Aura kepanikan segera mengisi lorong yang menuju ke ruang UGD. Bianca yang bersimbah darah itu telah tidak sadarkan diri sedari tragedi kecelakaan tadi berlangsung.
Kondisinya begitu mengenaskan. Dia terluka parah hingga tubuhnya dipenuhi oleh darahnya sendiri.
"Bi, kau harus bertahan!". Bisik Gavin tepat di telinga Bianca saat para suster itu mulai membawanya masuk ke ruangan UGD.
Pintu perlahan tertutup. Membuat raut ke-khawatiran bertambah jelas di wajah Gavin.
Apakah Gavin harus merasa menyesal karena telah membawa Bianca ke tempat itu?
Tempat di mana dirinya berharap untuk mendapatkan kenangan manis bersama Bianca. Namun, yang dia dapatkan justru kenangan yang begitu buruk sepanjang hidupnya.
Bahkan mereka baru saja resmi menjadi sepasang kekasih satu jam yang lalu. Namun bencana itu terjadi terlalu tiba-tiba, dan datang tanpa adanya permisi.
Tuhan, tolong selamatkan nyawa Bianca.
Gavin mengacak rambutnya frustasi.
"Bastard!". Umpatnya pelan. Walaupun pelan, namun Keiza yang berdiri cukup dekat dengan Kakaknya itu dapat mendengarnya dengan jelas.
Apakah umpatan Kakaknya itu ditujukan untuk dirinya?
Keiza menghela napas panjang. Rasa bersalah semakin menyeruak masuk ke dalam hatinya.
Dia merasa bersalah dengan Kakaknya. Bahkan dengan Bianca yang telah menolongnya.
Coba saja tadi Bianca tidak menolongnya. Pasti saat ini Keiza lah yang berbaring di ruang UGD tersebut.
Dia harus berterima kasih dengan Bianca.
Saat kakinya mulai melangkah untuk mendekati sang Kakak, tiba-tiba pintu ruangan di hadapannya terbuka membuat pergerakannya terhenti dan pandangannya segera beralih ke sang dokter yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
"Dokter! Gimana keadaan Bianca?". Tanya Gavin dengan panik. Dapat dia lihat raut wajah sang dokter yang terlihat pasrah dan sedih, membuatnya semakin merasa khawatir.
"Sebelumnya saya minta maaf". Damn! Apa yang akan dikatakan dokter ini? Jangan sampai perkataan yang membuat dirinya merasa kecewa.
"Bianca kritis". For god's sake! Ingin sekali Gavin menggantikan posisi Bianca tersebut, mengapa keburukan selalu saja menimpanya?
"Dia harus dipindahkan ke ruang ICU sekarang juga". Bertepatan dengan itu Gavin dapat melihat Bianca yang dibawa keluar oleh para suster tadi. Tubuhnya sudah sedikit bersih, tidak ada bercak darah yang tersisa lagi. Pakaianya pun telah berganti dengan pakaian pasien.
"Kami akan berusaha sebaik mungkin untuk Bianca. Tentunya dengan bantuan doa kalian". Setelah mengatakan hal itu sang dokter lekas meninggalkan Gavin beserta yang lainnya untuk mengikuti langkah para suster yang membawa Bianca menuju ruang ICU.
Sedangkan Gavin, dia hanya terdiam di tempat. Mulutnya terlalu kelu untuk mengatakan apapun, dia tidak bisa melihat Bianca seperti ini. Sungguh tidak bisa.
"Kak". Panggilan itu mampu mengalihkan pandangan Gavin yang semula menatap kepergian Bianca ke arah seseorang yang tadi memanggilnya.
Gavin tampak hanya menatap dingin adiknya itu. Tidak bisa dia pungkiri, dia masih sangat marah dengan Keiza. Karena akibat ulah Keiza yang kekanak-kanakan itu, nyawa Bianca terancam saat ini.
"Maafin Kei Kak".
Gavin tersenyum pahit saat mendengar kata itu.
"Baru minta maaf? Baru sadar? Setelah semua kejadian ini kau baru sadar? Terlalu kekanak-kanakan Kei!". Keiza hanya diam menunduk. Rasanya dia ingin sekali untuk menarik kata-kata yang dilontarkannya di festival lampion tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVIN✔ [END]
Teen Fiction[COMPLETE] Perhatian! Baca cerita High School Married dulu, baru baca cerita ini. Biar nyambung. 🚫Plagiathor diharap menjauh🚫 Rank 3 #Ceritaindonesia tgl 17 Juli 2020 Mengapa aku tidak rela melihat dia menjual dirinya untuk mendapatkan uang? Bahka...