🌿Part 10: Penyemangat

59 10 0
                                    

Praja muda karana, kepanjangan dari Pramuka. Organisasi berlambang tunas kelapa dengan seragam berwarna cokelat ini menjadi ekstrakulikuler yang diwajibkan di beberapa sekolah. Hampir setiap sekolah ada ekstra pramuka.

Seperti saat ini kak Aabid yang sedang menyampaikan materi tentang kepenegakan untuk dicatat. Bukan hanya kak Aabid. Kak Haqi sebenarnya juga gabung di pramuka inti sejak kelas sepuluh dulu.

Di dalam pramuka ada yang namanya  pramuka inti. Anak yang berada dalam pramuka ini yang  mengikuti PCP, penerimaan calon penegak. Dan aku juga mengikuti itu. Dan nantinya bisa berproses ke bantara, laksana serta garuda.

"Awas! Hasduknya taruh di bahu!" ujar Hana mengingatkanku.

Stand leher berwarna merah putih itu memang tidak diperbolehkan untuk jatuh ke tanah. Dan karena ini sedang duduk di halaman hasduk ditaruh di bahu. Hal ini dilakukan agar hasduk tidak terkena tanah.

Farhana atau yang biasa dipanggil Hana adalah teman satu ekstraku. Dia juga mengikuti ekstra jurnalistik. Dan di dalam pramuka dia satu sangga denganku. Bisa di bilang dia cukup dekat denganku.

Hana tak seperti teman sekelasku. Aku lebih diterima Hana daripada teman sekelasku sendiri. Dan itulah sebabnya aku lebih nyaman dengan Hana.

"Makasih udah ingetin," balasku. "Han! Itu kayak kenal deh. Tapi siapa? Apa ada waktu PTA dulu?"

PTA adalah kependekan dari penerimaan tamu ambalan. Dimana acara tersebut diikuti semua kelas sepuluh.

"Yang mana?"

"Yang di samping kak Haqi," ujarku tanpa menunjuk bagian yang aku maksud.

"Itukan kak Azhar. Masak gak tau sih?" jawab Hana setelah menajamkan penglihatannya.

"Azhar siapa?"

"Yang biasanya kemana-mana bareng kak Haqi sama kak Aabid. Yakin gak tau?"

"Yakin itu kak Azhar?"

"Yakin lah! Dulu waktu awal-awal aja perkenalan. Kamu kemana aja sih? Udah empat bulan sekolah di sini gak tau."

Bukan aku lupa dengan sosok kak Azhar. Melainkan penampilan kak Azhar yang berubah seratus delapan puluh derajat. Pria yang biasanya tanpa dasi, baju sama sekali gak rapi. Namun kali ini dengan mengenakan pakaian pramuka lengkap. Bahkan hasduknya pun rapi. Aneh kan?

"Berdiam diri di kelas," balasku diselingi tawa.

"Di tulis dek! Jangan bicara mulu!" tegur kakak kelas dari belakang.

Seketika Izma dan Hana tak bersuara. Menunduk dan melanjutkan menulis adalah pilihan terbaik. Padahal sejak tadi mereka mencatat. Tapi mulut ya tetep bicara.

Setelah kakak kelas itu pergi. Barulah aku menoleh. Mencari tau siapa kakak kelas tersebut.

Kak Azhar?

"Sejak kapan ada di belakang kita?" lirih Hana setelah memastikan kak Azhar sudah menjauh.

"Gak tau," balasku tak kalah lirih.

"Orangnya tadi kan di depan. Kenapa tiba-tiba di belakang?"

"Ngilang orangnya."

Mungkin inilah salah satu kelebihan kak Azhar. Bisa menempatkan diri. Jika di luar dia memang seperti anak tanpa aturan. Tapi jika di organisasi dia bersikap baik. Dan mungkin baginya, senakal apapun jangan sampai membuat buruk nama organisasi, sekolah dan keluarganya buruk.

"Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar. Sekitar tiga minggu lagi ada perlombaan pionering tingkat penegak. Dari kelas sepuluh ada yang berminat?" ujar kak Ziya—kakak kelasku.

MaHar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang