Pukul sembilan malam lewat. Seorang ayah tengah menanti anak perempuannya selesai menonton acara TV. Melamunkan banyak hal, tapi bukan hal lucu seperti kartun yang ditonton sang putri. Yang di dalam benak adalah hal pelik, tentang masa depan, tentang pandangan anaknya nanti.
Apa yang akan Regina rasakan saat ia sudah paham semua? Namun, tak mau lama risau, Aiden memilih kembali ke alam nyata.
"Re, sudah jam sembilan lewat, lho."
Putri cantik itu menoleh, kemudian tersenyum. Ia berdiri dari karpet bulu, kemudian berlari menuju tempat ayahnya duduk.
Aiden menyambut, mengangkat tubuh mungil Regina, mendudukkannya ke atas pangkuan. Anak itu pun merebahkan badan dan menjadikan lengan ayahnya sebagai bantal.
"Belum ganti baju." Aiden menunjuk hidung kecil Regina.
"Daddy juga belum," balas Regina lucu.
Keduanya saling tersenyum beberapa waktu.
"Iya, sebentar lagi mau ganti baju," kata Aiden, memposisikan anak 5 tahunnya seperti bayi.
"Daddy…," panggil Regina manja.
"Ya?"
"Kenapa Daddy gak pernah bobok sama Mommy lagi? Dulu Daddy selalu bobok sama Mommy, peluk-pelukan kayak gini." Regina memeluk ayahnya sebagai contoh.
Aiden menelan ludah, senyumnya pudar, raut sedikit menegang. Namun, tetap berusaha menjawab tenang, "Kan, Mommy udah pindah rumah. Rere tahu, kan? Jadinya gak bisa bobok lagi sama Daddy, kan rumahnya udah beda," jawabnya lembut dan perlahan, lengkap dengan senyuman hangat.
Regina sudah tahu. Ayahnya selalu berkata begitu. Namun, tetap saja sedih merundung. Anak itu pun diam, kelihatan berpikir sambil memainkan kancing-kancing kemeja ayahnya.
"Kenapa kita gak ikut pindah juga? Biar bisa bobok sama-sama lagi." Regina bergumam lagi. Imut, tetapi membuat hati sakit.
Aiden tertegun, pikirnya Regina sudah akan berhenti bertanya. "Gak bisa, Sayang," jawabnya, memaksakan senyuman.
"Kenapa?"
Aiden diam, menyisiri rambut Regina dengan jari-jemarinya. Menahan semua penjelasan pada lidahnya.
"Daddy... kenapa?" Anak itu merengek.
Seumuran Regina begini, tingkat keingintahuan memang sangat tinggi. Apalagi, menyangkut kebiasaan yang sering ia lihat tapi tak pernah terlihat lagi.
"Gak boleh lagi, Nak. Daddy gak boleh bobok sama Mommy lagi," ujar Aiden sekenanya.
Regina menatap wajah Aiden, berusaha mencerna, memahami sesuatu yang belum perlu ia paham. Apa Daddy terluka? Apa Mommy terluka? Ada apa dengan orangtuanya?
"Daddy marahan ya sama Mommy?" Wajah Regina mulai sendu, suaranya mengecil dan semakin manja, membuat Aiden kian tak tega.
Iya, sangat. Aiden luar biasa marah pada ibunya Regina itu. Namun, gelengan tetap dibuat dan kembali tersenyum. "Enggak, Sayang," sangkalnya.
"Daddy sayang kan sama Mommy?"
Ya Tuhan, sulit sekali bercakap dengan bocah lima tahun dalam dekapannya ini. Lebih sulit dari melayani klien-klien yang banyak mau dan banyak protes.
KAMU SEDANG MEMBACA
DADDY ✔️
RomantizmAiden, duda anak satu yang perfeksionis, seksi, dan puitis. Selalu mencintai mantan istrinya, Cassandra. Namun, ia tak terima saat wanita itu menyelingkuhinya. Suatu hari, hadir seorang wanita bernama Kasih Asmaralokaㅡsama perfeksionisnya dengan Aid...