggu di depan pintu kamar mandi terbuka.
"Re, jangan tutup mata dulu." Aiden terkekeh melihat anaknya yang sedang berjongkok pipis, tetapi sambil menutup mata saking mengantuknya.
Sontak, Regina membuka kembali dua mata. Menuntaskan upacara buang airnya, kemudian keluar dari kamar mandi setelah selesai.
"Basah bajunya. Ganti dulu, ya," kata Aiden yang dibalas anggukan dari sang anak.
Aiden membukakan baju sang anak. Mengambil sepasang piama bersih dari lemari Regina, kemudian hendak memakaikan material kain itu ke tubuh putrinya.
"Daddy, Rere mau pakai sendiri. Kata Bu Guru, harus bisa pakai baju sendiri." Regina menghentikan tangan daddy-nya yang baru saja ingin memakaikan baju.
Aiden tersenyum, lalu memberikan piama itu pada Regina. Lantas, duduk manis di tepi ranjang, menunggu aktivitas anaknya yang bergerak pelan-pelan. Tersenyum menahan bahagia yang agak sulit dijelaskan. Rasa bangga dan sayang yang mengharukan. Mungkin kalian akan mengerti persis saat kalian sudah memiliki anak.
"Rere sudah makin besar, makin cantik, terus makin pintar. Perasaan baru kemarin Daddy gendong Rere kayak gini," Aiden memeragakan gaya menggendong bayi, "eh, sekarang sudah bisa pakai baju sendiri." Ia tersenyum simpul begitu manis.
Regina sedang mengancing piamanya. Dengan bentuk senyuman yang mirip dengan Daddy, ia ikut tersenyum juga, membalas senyuman sang ayah dengan perasaan berbangga.
Sudah selesai, Regina kembali naik ke atas tempat tidur, disusul ayahnya yang ikut naik juga. Langsung saja gadis kecil itu membaringkan tubuh, memeluk bantal guling sambil menghadap ayahnya yang tersayang.
"Tadi Rere udah lihat gaunnya Rere buat dipakai besok, kan?" Aiden membelai-belai rambut Regina.
"Iya, udah. Kayak princess," jawab Regina senang sekali.
"Harus, dong. Kan, Rere princess-nya Daddy, jadi Rere harus cantik besok," balas Aiden penuh senyum.
"Hihi, sama Mommy cantikan siapa, Daddy?"
"Cantikan Rere."
"Kalau sama Tante Kasih?"
"Masih cantikan Rere juga."
Regina pun terkikik riang, senang sekali mengetahui dirinya yang tercantik di mata sang cinta pertama. Mengapa cinta pertama? Karena cinta pertama seorang gadis biasanya adalah sosok ayahnya, dan Aiden adalah pria pertama yang Regina cintai sebelum kelak bertemu pria-pria lain di sepanjang hidupnya.
Aiden pun hanya tersenyum bahagia, menatap anaknya dengan penuh sayang. "Udah, jangan ketawa terus. Bobok lagi, ya. Nanti besok Rere susah dibanguninnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
DADDY ✔️
RomanceAiden, duda anak satu yang perfeksionis, seksi, dan puitis. Selalu mencintai mantan istrinya, Cassandra. Namun, ia tak terima saat wanita itu menyelingkuhinya. Suatu hari, hadir seorang wanita bernama Kasih Asmaralokaㅡsama perfeksionisnya dengan Aid...