🐧 Wolu Likur 🐧

367 28 11
                                    

Kakiku perlahan mendekat ke arah brankar Bianca, aku dapat melihat para suster di sana yang mulai melepas alat-alat yang tertempel di tubuh Bianca, hatiku terasa begitu ngilu melihat kenyataan pahit ini, ini semua layaknya mimpi buruk.

Ya Tuhan! Mengapa engkau mengambil Bianca secepat ini?

Belum juga sampai di samping brankar Bianca, tiba-tiba kakiku berhenti melangkah, tubuhku bergetar, tak kuasa melihat tubuh tak bernyawa yang berbaring tak jauh dari tempat diriku berdiri. Wajahnya begitu pucat, dan matanya tertutup rapat, membuat diriku tidak bisa menghampirinya karena tak kuasa menahan air mata, aku tidak ingin menangis di hadapan Bianca, namun kala aku melihatnya air mata itu seolah jatuh tanpa disuruh.

Tak lama kemudian, saat diriku masih tetap berdiri di sini dan masih sulit untuk melangkahkan kakiku menuju brankar Bianca, tiba-tiba sebuah sentuhan tangan mengusap bahuku dengan lembut, spontan aku langsung  menoleh ke samping, dan aku dapati Keiza yang berdiri di sampingku, menatap sendu ke arah brankar Bianca dengan air mata yang juga sama-sama menetes.

"Ini semua salah Kei, kak. Kei yang udah bikin Bianca meninggal". Suaranya terdengar bergetar karena isakannya, membuatku langsung mendekapnya, aku mengerti bagaimana perasaan Keiza saat ini, rasa penyesalan yang paling dalam tengah melingkupi seluruh hati Keiza, namun inilah takdir Tuhan, semuanya tidak akan bisa terulang kembali.

"Kei nggak boleh ngomong gitu, ini takdir Tuhan, umur Bianca memang hanya sampai di sini". Ucapku menenangkan Keiza, walaupun diriku sendiri juga menangis saat ini.

Namum tak lama kemudian aku sudah tidak lagi mendengar suara tangisan Keiza, tubuhnya yang aku dekap terasa menegang, karena panik akhirnya aku melepas dekapanku dan menatap Keiza dengan bingung, Keiza hanya terdiam membisu dan matanya menatap ke arah brankar Bianca dengan tatapan yang sulit dibaca.

Karena penasaran, aku pun mengikuti kemana arah mata Keiza, dan----

Pemandangan apa lagi ini?

Aku bahkan juga langsung terdiam membisu karena terkejut dengan pemandangan yang ada di hadapanku ini.

Demi apa?

Apakah mataku tidak salah melihat?

Ini benar-benar sulit dipercaya.

Sungguh keajaiban Tuhan.

Tiba-tiba layar monitor kembali menampilkan garis bergelombang, yang artinya nyawa Bianca telah kembali.

Bahkan dokter serta para suster yang berdiri tepat di samping brankar Bianca hanya termangu, gerakannya terhenti kala melihat layar monitor yang kembali menampilkan garis bergelombang.

Tak bisa ku tahan lagi, aku segera berlari menghampiri brankar Bianca, begitupun Keiza, dia juga ikut berlari mengikutiku menuju brankar Bianca.

"Ini adalah sebuah keajaiban". Dapat aku dengar suara dokter yang mengakatan hal itu, namun diriku tidak memperdulikannya, melainkan langsung berhambur memeluk Bianca, memeriksa detak nadinya, dan ternyata memang benar, nyawa Bianca telah kembali.

Alhamdulillah. Kata itu terus menerus terucap di bibirku, aku sangat bersyukur dan sangat berterima kasih kepada Allah yang maha mengatur segalanya.

Tidak ada yang bisa menentang kehendakmu. Rancanganmu adalah sebaik-baiknya rancangan.

"Suster, cepat pasang kembali alat-alatnya". Mendengar ucapan sang dokter tersebut, spontan aku langsung menjauhkan diriku terlebih dahulu dari brankar Bianca, dan membiarkan para suster untuk memasang kembali alat-alat yang sudah terlepas dari tubuh Bianca tersebut.

Sekilas aku juga dapat melihat Keiza yang masih berdiam di sampingku, dia menutup mulutnya menggunakan telapak tangan, menangis karena terkejut dan terharu melihat keajaiban ini.

GAVIN✔ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang