Part 7 : Rencana Terakhir

5.5K 491 21
                                    


Dimas mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas setir sambil menatap rumah Dion yang juga menjadi tempat tinggal Kakek Ronny. Gerakan stereotipik ini selalu dia lakukan jika sedang berpikir serius atau mempertimbangkan sesuatu. Satu hal yang tidak dia sadari, gerakan itu juga muncul jika kecemasannya sudah berlebihan.

Seperti sekarang, dia punya dua pilihan. Masuk ke dalam rumah Kakek dan bilang kalau dia tidak mau menikah dengan Brisia atau pulang dan terpaksa menikah besok. Pilihan yang sulit jika mempertimbangkan kesehatan kakek.

"Argh! Gara-gara Brisia gue harus mempertaruhkan nyawa Kakek!" umpat Dimas.

Kakek Ronny sudah berusia Sembilan puluh tahun. Usia lanjutnya ini yang menjadi pertimbangan Dimas. Bagaimana kalau Kakek tiba-tiba kena serangan jantung karena Dimas bilang tidak mau menikah dengan Brisia?

Dia pasti langsung dicoret dari daftar keluarga. Dibuang dari keluarga Kartanegara. Sekaligus dicemooh orang-orang sebagai cucu durhaka.

Namun, setelah berbagai upaya untuk mengagalkan penikahanya dilakukan, ini pilihan terakhirnya. Dia sudah mencoba meyakinkan keluarganya, tetap tidak berhasil. Menghubungi vendor-vendor pernikahan untuk pembatalan tidak bisa dilakukan. Mereka akan melakukannya jika atas konfirmasi Brisia langsung. Wanita itu rupanya sudah mempersiapkan penghalang untuk semua rencana Dimas.

Para sepupunya tidak bisa membantu jika sudah berhubungan dengan sang kakek. Jadilah ini rencana terakhir Dimas. Bukan karena sudah tidak bisa menemukan ide lain lagi, melainkan dia sudah kehabisan waktu. Besok sudah hari pernikahannya. Bisa gila rasanya setiap kali dia melihat tanggal di smart watch-nya hari ini.

"Oke, nggak ada salahnya mencoba," yakinnya. Dia sering melakukan breaking bad news pada pasien. Selama ini dia berhasil menyusun kata-kata yang baik. Kali ini, dia pasti bisa.

Dimas langsung menuju taman belakang setelah salah satu asisten rumah tangga membuka pintu untuknya. Rumah sepupunya itu selalu sepi kalau siang-siang begini. Om dan tantenya masih di tempat kerja. Kalau si Dion memilih tinggal di studionya saat weekdays. Jadilah Kakek hanya bersama asisten rumah tangga dan perawatnya siang-siang begini.

Sejak tiga tahun lalu, Kakek Ronny harus menggunakan kursi roda sebagai alat bantu jalan. Tubuhnya sekarang lebih kurus dan tidak sebugar dulu saat Dimas masih di taman kanak-kanak. Meskipun begitu, Kakek tetap bisa menampilkan senyum lemahnya jika bertemu cucu-cucunya.

Langkah yakin Dimas mulai melambat ketika melihat siapa yang duduk di samping kakek. Rambut pirang yang diterpa cahaya matahari, bentuk tubuh dan suaranya membuat langkah Dimas langsung terhenti.

Untuk apa Brisia ada di sini?

"Wah, Kek. Ada Dimas!" seru Brisia yang langsung berdiri dan memutar kursi roda Kakek menghadap Dimas.

Wajah pias Dimas tidak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya wanita drama queen ini akan mengunjungi Kakeknya. Tidak ada model-modelnya perempuan seperti dia akan mempedulikan kakek-kakek.

Oh, dia baru ingat. Pasti ini rencana perempuan penggoda itu untuk mendapat perhatian dari kakek.

"Dimas," panggil Kakek dengan suara pelan. Padahal, dulu Kakek sering memarahi dia dan para sepupunya dengan suara keras. Saking kerasnya, satu kompleks mungkin bisa mendengarnya.

"Hai, Kek. Apa kabar?" Senyum dan anggukan menjadi jawaban Kakek kalau dia baik-baik saja. "Kalau tidak menikah, kamu tidak akan mengunjungi Kakek."

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang