🌿Part 8: Ulat

74 16 8
                                    

Alishba Izma

Karena sendirian di rumah, aku memilih diam di kamar. Orang tuaku belum pulang kerja. Bang Hamdan juga belum pulang. Pilihan terbaik membuka handphone dan berselancar di sosmed.

Mungkin sesekali bertukar pesan dengan teman SMP dulu. Jika temanku sekarang, mana mungkin bertukar pesan dengan mereka? Menyimpan nomor saja enggan dilakukan.

Mungkin dua sampai lima orang yang menyimpan nomorku. Itupun karena sejak awal masuk dulu.

Sibuk berselancar di sosial media, tiba-tiba ada notifikasi panggilan dari nomor tidak di kenal. Tentu saja aku tolak.

Tapi lama-lama membuatku terganggu dengan panggilan itu. Dia menelepon berkali-kali. Aku mencoba melihat info dan bio, barang kali orang yang ia kenal.

Ternyata nomor itu adalah nomor kak Azhar yang belum sempat aku simpan. Sejak beberapa minggu lalu sampai sekarang lupa menyimpan nomornya. Niat menyimpan saja tidak ada.

08xxxxxxxxxxx

|Gak pengen bukain pintu?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|Gak pengen bukain pintu?

Melihat pesan itu langsung membuatku bangkit dari rebahanku. Aku segera mencari jilbab dan memakainya. Karena masih belum percaya, aku mengintip dari jendela. berharap tidak ada pria itu di sana. Namun ternyata ada kak Azhar di luar.

Ngapain dia kesini? Kurang kerjaan!

gumamnya kala melihat

Dia melambaikan tangan padaku. Pria itu bersandar di motor hitamnya. Aku segera menutup jendela dan turun ke lantai bawah.

"Tau dari mana alamat rumahku?" tanyaku sembari membuka gerbang. Aku sengaja membuka gerbang hanya di ujung.

"Dari kartu pelajar lah." Lagi dan lagi pemanfaatan kartu pelajar.

"Ouwh, btw Ada perlu apa? Jarang banget temenku yang main kesini. Paling kalo cuma ada perlu doang."

"Cuma main aja dan perlu kamu tau. Aku bukan temanmu yang cuma datang waktu butuh doang," jawab kak Azhar penuh penekanan.

Pria itu melangkah masuk ke dalam rumah. Namun segera aku cegah. Ya mana mungkin aku izinin masuk di saat rumah gak ada orang. Ada sih, cuma aku.

"Stop!"

"Kenapa?" tanya kak Azhar menghentikan langkahnya.

"Di sini aja ya. Gak usah masuk rumah," pintaku sembari menutup pintu.

"Emang kenapa? Setauku kalo ada tamu tuh harusnya di suruh masuk. Gak dibiarin di luar kayak gini," cerocos kak Azhar.

"Di rumah gak ada orang, makanya di luar aja."

"Terus ini berdiri terus di sini?"

"Ya maap. Di luar emang gak ada kursi," lirihku.

Alhamdulillah kak Azhar memilih duduk di jok motornya. Sedangkan aku memilih bersandar di pagar rumah. Beruntung dia tidak bertanya lebih alasanku menolak dia masuk ke rumah. Tentu akan sulit menjelaskan ke type orang seperti ini.

MaHar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang