Part 16 : Kehadiranmu

5.4K 528 37
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Dimas mengernyit saat nama istrinya muncul di layar ponsel. Sebelum menggeser tombol hijau di sisi kanan layar, dia terlebih dahulu memakai hand rub di kedua tangannya. Sebuah decak kesal keluar dari mulutnya sebelum menempel ponsel itu ke telinga.

"Kenapa?" tanya Dimas langsung.

Sudah tiga hari perempuan itu tidak pulang ke apartemen dan memilih menginap di rumah orangtuanya. Jika bisa ditebak, pasti sekarang dia menelpon karena ada perlu sesuatu. Atau mungkin dia merindukan suara Dimas?

Dimas tidak peduli dengan kemungkinan yang terakhir. Dia toh santai saja Brisia tidak mengusiknya selama tiga hari belakangan. Mungkin Dimas harus berterima kasih kepada Liam karena sudah menjauhkan Brisia dari kehidupan Dimas.

"Dimas... hikz... aku di rumah sakit."

"Rumah sakit? Kamu kenapa?" Dimas sontak berdiri dari tempat duduknya. "Brisia, kamu kenapa? Kenapa nggak bilang ke aku kalau kamu sakit?" tanyanya tidak sabar.

"Bukan aku. Liam, Dim." Sebuah isak keluar dari mulut Brisia. "Liam kondisinya memburuk," jawab Brisia lemah.

Tanpa Dimas sadari bahunya sedikit meluruh mendengar jawaban Brisia. "Kamu di mana? Aku ke sana sekarang."

"Aku di rumah sakit kamu. Di ruang IGD. Kalau kamu masih ada pasien, nanti-"

"Aku ke sana sekarang." Sebelum menutup panggilan teleponnya Dimas berkata lagi. "Tenangkan diri kamu. Jangan nagis karena itu akan buat Liam sedih. Oke?"

"Nggak bisa..." rengek Brisia.

Tanpa menunggu lebih lama, Dimas segera mematikan panggilan telepon dan berlari menuju ruang gawat darurat. Wajah cemasnya membuat beberapa orang bertanya, tetapi Dimas tidak menjawab satu pun pertanyaan itu.

Entahlah. Dia tidak tahu kenapa rasa cemas ini muncul setelah menerima panggilan dari Brisia. Apakah dia mencemaskan kondisi Liam yang sedang di tangani oleh dokter berpengalaman di ruang emergency, atau kondisi Brisia?

Dimas mendapatkan jawabannya saat dia tiba di depan ruang gawat darurat. Matanya menatap Brisia yang sedang menangis tersedu di kursi tunggu. Mata mereka beradu pandang sekilas sebelum Dimas beralih membuka pintu IGD dan mencari keberadaan Liam.

***

Dimas menatap Brisia yang tertidur pulas di sampingnya. Pukul dua malam dan perempuan keras kepala itu baru mau pulang dari rumah sakit. Itupun karena dia sudah tertidur di depan ruang rawat inap Liam dan Dimas terpaksa harus menggendongnya ke mobil.

"Aku rela ada di posisi Liam. Kenapa harus dia yang alami semua ini?" ujar Brisia untuk kesekian kali dalam tangisnya.

Dimas susah payah memilih kata-kata yang tepat untuk menjelaskan kalau kondisi Liam tidak baik-baik saja. Anak itu sudah dua kali itu kemoterapi dan sel kanker semakin menggerogoti tubuhnya. Parahnya lagi, infeksi parah terjadi di seluruh tubuh lemahnya.

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang