🐧 Pitu Likur 🐧

393 33 9
                                    

GAVIN POV

Apa kata Keiza?

Bianca koma?

Tidak mungkin!

Aku segera berlari panik masuk ke dalam rumah sakit untuk menuju ke ruangan Bianca berada.

My Godness! Yang benar saja, pemandangan di depanku ini sangatlah menyakitkan. Aku tidak bisa masuk ke dalam sana. Melainkan hanya bisa melihat dari luar kaca. Tanpa aku sadari, satu tetes air mata berhasil lolos dari pelupuk mataku.

Tubuh Bianca telah dipenuhi oleh alat-alat yang menurutku sangat mengerikan.

Dia masih hidup.

Namun jiwanya telah keluar meninggalkan raganya.

Aku memalingkan wajahku dari kaca. Aku sungguh tidak bisa melihatmu seperti ini Bi.

"Gavin". Seiring dengan panggilan itu,  dapat ku rasakan sebuah sentuhan dan usapan lembut di punggungku. Aku sangat mengenali tangan itu.

"Bunda, Bianca akan sembuh kan?". Setelah menatap mata Bunda dengan tatapan sendu, aku segera berhambur ke dekapannya yang selalu menenangkan itu, menumpahkan seluruh perasaanku di sana. Hanya dia lah satu-satunya yang tidak membuatku marah sebelumnya. Dia begitu mengerti diriku.

"Bianca akan segera sadar. Kita duduk ya?". Aku mengangguk pelan lalu melepas dekapanku. Dia mulai menuntunku menuju kursi tunggu yang berada didekat kami.

"Papa mana Bun?". Tanyaku pelan.

"Dia berangkat ke kantor Vin. Dia juga akan mendatangi kantormu hari ini. Menghandle semuanya. Mengingat keadaanmu yang tidak memungkinkan untuk berangkat ke kantor". Aku sedikit bernapas lega mendengarnya. Mungkin aku harus meminta maaf dan berterima kasih kepada Papa. Karena setelah aku marah besar padanya, tetapi dia masih mau menghandle perusahaanku hari ini. Coba saja kalau tidak ada yang menghandle semuanya. Pasti aku akan bangkrut karena Mengingat berapa banyaknya perjanjianku kepada perusahaan-perusahaan lain di minggu ini. Itu semua akan sangat disayangkan.

Tangan Bunda terangkat untuk mengusap pelan rambutku. Oh, aku bahkan lupa terakhir kalinya Bunda melakukan hal itu.

Ketika aku masih SMP mungkin?

Aku benar-benar merasa kembali menjadi anak kecil.

"Bunda pernah merasakan apa yang Bianca rasakan". Bunda benar, dia pernah merasakan apa yang Bianca rasakan. Bunda pernah mengalami koma dulu yang disebabkan karena perbuatan istri kedua Papa.

Aku mengetahui ceritanya. Namun aku tidak melihat kejadiannya secara langsung, karena kala itu aku belum terlahir ke dunia.

"Kamu ingin tahu apa yang bisa membuat Bunda kembali sadar?".

"Apa Bun?".

"Doa Papamu dan seluruh anggota keluarga. Semangat Papamu serta kesetiaan Papamu yang selalu berada disamping Bunda. Dia selalu membisikkan kalimat-kalimat yang dapat membuatku terdorong untuk kembali sadar. Jadi, kamu tidak boleh patah semangat untuk saat ini. Kamu harus tetap tegar dan memberikan kekuatan untuk Bianca". Bunda mengusap punggungku lembut. Perkataan Bunda memang benar. Namun entah mengapa sangat sulit untuk menegarkan diriku, apalagi saat melihat Bianca yang dipenuhi alat-alat mengerikan seperti itu, air mataku bahkan tumpah dengan sendirinya. Aku tidak tega menatap Bianca seperti itu.

"Bunda tahu ini sulit. Tapi kamu harus melakukannya nak". Aku kembali menunduk, lalu mengangkat wajahku untuk menatap Bunda, aku menganggukkan kepalaku samar sebelum akhirnya tersenyum tipis.

"Makasih Bunda. Tapi sepertinya aku harus keluar dulu, tolong jaga Bianca sebentar ya Bun". Bunda menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. Lalu aku bangkit dari dudukku dan beranjak untuk keluar dari rumah sakit. Ada sesuatu yang ingin ku beli saat ini.

GAVIN✔ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang