Alishba Izma
Sejak kejadian itu, ku tanamkan dalam diriku. Aku ga boleh diam aja. Aku harus berani. Aku harus kuat.
Kak Azhar sudah terlampau sering mengingatkan aku untuk melawan. Tapi aku aja yang kebanyakan diam. Dan mulai saat ini, aku ga boleh diam kalo dibully.
Bukan berarti peran ayah dan bang Hamdan dalam hal ini kurang ya. Tapi emang aku aja yang jarang cerita ke mereka. Dan mereka baru tau kalau aku dibully kemarin.
Tapi ayah sama sekali ga marah. Karena ayah tau, jika beliau marah. Hanya akan membuatku tambah kepikiran. Beliau itu, the best father.
Rania di kelas juga nampak biasa saja. Lebih ke cuek. Aku ga tau pasti, apa yang dilakukan ayah, kak Azhar dan Abidzar kemarin. Dengar-dengar ayah lapor ke BK. Dan kak Azhar beserta Abidzar langsung cek cctv deket gudang.
Terkait hukuman yang diterima Rania dan kak Farah beserta gengnya, aku kurang tau. Dan terkait mereka jera atau tidak, yang jelas aku bodoamat.
Dan yang membuatku terkejut, berita bully itu menyebar seantero sekolah. Bahkan beberapa guru juga turut menanyakan keadaanku.
"Izma!" panggil kak Haqi mampu menghentikan langkahku dan Izma.
"Kamu pulang bareng Hana kan?" tanyanya yang ku balas anggukan. "Ga mau mampir jenguk Azhar?"
Kak Azhar? Dia sakit?
"Nanti mampir ke rumah sakit, kak," balas Hana ringan. "Iya kan, Ma?"
"Ha?"
Masalahnya dia ga bahas apapun tentang kak Azhar dan rumah sakit. Dan aku baru tau jika kak Azhar masuk rumah sakit. Dan dia bilang mampir ke rumah sakit?
"Kak Azhar sakit apa emang?"
"Dikeroyok preman semalam," tutur kak Haqi sendu.
Segitu parahnya ya sampai masuk rumah sakit? Lagian kenapa bisa sampe berurusan dengan preman coba? Biasa beratem kok sama preman kalah.
"Dia nolongin anak-anak pengamen dari preman. Dan ternyata emang anak-anak itu ngamen karena di suruh preman. Dan dia kena batunya."
Maaf kak, udah suudzon.
"Kamu mau jenguk kan? Tolong ya, mau kan?"
Kak Haqi semakin menghasutku. Dari raut wajahnya, aku tau dia sangat mengharapkan aku untuk menjenguk sahabatnya itu.
Sebenarnya aku bisa saja minta tolong bang Hamdan buat jemput. Tapi seminggu ini, bang Hamdan mulai kerja di kantor ayah. Dan tentu pulangnya sore banget.
Dan bunda, jam segini juga belum pulang. Ga ada orang yang jemput.
"Tolong," mohon kak Haqi dalam.
Sebenarnya aku merasa bersalah jika sampai tidak menjenguknya. Mengingat beberapa waktu lalu, dia adalah salah satu yang menolongku.
"Azhar butuh lo di saat seperti ini. Tolong yaa," pintanya lagi.
"Kenapa harus aku kak?"
"Ya karena lo yang diharapkan dia. Azhar sebenarnya ga minta. Tapi gue tau, kalo dia butuh lo. Dia mengharapkan lo datang."
Kak Haqi mundur satu langkah. Frustasi. Mengacak rambut yang semula rapi.
"Ayolah, Izma. Tolong ...."
"Bahkan cuma lo datang. Itu udah naikin semangat Azhar buat sembuh. Tolong."
"Sebrengsek apapun dia di mata lo. Tolong jenguk yaa."
KAMU SEDANG MEMBACA
MaHar [END]
Teen FictionSekali ditolak udah menyerah? Azhar aja ditolak puluhan kali masih diperjuangkan? Karena baginya mengejar wanita cantik itu biasa. Tapi mengejar wanita berprinsip itu luar biasa. Apalagi cantik dan berprinsip. Izma, wanita yang tingginya kurang dari...