Part 25 : Lupa Bikin Vlog

4.6K 370 5
                                    


Brisia menutup matanya kuat. Dia tidak berani melihat berapa garis yang akan muncul dari benda yang sedang dia genggam erat. "Ya Tuhan, gue takut," gumam Brisia dengan nada bergetar.

"Gimana kalau gue hamil? Gue harus gimana?" cicit Brisia sambil meremas testpack di tangannya dengan mata tertutup.

Tok.. Tok..

"Brie, sudah?" tanya Dimas dari luar. Karena tidak kunjung ada jawaban, Dimas akhirnya memutuskan membuka pintu kamar mandi. Dia khawatir terjadi sesuatu di dalam sana karena tidak ada sahutan sama sekali.

"Hei, kenapa?" Pertanyaan ini muncul spontan saat melihat Brisia memejamkan matanya erat di depan cermin. Mata Dimas beralih ke testpack di tangan Brisia yang di genggam erat. "Kamu sudah lihat hasilnya?"

Gelengan kaku dari Brisia membuat Dimas mendekat. Dia tahu Brisia sedang tidak baik-baik saja karena satu tangan Brisia terus meremas tangan yang menggenggam testpack. "Aku takut lihat hasilnya," cicit Brisia.

Dimas menatap Brisia lalu tersenyum lega. "Aku kira kamu lagi nahan sakit." Dimas menarik kedua tangan Brisia. Perlahan, jemari dengan nail polish lilac itu mengendur hingga Dimas dapat mengambil testpack dari tangan Brisia. "Biar aku yang lihat kalo kamu nggak sanggup."

Selama sedetik Brisia menahan napasnya. Menunggu jawaban dari Dimas. Hingga lengan Dimas terasa mendekapnya.

Kedua mata Brisia otomatis terbuka saat merasakan pelukkan erat Dimas. "Terima kasih Brisia. Terima kasih," seru Dimas penuh semangat. Cukup membuat Brisia tahu hasil dari si benda pipih yang sejak tadi dia remas.

"Kamu akan akan jadi seorang Ibu dan aku aku seorang ayah. Kita akan jadi orang tua" ujar Dimas dengan nada bahagia.

Tubuh Brisia serasa disiram air dingin. Badannya mendadak kaku mendengar berita ini. Hanya jantungnya yang terus bergerak serasa memukul dadanya keras. Di dalam perutnya ada satu nyawa lagi.

Apa yang harus dia lakukan?

Pelukkan Dimas melonggar hingga Brisia dapat melihat wajah bahagia Dimas. Napasnya terasa sesak karena dia tidak pernah melihat Dimas sebahagia ini sejak bertemu dengannya.

Ini pertama kalinya Dimas terlihat sebahagia itu menatap Brisia.

Untuk pertama kalinya Dimas tersenyum lebar menatapnya.

Tanpa terasa setetes air mata mengalir di pipi Brisia. Dia ingin terus melihat senyum bahagia Dimas seperti ini. Senyum yang muncul karena dirinya sendiri bukan karena orang lain.

"Kamu terlalu bahagia sampai nangis gini?"

Tangan Dimas belum sempat menghapus air mata Brisia karena lengan Brisia sudah menariknya ke dalam pelukkan yang begitu erat. "Aku janji. Aku akan jaga dia. Apapun yang terjadi. Bahkan jika harus mengorbankan segalanya," ujar Brisia ditengah isaknya.

Dimas mendorong Brisia pelan untuk melonggarkan pelukannya. Kedua tangannya terangkat untuk menghapus jejak air mata di pipi Brisia. "Jangan ngomong gitu. Bukan cuma kamu, tapi kita. Kita akan jaga dia sama-sama. Oke?"

Senyum lebar di wajah Dimas masih belum hilang. Mata Dimas yang menatap Brisia begitu lembut membuat Brisia mengangguk lalu memeluk Dimas kembali. "Aku nggak tahu harus ngapain kalau hamil, Dim. Aku bingung."

Tawa renyah Dimas terdengar. Tubuhnya bergetar di pelukkan Brisia yang sudah terurai karena kesal. "Katanya kita mau jagain dia sama-sama tapi aku nanya gini malah diketawain."

"Oke. Maaf. Besok kita periksa ke dokter buat pastikan. Sekarang kamu istirahat dulu."

Dimas mengajak Brisia kembali ke kamar. Kedua tangannya mendorong pundak Brisia pelan.Tapi yang di dorong malah berhenti tiba-tiba. "Astaga, aku lupa!"

"Lupa apa?"

Brisia berbalik menatap Dimas dengan wajah kesal. "Harusnya aku tuh bikin vlog dan lihat reaksi kamu pas tau hasilnya apa. Karena gugup jadi kelupaan deh."

"Oh, cuma itu."

"Itu nggak cuma Dimas. Itu bisa trending dan adsense-nya bakalan banyak banget. Semua orang bakalan ngomongin aku dan iklan endorse aku bakalan naik pasti."

Dimas menghembuskan napasnya. "Dan kamu akan kelelahan," tutup Dimas lalu menarik Brisia ke tempat tidur.

"Nggak semua hal harus di posting. Sewajarnya saja. Kalau nggak bisa, ya jangan dipaksa. Lagi pula, aku masih bisa bayar biaya bersalin kamu dan biaya anak kita sampai dia kuliah nanti. Kamu nggak perlu bikin sensasi lagi untuk jadi pusat perhatian. Jadi Brisia istrinya Dimas yang apa adanya saja."

Mendengar Dimas mengatakan semua ini membuat dada Brisia menghangat. Dimas yang perhatian ternyata bisa membuat dadanya serasa meledak. Dia bahkan masih berharap kalau ini nyata bukan mimpi.

"Sejak kecil, aku selalu diperhatikan seisi rumah. Karena aku lemah dan paling bungsu. Apapun pokonya harus aku yang paling utama. Nggak pernah ada yang mengabaikan aku." Brisia menghembuskan napasnya. "Intinya, aku terbiasa menerima perhatian berlebih dari seisi rumah."

"Menurut aku itu masih wajar karena anak bungsu biasanya mendapat perhatian lebih."

Brisia tampak berpikir lalu seperti mendapat beberapa bukti dia menatap Dimas lagi. "Waktu acara tunangan Mas Gilang, aku nggak muncul karena mager, tapi mama nggak marah. Malah dia nemenin aku terus dan cuma hadir sebentar di acara Mas Gilang." Brisia menghembuskan napasnya lagi. "Itu hanya sebagian contoh kecil gimana aku selalu di nomor satukan."

"Semua orang pasti ingin diperhatikan. Ada juga yang senang jadi pusat perhatian. Dan setelah dewasa, aku jadi berpikir. Sikap caper aku yang berlebihan ini mungkin karena Mama dan Papa terlalu memanjakanku sejak dulu."

Dimas tersenyum tipis. "Baguslah kalau kamu sudah sadar. Itu artinya, kamu harus berubah jadi lebih baik." Dimas menyentil pelan ujung hidung Brisia lalu bangkit berdiri.

"Loh, mau ke mana?" tanya Brisia setengah panik.

"Beli makanan. Perut kamu perlu diisi."

"Loh, kan udah ada isinya," canda Brisia sambil mengusap perutnya.

Dimas hanya menggelengkan kepalanya lalu berjalan keluar. 

.

.

.

17/5/22

Jangan lupa vote dan comment untuk part ini. Di share juga ke teman-teman yang lain agar  semakin ramai yang baca.

.

Instagram : __bels & belindavirginia

Twitter : belindanangoy

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang