Part 30: Anak Feli

4.4K 361 16
                                    


"Brisia, kamu lapar?" tanya Dimas hati-hati.

Brisia memalingkan wajahnya ke samping. Alarm di kepala Dimas berbunyi nyaring memberi peringatan kalau perang kali ini tidak akan mudah.

"Kalau kamu lapar kasian anak kita dong. Dia kelaparan juga nanti," pancing Dimas lagi.

"Kita mampir beli makan siang dulu ya. Kamu mau makan apa?" tanya Dimas tidak mau menyerahsambil menyetir mobilnya.

"Aku sudah makan. Kalau belum, mungkin aku sudah pingsan tadi lihat tangan suami aku di pundak cewek lain," sinis Brisia.

Mendengar suara istrinya, bibir Dimas sedikit tersenyum. Dia lebih suka Brisia yang marah-marah daripada diam tanpa suara seperti tadi. Kalau dari nol sampai seratus, bisa dibilang angka kemarahan Brisia kali ini delapan puluh lima lah. Masih bisa dibujuk.

"Kalau gitu kita mampir beli es krim, gimana? Kemarin kamu bilang mau minum es krim, kan?" Dimas masih belum menyerah. Dia tahu Brisia sedang marah besar padanya. Jadi, sudah menjadi tugas berat untuk membujuk istrinya lagi.

"Kamu pikir aku anak kecil yang bisa kamu bujuk dengan es krim."

Dimas mengatup bibirnya rapat-rapat. Sepertinya, apapun yang akan dia ucapkan akan salah di mata Brisia. Lebih baik dia diam dulu untuk saat ini.

"Kenapa udah diam? Habis cara buat bujuk aku?"

Dimas menghembuskan napas pasrah. Bahkan diam pun salah.

"Iya. Aku baru tahu kalau istri aku susah buat dibujuk," balas Dimas.

"Aku juga baru tau kalau kue ulang tahun yang aku kasih ke kamu diberikan ke perempuan lain." Brisia menatap sinis ke arah suaminya. "Sudah tahu aku susah dibujuk, kenapa masih coba-coba bikin masalah?"

Dimas menatap Brisia tidak percaya. "Kamu juga tahu kalau kita berdua nggak bisa menghabiskan kue itu. Nggak ada salahnya aku bagi-bagi ke staf aku dong."

Kali ini Brisia yang terdiam. Jangan pikir Dimas sudah merasa lega karena menang adu mulut. Dia tahu ini hanya sementara karena Brisia bisa dengan mudah mengalahkannya lagi.

"Kamu memang nggak salah. Yang salah itu kamu kasih kue yang aku kasih ke perempuan lain. Mana pake pegang-pegang di pundak lagi. Kamu pikirin dong perasaan aku."

"Kita berdua tahu kalau kue itu nggak akan habis, Brisia," tekan Dimas.

"Oke, masalah kue nggak papa. Tapi kenapa kamu harus pegang-pegang pundaknya dia?" Brisia bersedekap menatap Dimas dengan mata semakin memicing tajam. Yang ditatap memilih untuk fokus menatap jalanan.

"Tangan aku di pundak Vina nggak sampai lima detik."

"Mau tiga detik kek, satu detik kek. Intinya tangan kamu di pundak dia. Udah diam aja nggak perlu ngebantah," omel Brisia.

Dimas mengatup mulutnya rapat-rapat sampai di apartemen. Lebih baik dia menurut. Dengan begini emosi Brisia bisa reda dan dia bisa fokus menyetir daripada memikir balasan untuk ucapan Brisia.

***

"Sabun mandi aku kamu pake ya?" Dimas keluar dari kamar mandi dengan sebotol kosong sabun mandi di tangannya.

"Udah pelit ya sama istri sendiri?" sindir Brisia masih dalam mode merajuk. Padahal sudah seminggu sejak tangan Dimas menepuk pundak Vina, tapi istrinya masih marah-marah tidak jelas.

"Aku nggak marah kamu pakai sabun aku, tapi kalau udah mau habis kamu bilang biar aku bisa beli sebelum kosong begini." Dimas berjalan mendekati ranjang Brisia sambil menunjukkan botol sabunnya yang sudah habis.

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang