Part 19 : Overthinking

5K 479 30
                                    

Dimas menatap jam dinding di kamarnya sekali lagi. Lima menit lagi pukul dua dini hari dan Brisia belum pulang. Semua panggilan teleponnya tidak dijawab. Semua chat WA pun tidak dibaca. Kenapa sih Brisia harus merajuk seperti ini.

Satu hal yang baru Dimas sadari. Meskipun Brisia adalah istrinya, tapi dia tidak begitu mengenal istrinya itu. Seperti sekarang, Dimas tidak tahu harus menghubungi siapa untuk menanyakan keberadaan istrinya.

Nomor telepon manajer dan kru wanita itu tidak ada di kontak Dimas. Apalagi sahabat-sahabatnya. Dimas tidak tahu. Tidak mungkin juga dia menelpon orang tua Brisia untuk bertanya. Yang ada, kedua orangtua istrinya itu malah mencerca dengan berbagai pertanyaan tentang masalah mereka.

Dimas menggeser layar ponsel saat sebuah ide muncul di kepalanya. Wanita itu cukup aktif di instagram, sosial media yang jarang digunakan Dimas. Dia juga membuat akun di aplikasi itu hanya untuk ikut-ikutan Feli dulu.

Profil instagram Brisia sudah terbuka. Memunculkan nominal followers yang belakangnya sudah dilabeli huruf M. Ini bukan kali pertama Dimas meng-stalker Brisia, dia sudah beberapa kali membuka profil wanita itu. Namun sekarang, dia baru sadar. Satu-satunya foto mereka berdua hanya saat acara pernikahan.

Ting Tong!

Tangan Dimas berhenti sejenak saat bel pintu apartemennya berbunyi. "Brisia?" gumamnya sambil bergegas menuju pintu apartemen.

Kemunculan Brisia yang sedang dirangkul Cello otomatis membuat matanya memicing. "Bang, istri lo mabuk," ujar Cello yang perlahan menarik tangannya dari pinggang Brisia.

Kesadaran Brisia tidak seratus persen habis. Hanya langkah kakinya yang tidak stabil, tapi dia cukup tahu diri untuk tersenyum ke Cello. "Thanks udah nganterin gue," ucap Brisia lalu berjalan lunglai ke dalam apartemen.

"Makasih ya Cel, udah anter Brisia pulang," ujar Dimas sebelum menutup pintu apartemen. Tangan Cello cepat menahan gagang pintu sebelum menutup sempurna.

"Bang, jangan menyianyiakan orang yang cinta sama lo demi orang yang nggak mungkin bisa lo miliki." Kedua alis Dimas terangkat kaget. "Lo udah tahu gimana rasanya mencintai orang yang nggak mungkin bisa lo miliki. Itu juga yang Brisia rasakan sekarang."

Cello menarik tangannya dari gagang pintu. "Bedanya, lo masih bisa bikin dia bahagia kalau lo lupain Mbak Feli dan coba untuk mencintai istri lo. Semua masih belum terlambat. Bisa jadi, Brisia sumber kebahagiaan lo, bukan Mbak Feli."

Satu tangan Cello terangkat untuk pamit. Tanpa menunggu balasan dari Dimas, dia berbalik menuju lift. Di dalam ruang persegi itu, kepalanya menunduk sambil memutar kembali kesedihan Brisia tadi. Rasanya Cello tidak bisa tinggal diam melihat mantannya itu menangis seperti tadi.

***

Saat pintu kamar terbuka, Dimas disambut oleh tatapan super kesal dari Brisia. Wanita itu duduk di depan meja rias sambil mulai membersihkan wajahnya yang terlihat kacau.

"Bersihkan tubuh kamu lalu tidur," ujar Dimas lalu masuk ke dalam selimut.

"Masalah kita belum selesai, kalo kamu lupa." Brisia mengambil makeup remover-nya lalu mulai membubuhkan benda cair itu di atas kapas.

"Kamu sendiri yang marah-marah dan nggak mau dengerin aku," balas Dimas sambil berusaha untuk menutup matanya.

"Aku pergi karena kesal sama kamu!" Brisia mulai menghapus makeup-nya yang sangat berantakan. Karena Dimas tak juga membalasnya, matanya melirik melihat apa yang dilakukan Dimas lewat pantulan kaca. "Lebih enak tidur di kasur apartemen dari pada di rumah sakit, kan?" sindir Brisia. "Tapi di rumah sakit ada suster cantik. Kalau di apartemen nggak ada," cibirnya

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang