Part 14 : Seminggu Sekali (21+)

11K 626 55
                                    

Drrt... Drrt...

Getaran ponsel menyambut Dimas waktu dia keluar dari kamar rawat terakhir yang harus di-follow up. Sambil tersenyum sopan ke Juni, suster yang mengikutinya untuk follow-up, Dimas merogoh saku celananya dan menemukan nama Mama mertuanya di layar ponsel.

"Halo, ada apa Ma?" tanya Dimas sambil berjalan ke nurse station untuk melengkapi rekam medis pasien.

"Begini Dimas, kamu pasti sudah tahu kalau Brisia mau Liam tinggal sama kalian. Mama minta tolong ke kamu, boleh? Buat kasih pengertian ke anak itu kalau Liam sebaiknya tetap tinggal di rumah kami."

Dimas menipiskan bibir untuk berpikir sejenak sebelum memberi pendapatnya. "Ma, sebenarnya Dimas nggak keberatan juga kalau Liam tinggal sama kami," katanya jujur.

Liam tidak seperti anak seusianya yang bisa bebas pergi ke sekolah dan bermain sampai larut. Dia harus menghabiskan masa kecil untuk melawan kanker yang menyerang sel darahnya. Itu sebabnya Dimas sangat ingin merawat Liam.

"Dimas, Mama tuh yakin kamu bisa jaga Liam. Tapi kalau si Brisia itu, Mama ragu. Mama takut dia kecapean dan malah sakit. Jadwal dia sekarang juga lagi padat-padatnya, kan. Tolong ya Dimas kamu kasih pengertian ke dia. Mama berharap banyak sama kamu."

Dimas menghembuskan napasnya. Belum sempat dia memberikan pendapat, mertuanya itu sudah bicara lagi. "Kalau dia masih ngeyel, bilang ke dia Liam boleh tinggal sama kalian. Tapi ditukar sama cucu."

"Cucu?!" seru Dimas yang otomatis membuat semua perawat di nurse station menatapnya. Sadar dia sudah menjadi pusat perhatian, Dimas tersenyum sopan lalu memelankan suaranya.

"Ma, kami-"

"Pasti Brisia kan yang minta kamu buat nunda punya anak dulu. Dia itu selalu menghindar setiap ditanya soal cucu. Alasannya banyak banget. Mama mau tanya. Kalian nggak ada masalah, kan?"

"Eng.. nggak ada, Ma," jawab Dimas setengah berbisik.

"Mama yakin, kamu pasti mau punya anak. Orang ngurus anak orang lain kamu bisa, nggak mungkin ngurus anak sendiri nggak mau. Iya, kan Dimas?"

Dimas menghela napas setela tertohok ucapan mertuanya. "Iya Ma. Dimas bisa ngurus banyak anak," jawab Dimas pasrah.

"Oh, jadi kalian sudah rencana mau punya banyak anak? Kenapa nggak dimulai dari sekarang bikin-"

"Ma, Dimas lagi ada pasien. Dimas tutup dulu ya," potong Dimas yang langsung diiyakan oleh mertuanya karena sungkan sudah mengganggu pekerjaan menantunya.

"Lagi ditanya soal momongan ya, Dok?" tanya Juni yang sedang duduk di hadapan Dimas.

"Begitulah. Tahap selanjutnya dari pernikahan ya ditanya kapan mau punya anak," jawab Dimas ambil menulis rekam medis pasien yang harus dia lengkapi.

"Orang tua zaman sekarang memang begitu. Padahal punya anak itu bukan masalah waktu, tapi masalah kesiapan, ya kan dok?" Dimas menatap Juni sambil terkekeh. Pertanyaan ini terus terngiang di kepalanya sambil tangannya menggores tinta di atas kertas.

Apa dia sudah siap untuk punya anak? Jawabannya tentu saja dia sudah siap. Seperti kata mertuanya, ngurus anak orang lain bisa, apalagi ngurus anaknya sendiri nanti. Masalahnya, proses pembuatan anak itu yang tidak bisa Dimas lakukan.

***

Ruang apartemen yang temaram membuat Dimas yakin malam ini tidurnya akan tenang tanpa kehadiran Brisia. Akhir-akhir ini istrinya itu lebih sering nginap di rumah orangtuanya untuk menghabiskan waktu bersama Liam. Sekarang Dimas percaya Brisia benar-benar menyayangi anak itu. Bukan hanya dari mulutnya saja, tapi Dimas bisa melihat bagaimana Brisia selalu meluangkan waktunya untuk menemani Liam.

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang