🐧 Kaleh Doso 🐧

465 31 1
                                    

"Bi, gue minta maaf". Ucapku seraya menahan tangannya sehingga membuatnya berhenti.

Sontak Bianca langsung melepas tanganku dengan kasar, aku tidak mengerti mengapa dia bisa semarah ini denganku? Sebenarnya dia menganggapku teman atau tidak sih? Seharusnya dia bisa memberiku beberapa penjelasan agar semuanya tidak terjadi kesalah pahaman, namun mengapa dia seolah menjauh dari pertanyaan ini?

"Buat apa lo minta maaf? Lo udah denger semuanya kan?".

"Bi, gue kan cuma pengen tahu, apakah itu benar atau tidak".

"Gue yakin lo udah punya kesimpulan sendiri kok".

"Kesimpulan apa sih Bi? Kenapa lo jadi marah-marah?".

"Lo pasti udah mikir kan kalau gue emang dasarnya murahan, bukan karena Aunty Shiren? Gue emang murahan! Gue yang udah rebut Zayn dari adik lo dengan cara murahan! Puas lo?!". Aku membulatkan mataku lebar-lebar seketika, jadi selama ini, bukan sepenuhnya salah Aunty Shiren?

"Jadi- lo?". Terlihat Bianca tersenyum miring menatapku.

"Gue kira lo orang yang bakal percaya sama gue, tapi ternyata, lo sama saja". Setelah mengatakan hal itu Bianca segera pergi meninggalkanku yang masih berdiri mematung di sini karena masih tidak percaya dengan apa yang di katakan Bianca tadi.

"Aargh!!". Aku mengacak rambutku frustasi. Ku kira masalah Bianca telah selesai, namun ternyata masih ada sebuah rahasia yang belum terungkapkan.

Sudahlah, aku lelah hari ini, lebih baik aku pulang ke rumah untuk istirahat, dan untuk masalah ini biarlah di pikirkan besok saja.

Seraya membuang napas kasar aku melangkahkan kakiku menuju mobil untuk pulang ke rumah. Bahkan aku sampai lupa tentang perusahaanku hari ini, aku sama sekali tidak menengok kesana karena banyak sekali masalah yang terjadi hari ini, teruntung saja ada Farel yang bisa menghandle semuanya ketika aku tidak ada disana. Dia memanglah asisten yang berbakat.

"Halo Rel? Gimana kabar kantor?". Sebelum aku masuk ke dalam mobil aku terlebih dahulu menelfon Farel untuk menanyakan kabar kantor saat ini.

"Lo tenang aja, semuanya aman".

"Oke kalau begitu, handle semuanya oke, karena mungkin, besok sore gue baru bisa ngecek kantor".

"Siap pak bos".

Tut!

Setelah memutuskan sambungan tersebut aku langsung masuk ke dalam mobil dan meluncur meninggalkan pekarangan kafe sembadra menuju rumahku yang tak jauh dari sini.

#

"Hebat ya lo Kak, setelah Kakak hancurin hati Asoka, Kakak masih gak merasa bersalah sama sekali? Dan bisa-bisanya Kakak berduaan sama Bianca tanpa ingat perasaan Asoka?". Baru saja aku sampai di depan rumah aku langsung di suguhi dengan ucapan yang kurang mengenakkan hati.

"Maksud Kei apa?". Dengan bersusah payah aku tetap berusaha untuk memadamkan amarahku, meskipun sebenarnya api amarah telah memenuhi hatiku sejak tadi siang, namun akan kutahan agar aku tidak kelepasan dalam memarahi adikku sendiri.

"Ini apa Kak??". Ucapnya seraya mengangkat ponselnya yang menampilkan sebuah foto diriku yang tengah memegang tangan Bianca seraya tersenyum.

Dari mana Kei bisa mendapatkan foto itu? Apakah dia sedari tadi nengikutiku?

"Kak Jawab!".

"Meskipun Kakak jelasin semuanya ke Kei, Kei gak akan pernah percaya sama Kakak". Setelah mengucapkan hal itu aku langsung pergi meninggalkan Kei, tanpa memperdulikannya yang sudah berteriak karena kesal.

GAVIN✔ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang