Alishba Izma
"Izmaaaa! Headset Abang mana?" teriak Bang Hamdan dari kamarnya.
"Aku taruh nakas, Bang!" jawabku dari meja makan.
"Headset bluetooth, bukan headset gaming."
"Kalo itu Izma gak tau. Kemarin Izma pinjam headset gaming, bukan bloetooth."
"Kesini kamu! Bantuin nyari!"
Dengan malas aku menuruti perintah Bang Hamdan. Padahal kalo dipikir hilangnya headset gak ada sangkut pautnya dengan aku. Tapi biarlah.
"Astaghfirullah, ini kamar atau apaan sih, Bang?"
"Ayo bantu nyariin! Jangan istighfar mulu!" omelnya memindahkan barang dari tempatnya.
"Sekarang Abang duduk!"
"Di suruh bantu nyari. Malah nyuruh duduk," omelnya tanpa melihat ke arahku.
Punya Abang satu kok gini amat!
"Makanya duduk dulu! Itu barang kecil. Emang sulit nyarinya."
"Yaudah nih, Abang duduk. Terus kenapa?" tanya Bang Hamdan nyolot.
"Kapan terakhir pake headset?"
"Kemarin, di rumahnya-"
"Nah coba telfon temen Abang! Kali aja ketinggalan disana."
Bang Hamdan mengikuti perintahku. Dan ternyata benar, headset itu ketinggalan di rumah temannya. Dan dia hanya cengengesan setelah mengetahui itu. Emang dasar!
"Kenapa tadi di atas rame banget?" tanya Ayah yang sudah siap di depan meja makan.
"Itu lho, Yah. Ada yang cari headset, padahal itu headset ada di rumah temennya. Main nyalahin adeknya pula," sindirku melirik Bang Hamdan.
"Matanya tolong kondisikan!" semprot Bang Hamdan.
"Udah-udah makan!" titah bunda.
Sepanjang sarapan, aku dan Bang Hamdan berhenti adu mulut. Tetapi setelah selesai sarapan lanjut adu mulut lagi. Gak ada habisnya kalo udah berdua.
***
Di kelas memang tidak ada yang mau berteman denganku. Namun, tidak di ekstra. Ada yang masih bisa menerimaku di ekstra. Lebih tepatnya, dipandang buruk di kelas sendiri. Tetapi, di pandang baik dari luar.
Mungkin karena iri. Teman sekelasnya tidak bisa menerimaku. Untungnya hanya anak perempuan yang mengasingkanku. Tapi juga gak mungkin jika aku lebih akrab ke teman laki-laki daripada teman perempuan. Laki-laki itu cenderung enjoy dalam memilih teman.
"Minggu depan ada seminar di balai kota. Lima anak harus menghadiri itu. Siapa yang mau mewakili? Yang punya waktu senggang? Kalo bisa tiap bidang ada yang perwakilan." ujar Haqi-ketua ekstra jurnalistik.
"Aku ada acara kak."
"Minggu depan kan? Bisa deh kayaknya."
"Siapa lagi yang bisa? Izma? Dari fotografer belum ada perwakilan kan?" tanya kak Haqi.
"Ngikut aja kak."
"Okey, pas lima anak. Hari kamis kumpulin kartu pelajar ke kelasku. Kalo ada yang bawa sekarang juga gapapa."
Izma mengikuti ekstra jurnalis bukan karena dia suka di bidang itu. Melainkan karena bingung memilih ekstra. Ekstra yang gak ribet tapi ya gak santai. Ya jurnalis.
KAMU SEDANG MEMBACA
MaHar [END]
Novela JuvenilSekali ditolak udah menyerah? Azhar aja ditolak puluhan kali masih diperjuangkan? Karena baginya mengejar wanita cantik itu biasa. Tapi mengejar wanita berprinsip itu luar biasa. Apalagi cantik dan berprinsip. Izma, wanita yang tingginya kurang dari...