Langkah kaki Bianca terasa ragu ketika hendak memasuki rumah besar kediaman orang tua Zayn. Dadanya semakin berdegup kencang tatkala dua orang melangkah turun dari lantai atas untuk menemui mereka bertiga yang telah duduk di sofa ruang tamu dengan perasaan yang gugup.
Keringat dingin mulai bercucuran di pelipis Zayn, biar dia tebak, beberapa menit ke depan pasti akan ada kemurkaan yang terjadi di dalam rumah ini. Begitu pula dengan Bianca, dirinya takut jika kedua orang tua Zayn tidak akan menerimanya untuk masuk ke dalam rumah ini sebagai menantunya. Lalu bagaimanakah nasib dari janin yang ada di dalam kandungannya ini?
"Oh, ternyata anda Pak Gavin. Selamat datang di rumah saya, ada perlu apa Pak?" Tanya Tio seraya tersenyum, lalu dirinya duduk di sofa yang berhadapan dengan mereka bertiga.
Gavin tampak tersenyum kikuk. "Maaf Pak Tio, sebenarnya saya datang ke sini ingin menyampaikan sesuatu. Hal ini bersangkutan dengan putra Bapak." Perlahan senyum Tio memudar seiring dengan pandangan matanya yang beralih menatap ke arah putranya yang saat ini sedang menunduk.
"Memangnya ada apa dengan anak saya?" Tanyanya heran. Baru saja Gavin ingin membuka suara untuk menjelaskan. Namun, Zayn terlebih dahulu bangkit dari duduknya, dirinya melangkah menghampiri sang papa, lalu berlutut di hadapan papanya, membuat Tio semakin merasa bingung dengan tingkah putra semata wayangnya ini.
"Apa yang terjadi denganmu Zayn?" Tanya Tio lagi. Sementara Zayn, dirinya semakin memeluk erat kaki papanya. "Zayn minta maaf Pa." Ada nada penyesalan yang keluar dari mulut Zayn. Spontan Tio segera meraih bahu Zayn untuk menyuruhnya bangkit. Namun, Zayn masih senantiasa memeluk erat kaki papanya. Terdengar suara isakan yang pelan dari diri Zayn, yang artinya dirinya tengah menangis karena menyesal.
"Zayn, jangan membuat Papa bingung. Cepat katakan apa yang terjadi padamu." Sahut Reana, yang merupakan istri Tio sekaligus ibu kandung Zayn. "Zayn telah menjadi anak yang jauh dari harapan Papa. Zayn telah mengecewakan Papa."
"Sebenarnya ada apa Zayn?"
Zayn tampak memejamkan matanya sejenak. Menarik napasnya dalam-dalam, lalu menatap papanya dengan penuh harap agar papanya itu tidak marah nantinya. "Zayn.... Zayn.." Mulutnya sangat terasa kelu, dan sulit sekali untuk mengatakan sepatah kata apapun.
Tangannya menggenggam erat, berharap agar dia bisa mengatakan semuanya ke papanya sekarang juga. Dia tidak boleh lari dari masalah. Dia harus siap menghadapi masalah ini. "Zayn... Zayn..."
"Saya mengandung anak Zayn, Om." Zayn segera mengalihkan pandangannya untuk menatap Bianca yang memotong ucapannya. Air mata Bianca perlahan menetes kembali, hanya menetes, seolah seperti menetes dengan sendirinya tanpa dia suruh.
Mata Tio membulat seketika, begitu pula dengan istrinya. Mereka sama-sama terkejut mendengar pernyataan itu. Bahkan saat ini Tio telah bangkit dari duduknya dan menatap putranya serta Bianca secara bergantian dengan pendar tidak percaya.
"Zayn.. Bangun!"
"Zayn mohon maafkan Zayn Pa."
"PAPA BILANG BANGUN ZAYN!" Mendengar bentakan itu membuat Zayn perlahan bangkit, berhadapan dengan papanya, namun dia masih senantiasa menunduk, tidak berani menatap sang papa. "Cepat katakan ke Papa kalau hal itu tidak benar!"
Zayn terlihat semakin menunduk. Dirinya merasa bersalah, karena sebagai putra tunggal yang menjadi ahli waris dari keluarganya, namun dirinya malah mengecewakan kedua orang tuanya, dia yakin hati kedua orang tuanya pasti sangat kecewa mendengar hal ini. "Tatap Papa!" Bentak Tio sekali lagi.
Zayn tampak menarik napasnya dalam-dalam, lalu perlahan kepalanya terangkat, menatap papanya dengan raut bersalah, dan penuh penyesalan.
"Katakan kalau semua itu tidak benar Zayn! Kamu tidak mungkin kan melakukan hal haram seperti itu sampai membuat anak orang hamil?" Zayn segera meraih tangan papanya, menggenggamnya dengan erat, lalu menciumnya sangat lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN✔ [END]
Teen Fiction[COMPLETE] Perhatian! Baca cerita High School Married dulu, baru baca cerita ini. Biar nyambung. 🚫Plagiathor diharap menjauh🚫 Rank 3 #Ceritaindonesia tgl 17 Juli 2020 Mengapa aku tidak rela melihat dia menjual dirinya untuk mendapatkan uang? Bahka...