Azhar Dzuhairi
Di dalam kamar aku marah-marah sendiri. Selain kesulitan mencari keberadaan sling bag. Dari tadi aku mengirim pesan pada Izma tak ada satu pun yang dibalas. Satu pun! Jangankan dibalas. Dibuka aja tidak. Padahal centang dua.
"Bisa-bisanya terakhir online jam lima sore kemarin," monologku.
Sekarang sudah jam setengah sembilan. Dan pesan yang aku kirim dari kemarin belum berubah membiru.
Setelah menemukan sling bag aku buru-buru keluar. Mendapati makanan di meja makan itu artinya aku harus sarapan. Bagiku sarapan sangat membosankan. Tapi juga kewajiban. Intinya kewajiban yang membosankan.
Sebagai syarat aku hanya mengambil tahu untuk mengganjal perut. Yang penting udah ada makanan masuk. Meskipun itu bukan nasi.
"Tumben hari minggu udah rapi aja," cetus Fiza-adikku.
"Mau keluar lah! Emang kamu molor mulu!" cerocosku sambil makan tahu. "Papa sama Mama kemana?"
"Papa kan lagi di luar kota. Kalo Mama, Fiza gak tau." Bahkan aku pun lupa jika sejak sabtu kemarin Papa tidak ada di rumah.
"Kamu baru bangun, Za?" tanyaku menyadari penampilan adikku.
Dengan polosnya dia mengangguk. "Jam berapa ini? Buruan sholat! Ini aja udah telat banget!"
Nada bicaraku seketika naik dua oktaf. Fiza itu memang sering melalaikan sholat. Setiap hari libur sering bangun kesiangan. Hasilnya sholat subuh terlambat.
"Iya, Bang!"
"Buruan!" Seketika Fiza langsung berlari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.
Sebenarnya sudah dosa sholat subuh di waktu dhuha seperti ini. Tapi lebih berdosa lagi jika tidak sholat. Sama-sama dosa sebenarnya.
Aku beranjak menuju dapur untuk membuat kopi. Kebiasaanku meminum kopi tidak bisa aku tinggalkan. Biasanya aku menikmati kopi jam enam. Tapi sekarang jam setengah sembilan baru meminum minuman favoritku itu.
Netraku tak sengaja menangkap note yang di tempel di termos. Aku langsung mengambil note tersebut untuk aku baca.
'Bang! Mama ada pekerjaan.
Jangan lupa sarapan.
Jangan lupa bangunin Fiza.
Kalo mau keluar jangan lupa kunci pintu.'Mama keluar. Jika aku keluar berarti yang di rumah cuma Fiza. Fiza sendiri di rumah.
"Bodo, ah. Sekali-kali Fiza tunggu rumah," gumamku sambil mengaduk kopi.
Mama sangat tau kebiasaanku. Maka dari itu mama menaruh note pada termos. Karena aku itu selalu mencari kopi di pagi hari. Dan pasti akan menemukan note tersebut.
Hari minggu ini aku berencana ke rumah Izma seperti yang aku katakan beberapa waktu lalu. Sebenarnya ini cuma acara kumpul-kumpul biasa dengan Aabid dan Haqi. Dulu-dulu aku sudah terbiasa sebagai obat nyamuk. Bahkan memang seperti itu setiap kali kumpul. Namun kali ini aku mengajak Izma.
"Za! Kamu mau ada acara kemana hari ini?" tanyaku pada Fiza yang baru keluar kamar.
"Gak kemana-mana sih, Bang."
"Tunggu rumah ya! Abang mau keluar. Kunci aja pintunya."
"Bang! Beneran Fiza harus tunggu rumah? Fiza ikut Abang ya!"
"Gak!" jawabku cepat. Jelas gak aku izinkan lah!
"Bang!"
"Tunggu rumah! Assalamualaikum!"
KAMU SEDANG MEMBACA
MaHar [END]
Teen FictionSekali ditolak udah menyerah? Azhar aja ditolak puluhan kali masih diperjuangkan? Karena baginya mengejar wanita cantik itu biasa. Tapi mengejar wanita berprinsip itu luar biasa. Apalagi cantik dan berprinsip. Izma, wanita yang tingginya kurang dari...