Part 33: Rahasia Brisia

5K 370 43
                                    




Sudah dua minggu sejak Dimas merasa oksigen di paru-parunya serasa ditarik paksa. Setiap hari terasa begitu berat baginya. Sepanjang malam mimpi buruk tentang kehilangan selalu menghantuinya.

            Belum pernah dia merasa seperti ini. Membutuhkan kehadiran orang lain lebih dari dirinya sendiri.

            "Brisia, kamu dimana?" gumam Dimas sambil menatap sebuah foto yang ditinggalkan Brisia. Foto itu sengaja diselipkan Brisia di antara rak buku milik Dimas. Sangat menarik perhatian hingga Dimas menarik secarik kertas itu.

            I love your smile

            Itulah yang ditulis Brisia dibalik foto mereka berdua. Foto itu diambil saat Brisia baru hamil. Brisia sedang memegang hasil usg pertamanya dan Dimas memeluknya dari belakang.

            Mereka tampak sangat bahagia hingga kebahagiaan itu menyesakkan Dimas ketika mengingatnya. Seandainya dia tidak egois, Brisia pasti tidak akan menghilang.

            Ponsel di samping Dimas bergetar memunculkan nama seorang detektif swasta yang dia sewa untuk mencari keberadaan Brisia. Secercah harapan muncul ketika Dimas menggeser tombol hijau di ponselnya.

            "Halo, gimana?"

            "Sepertinya Brisia masih di Jakarta. Kami berhasil melacak transaksi dari kartu atmnya."

            Dimas bernapas lega. "Lokasinya?"

            "Di salah satu atm galeri di dekat rumah sakit Medika Abadi." Dahi Dimas berkerut mendengar nama rumah sakit itu. Apa Brisia sedang mengecek kandungannya?"

            Mengingat tentang anak mereka membuat hati Dimas sedikit mencelos. Mereka berdua bahkan belum pernah pergi cek kandungan Brisia bersama. Dia janji, jika sudah menemukan Brisia, mereka akan pergi cek kandungan Brisia bersama.

            "Mungkin dia hanya mampir untuk mengambil uang lalu pergi. Kami akan tetap melacak keberadaan ibu Brisia."

            "Oke. Makasih. Terus kabari saya sekecil apapun petunjuk yang kalian temukan."

            Sekarang kandungan Brisia sudah berusia 32 minggu. Pasti dia mulai merasa pegal di kaki karena kandungan yang semakin membesar. Dimas ingin memijat kaki istrinya setiap malam. Merasakan tendangan bayi mereka. Atau sekedar mengusap punggung Brisia yang kelelahan.

            Nyatanya, hingga usia kandungan seperti ini, dia belum sempat menemani istrinya untuk cek kandungan. Setahu Dimas, sudah dua kali wanita itu pergi mengecek kandungan. Dan itu selalu bertepatan dengan jadwal Dimas praktek. Heran juga kenapa Brisia tidak memaksanya. Sejak hamil sifat manjanya jadi sedikit berkurang.

            Sekarang, Dimas jadi berandai-andai apa yang sedang dilakukan Brisia seorang diri. Semoga saja buah hati mereka tidak merepotkan mamanya. Meskipun anak mereka perempuan, Dimas yakin sifat anak itu pasti akan menurun banyak dari Brisia yang pecicilan. Tidak masalah, karena Dimas bisa mendidiknya menjadi perempuan anggun.

            "Semoga kalian baik-baik saja," gumam Dimas sambil memejamkan matanya lelah.

***

            Pukul tiga pagi tidur Dimas terganggu oleh panggilan telepon dari mertuanya. Tanpa menunggu lama, Dimas segera menjawab panggilan itu. Tidak biasanya dia ditelepon subuh-subuh begini.

            "Halo, Dimas. Brisia masuk rumah sakit."

            Rasa kantuk Dimas lenyap tak bersisa mendengar kalimat itu. Seluruh tubuhnya terasa disiram air es. "Rumah sakit mana, Ma?" tanya Dimas cepat. Dia bahkan sudah berlari menuju kunci mobilnya.

Drama QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang