[1] Saudara Kembar

244 16 94
                                    

1 | Saudara Kembar

Suasana tak mengenakkan. Kilatan amarah terpancar dari segala pasang mata yang ditujukan pada seorang gadis berambut hitam panjang di hadapan mereka. Kesunyian tak berlangsung lama tapi tetap terasa mencekam. Ruang kepala sekolah yang rapi menjadi latar penghakiman mereka.

Pemilik bola mata coklat menatap dengan penuh kekesalan. Di hadapannya tertata beberapa dompet beserta uang dalam jumlah besar yang menjadi pokok permasalahan.

"Bapak kepala sekolah yang terhormat, anak saya sudah kehilangan uang jajannya sejak beberapa hari yang lalu. Dia memang masih bisa meminjam uang temannya untuk mengisi perut, tapi kejahatan dimulai sejak muda. Saya juga tidak yakin akan terus membiarkan anak saya bersekolah di sini jika ada murid seperti ini di sekolah anda. Saya akan menuntut sekolah ini dan tidak memberikan uang sumbangan lagi," tukas seorang wanita berbadan gempal dengan tas bermerek.

"Anak saya juga mengeluh kehilangan uang. Apakah sekolah ini tempat mendidik pencuri? Kalau saja hari ini kami tidak datang dan meminta inspeksi, uang semua murid akan jatuh pada si pencuri," tambah wanita kurus dengan bibir tipis. Tatapan tajamnya ditujukan pada gadis yang duduk terdiam dalam kekesalan.

Ara nama gadis itu. Terduduk terdiam tanpa suara adalah perintah tersirat oleh sorot mata para ibu-ibu yang mengajukan protes. Tapi, hei, rasanya tak adil apabila mereka saja yang berdemonstrasi, ketika Ara juga adalah "korban" dari peristiwa ini.

Raibnya uang jajan merupakan kasus yang memang sempat terdengar di sekolah ini. Namun tingkat keseringan dan jumlah korban tidaklah banyak. Kebanyakan korban tidak melapor karena uang yang raib hanya uang receh menurut ukuran orang kaya, yang per harinya menerima uang jajan di atas seratus ribu. Selain itu, melapor juga takkan ada gunanya. Para guru tentu akan membalikkan kesalahan pada murid karena tidak menyimpan uang dengan baik.

Namun belakangan ini, pencurian besar-besaran terjadi pada mayoritas murid. Uang yang diambil pun tak hanya recehan, melainkan semua yang dapat disebut uang. Masalah besar ini terjadi selama beberapa hari dan membawa para orangtua untuk meminta pertanggungjawaban pihak sekolah.

Sekolah mengadakan inspeksi besar-besaran pada semua murid. Alhasil, ditemukan dompet beberapa murid di dalam tas seorang murid bernama Ara. Ara tak tahu menahu tentang hal ini. Uangnya tidak pernah dicuri dan semua uang curian ada di dalam tasnya.

"Si pencuri sengaja," pikirnya. Tangannya mengepal ketika sebuah nama terbersit di dalam otaknya. Ketika ia dibawa ke ruang kepala sekolah dan duduk di hadapan ibu-ibu yang marah, dia mengutuk seseorang dalam hati.

Kemarahan para ibu yang semakin jadi membuat kepala sekolah harus menutup pertemuan itu dan melanjutkanya di kemudian hari. "Kami, dewan guru, akan berdiskusi untuk hukuman Ara. Kami akan memberikan sanksi yang tegas. Karena itu, saya berharap ibu-ibu bisa mempercayakannya pada kami," bujuk kepala sekolah.

Para ibu itu keluar dengan kekesalan yang masih menumpuk di hati. Senja telah tiba setelah tiga jam omelan mereka berkeliaran dalam ruang kepala sekolah. Ara juga dibiarkan pulang ke rumah. Bel pulang sekolah sudah berbunyi satu jam yang lalu. Karena itulah, lorong tak menunjukkan batang hidung siapapun.

"Baguslah. Gue pasti dibenci," decak Ara. Gadis ini berada di kelas 1 SMA. Baru berada di tengah semester pertama, ia sudah dituduhkan atas sebuah kejadian yang tak dilakukannya. "Padahal gue pengin kehidupan SMA yang damai dengan banyak teman. Sekarang, sih, udah nggak bisa lagi."

Sebuah sosok muncul dari balik pintu. Kehadirannya mengagetkan Ara. Namun ekspresi itu segera digantinya menjadi kekesalan. Gadis di hadapannya memiliki paras yang sama persis dengan dirinya. Rambut hitam panjang, bola mata coklat, tinggi, dan senyum yang serupa.

AraBella [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang