🌿Part 14: Foto

28 8 0
                                    

Alishba Izma

Malam setelah belajar, aku merutuki pesan dari kak Haqi. Bisa-bisanya ngasih tugas buat jadi photographer turnamen basket. Sudah tau aku ngehindari kak Azhar. Malah dapat tugas seperti ini.

Aku tau kak Azhar profesional ketika pramuka. Tapi aku yakin sifatnya itu masih melekat ketika di luar pramuka.

Beruntung partnerku dari sie reporter adalah Hana. Lumayan bisa di ajak diskusi lah. Bukannya apa-apa. Aku cukup sulit untuk membaur. Apalagi kalo partnernya ga sesuai.

Paginya aku harus profesional, Hana menggenggam tanganku untuk memasuki kerumunan penonton di stadion multifungsi indoor ini. Aku hanya mengikuti Hana untuk mencari tempat duduk yang pas.

Satu hal yang membuatku terkejut. Ternyata kak Haqi ikut menonton. Padahal katanya kemarin dia ada acara. Makanya tugasnya dialihkan ke aku. Tau gini lebih baik ga nerima tugasnya.

"Han, kamu sebelumnya pernah ke acara kayak gini?"

"Sama sekali ga pernah, ini pertama kali," jawab Hana. "Emang ada apa? Kaget ya sama suasana kayak gini? Kalo iya kita sama."

Aku hanya bisa tertawa kecil. Suasananya begitu ramai. Tambah riuh ketika dua tim memasuki lapangan. Banyak dari mereka yang berteriak menyebut atlet favorit mereka. Dan menurutku yang paling dominan adalah nama Azhar.

Aku baru tau jika penggemar kak Azhar cukup banyak.

"Lo ke sini mau caper ke kak Azhar ya?" celetuk Rania yang ternyata di depanku.

Aku hanya membalas dengan senyuman. Bisa-bisanya dia menuduhku caper padahal sejak tadi aku hanya menjalankan tugasku untuk dokumentasi.

Bukannya dia yang sejak tadi teriak memanggil nama kak Azhar? Kenapa nuduh aku yang caper?

"Jangan bilang lo bawa kamera untuk ngambil gambar kak Azhar diam-diam ya!? Dasar lo ga tau diri."

Sabar, Izma! Sabar!

Aku heran, sebenarnya Rania itu buta apa bagaimana? Apa dia ga bisa lihat jika aku dan Hana pakai seragam jurnalistik?

"Nona cantik, bisa diem ga? Itu mas crush saya lagi main," cetus Hana sengaja membuat Rania semakin panas.

"Apa lo bilang? Crush? Jangan bilang crush lo itu Azhar?"

"Kalo iya kenapa? Salah?" tambah Hana dengan ketus.

"Han! Udah," lirihku menahan Hana.

Aku yang ketakutan mendengar perdebatan mereka. Tapi Hana sendiri malah santai saja. Aku hanya takut jika mereka bertengkar sampai tarik menarik dan tentunya membuat keributan.

Aku menarik tangan Hana untuk pindah tempat. Bisa bahaya jika dua manusia yang baru kenal itu ribut.

"Seru tau ngompor-ngompori mak lampir itu," celetuk Hana santai.

Aku hanya membalasnya dengan deheman. Percuma jelasin ke Hana.

Dari sini aku sadar, kemampuan basket kak Azhar tidak diragukan lagi. Bukan karena dia yang paling banyak memasukkan bola. Tapi caranya mengatur kekompakan team.

Dalam team, ketua tidak boleh menang sendiri. Meskipun dia bisa melakukannya. Tapi dia memilih mengutamakan kerja sama. Dan itu yang harus dimiliki semua pemimpin.

Sepertinya perihal itu, kak Azhar tidak hanya menerapkan pada basket. Tapi juga pada hal yang lainnya. Jiwa pemimpin itu sudah melekat pada dirinya.

Azhar Dzuhairi

"Wihh yang semangat tanding gara-gara ada ayang!" celetuk Haqi setelah pertandingan selesai.

Setelah dinyatakan menang, Haqi langsung lari dan melompat ke arahku. Bukan karena dia mengabaikan Aabid. Tapi Aabid sudah ada Eira. Temen satu ini tau banget kalo temennya masih jomblo.

Dan ya, rezeki anak sholeh. Punya temen ketua jurnalistik. Bisa dimanfaatkan. Kalo ga karena aku yang minta Izma untuk jadi sie dokumentasi. Aku ga yakin dia sukarela nonton di sini.

Tanpa sadar aku tersenyum melihat Hana yang berjalan mendekatiku. Di sampingnya ada Hana dan juga Ziya.

"Azharrr! Kamu keren banget!"

Sialan! tiba-tiba Farah memelukku dari arah samping.

Di lihat Izma pula! Makin dianggap buaya aku nanti. Eh engga, tapi crocodile.

"Kamu tadi keren banget, Sayang!"

"Iya ... iya, tapi lepasin ya. Ga enak diliatin yang lain," cetusku melepas tangannya.

Dari sekian fansku. Yang berani terang-terangan ya cuma Farah. Udah putus urat malunya kali.

"Aabid aja santai aja tuh," celetuknya menunjuk Aabid.

"Ya dia kan sama pacarnya. Lo bukan," celetukku karena sudah jengkel.

Ini orang ternyata makin ga tau diri. Bukannya sadar diri. Malah suruh Izma ngefotoin.

"Kamu anak jurnalistik kan? Tolong fotoin ya," tuturnya pada Izma. Hana yang peka mencoba untuk beralibi. Namun sayangnya Izma malah menggiyakan begitu saja.

"Iya, kak."

"Apaan? Gak ah. Lagi capek gue," alibiku.

"Ga kasihan sama ceweknya. Ceweknya udah semangat gitu," celetuk Izma membuatku melongo.

"Tuh kan! Adek kelas aja tau. Ayolah sini!" tambah Farah semakin ga tau diri.

Akhirnya gue hanya bisa pasrah. Foto tanpa senyum. Meskipun kameramen cantiknya kelewatan.

"Senyum dikit kenapa sih, Har. Mahal banget senyumnya," celetuk Aabid mengompori.

Spontan aku melempar botol minum yang berisi setengah ke arah Aabid. Setelah kepergian Farah, aku malah bahagia.

Banyak dari mereka yang meminta foto. Tapi tak sekalipun Izma meminta foto. Yang ada, dia sejak tadi yang jadi kameramen.

"Kak boleh minta foto?" pinta wanita yang baru datang.

Seingatku, wanita ini yang dulu pernah mem-bully Izma. Kalo ga salah namanya Rania. Ternyata masih punya kepercayaan diri untuk meminta foto.

"Iya."

"Izma, tolong fotoin ya," pintanya memberikan ponselnya pada Izma.

"Dih tadi aja ngatain Izma ga tau diri. Sekarang minta tolong Izma buat ngefotoin. Masih punya muka?" celetuk Hana dengan nada menyindir.

Sepertinya habis ini aku harus tanya ke mata-mataku.

"Izma, mana kameranya. Kamu foto sama Azhar sana!" pinta Haqi.

Alhamdulillah!! Sahabatku sangat peka sekali.

"Gak kak, terlanjur nyaman gini," tolak Izma.

"Lo tuh yang sejak tadi diharapkan Azhar buat foto. Ga peka banget sih."

"Gapapa, Haq. Kalo dia ga mau. Jangan dipaksa," tuturku pada Haqi. "Mana kameranya. Perlu hapus banyak foto," pintaku pada Izma.

"Diomelin Farah gue nanti, Har!" larang Haqi mencegahku.

"Bodo amat. Jijik gue sama Farah."

"Jangan deh, Har. Izma aja ga masalah lho. Ngapain lo permasalahan sih," tambah Aabid.

Baru aja bersyukur punya temen peka. Eh malah sekarang cari gara-gara. Emang asem!

"Dari pada lo hapus foto. Mending fotoin gue sama Izma, Bang!" celetuk Abidzar seenak jidat.

Spontan ngelihat bola di deketku. Aku langsung melempar ke arah Abidzar. Junior kurang asem!

MaHar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang