Part 3 : Pengaruh Buruk

6.7K 570 11
                                    

"Dimas, badan aku masih sakit semua karena ulah kamu semalam," celetuk Brisia yang sukses membuat semua kru yang sedang lalu lalang berhenti. Termasuk Dimas juga tentu saja.

Brisia berjalan ke depan Dimas dengan wajah yang dibuat sedang menahan nyeri. "Kamu tega-"

"Semalam itu bukan yang pertama kalinya buat lo. Jangan berlebihan," balas Dimas tajam. Dia berjalan melewati Brisia tapi baru beberapa langkah wanita itu malah memeluknya dari belakang.

Ugh! Harga diri Dimas sudah tidak bersisa lagi di studio sepupunya ini. Dipandang belasan orang sedang dipeluk Brisia seperti ini tidak pernah ada dalam bayangan Dimas. Kenapa sih perempuan ini selalu melibatkan Dimas untuk menjadi pemeran di drama kehidupannya.

Dimas menghembuskan napas dan bersumpah tidak akan datang ke sini lagi, kecuali perlu-perlu banget. Mukanya sudah tidak tahu harus ditaruh di mana sekarang. Yang perlu dia pastikan saat ini tidak ada yang mengangkat kamera dan memotret mereka.

Sekuat tenaga Dimas melepaskan tangan Brisia dari perutnya sampai wanita itu meringis. "Lo biasa kayak gini sama mantan lo? Murahan banget!" hina Dimas.

Tangan Brisia yang ada di perutnya terlepas. Menimbulkan desiran tidak enak di dada Dimas. Apa dia sudah keterlaluan? Tapi setidaknya kata-kata kasarnya berhasil melepas pelukkan perempuan itu.

Brisia menggenggam sebelah tangan Dimas lalu berjalan ke depan dengan senyum lebar. Dimas jadi menyesal sudah berpikir kalau kata-katanya keterlaluan tadi. Buktinya, wanita ini tampak tidak tersinggung.

"Kalau aku bilang, nanti kamu malah cemburu, Sayang. Jangan bahas-bahas mantan lagi, ya."

Dimas menarik tangannya kasar. "Gue minta sekarang lo menjauh dari gue."

"Cuma sekarang? Oke. Bukan masalah. Sampai ketemu lagi, baby," ujar Brisia. Wanita itu sudah memajukan tubuhnya untuk mengecup pipi Dimas ketika Dimas dengan cepat bergerak mundur.

"Woah, lelaki siaga. Tipe aku banget," ujarnya lalu berjalan pergi menuju salah satu studio.

***

Tangan kanan Dimas sudah menarik handle pintu mobil ketika dia menatap satu tangannya lagi. Sebuah umpatan keluar dari mulutnya ketika menyadari ada yang dia lupakan tadi. Berurusan dengan Brisia memang membuatnya cepat tua. Buktinya, sekarang dia mulai pikun.

Dimas beralih membuka pintu belakang mobil lalu meletakkan bingkai foto milik Brisia. Daripada dia harus kembali dan bertemu dengan wanita penggoda itu, lebih baik dia membawa pulang foto itu. Toh, gudang di apartemennya cukup untuk menampung bingkai foto itu.

Bunyi nada dering di saku Dimas membuatnya tidak jadi menjalankan mobil menuju apartemen. "Ya, Ma," jawab Dimas sambil menebak apa yang akan diutarakan Mamanya.

"Betul kata Papa kalau semalam kamu sama Brisia?"

Kedua bola mata Dimas memutar kesal. Kenapa nama Brisia tidak bisa pergi dari hidupnya barang sejam saja?

"Semalam kan acaranya ulang tahunnya Dion. Ada Dion juga sama sepupu yang lain," jawab Dimas diplomatis.

"Maksud Mama, kamu tadi malam sampai tadi pagi sama Brisia?" Kernyitan tidak menyenangkan muncul di dahi Dimas ketika mendengar ini.

Dia menimbang-nimbang apakah dia harus bohong atau tidak. Kalau dia bohong, masalah tidak akan terlalu rumit, tapi bisa juga Mamanya sudah tahu yang sebenarnya. Kalau dia jujur, tentu saja Mamanya akan minta dia dan Brisia segera menikah. Ugh, dasar boomer!

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang