🌿Part 12: Air Mineral

81 11 3
                                    

Aku memilih untuk menjawab langsung daripada menjawab lewat chat. Dengan langkah lambat aku menuruni tangga. Tujuannya untuk menghambat waktu.

"Kenapa!? Cariin pria tadi!? Udah pergi! Mau kemana tadi!?"

Antara takut dan penasaran. Aku tau pasti, jika nada bicara Hamdan naik itu artinya dia benar-benar marah. Aku hanya bisa menunduk setiap bang Hamdan marah.

Bang Hamdan itu bisa menjadi kakak paling sayang. Tapi juga bisa menjadi kakak paling menyeramkan. Dan dua hal itu mudah untuk berubah.

"Sekalipun dia bawa mobil atau apapun tetap gak boleh pergi! Kamu itu cewek, Izma! Harus pandai jaga diri!"

"Izma tadi gak mau kemana-mana, Bang," lirih Izma yang tetap menunduk.

"Abang gak mau tau! Kamu jangan pernah pergi bareng dia!"

"Iya, Bang," tuturku tetap menunduk. Menunggu Bang Hamdan pergi. Barulah aku berani kembali ke kamar.

Kalo ingin tau cogan marah. Ya bang Hamdan ini!

Di rumah ada dua cogan. Dan dua-duanya kalo marah. Mengerikan!

Bersih-bersih selesai jam sepuluh.

Cukup terkejut waktu membuka story WhatsApp kak Azhar. Pengen ngakak campur kasihan aku.

Azhar paling tampan

Pengen ngakak dosa gak?

Ya salah sendiri sih. Ngapain juga mau jadi obat nyamuk.

Hana
|Sibuk gak?
|Ke perpus kota yuk!
|Nanti siang

Me
Panas Han!|

Hana
|Ya gak jam dua belas juga
|Mau ya!
|Nanti aku jemput jam 1

Seenaknya aja main memutuskan sepihak. Jam satu itu juga masih panas padahal. Keluar jam segitu itu malas sekali. Rasanya matahari pas di atas kepala. Padahal ya gak jam dua belas.

"Izma! Temen kamu udah pulang?" tanya ayah setelah selesai dari taman.

"Iya, Yah."

"Mau ajak Izma keluar. Gak aku izinin. Makanya pulang," sahut bang Hamdan.

Aku yang memilih jalan aman. Dengan membantu bunda. Tapi ya percuma aja. Tetep kedengeran kok.

"Ada tugas sekolah atau gimana? Kalo ada tugas sekolah gapapa lah!"

"Gak ada tugas apapun, Yah. Cuma mau main aja," tutur bang Hamdan semakin membuatku takut.

"Tapi beneran udah pulang temennya?" tanya Ayah santai.

Tapi santainya ayah sama santaiku itu berbeda. Santai maksud ayah tuh, sekarang santai. Tapi nanti ceramahnya.

Dan kini aku jadi takut untuk izin pergi bersama Hana. Jangankan diizinkan, mau bilang aja udah takut.

"Yah! Aku nanti boleh pergi bareng Hana?"

"Kemana?" tanya ayah santai membuatku sedikit tenang.

"Ke perpustakaan kota, Yah."

"Cuma sama Hana atau sama yang lain?" tanya ayah meragukan.

"Beneran, Yah. Cuma sama Hana."

MaHar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang