Azhar Dzuhairi"Har! Lo ga pengen pepet tuh? Mumpung Izma sendirian?" tanya Aabid.
Setelah pengumuman lomba pionering, beberapa sudah meninggalkan lokasi lomba. Kebetulan aku belum pulang karena Aabid dan Haqi belum pulang.
Lagi dan lagi aku menjadi obat nyamuk.
Alhamdulillah membawa kabar bahagia. Ya meskipun gak juara satu sih. Sangga putra juara dua dan sangga putri juara tiga.
"Yang ada dia malah pergi nanti."
"Jadi nyerah nih?" cetus Haqi
"Ya bukannya nyerah. Lebih nyaman pdkt santai aja. Kalo terang-terangan yang ada dia malah ga suka sama gue."
Masalahnya tuh Izma kalo aku langsung datang, tanpa ada kepentingan lain. Dia langsung ngehindar. Pergi gitu aja. Dan sampai saat ini, aku masih bingung dengan alasan dia menghindar.
"Perasaan diantara kita bertiga, lo yang paling cakep deh? Kenapa lo yang paling susah masalah pasangan sih?" cecar Haqi.
"Tau nih! Susah banget dapetin cewek kayak gitu aja," tambah Aabid.
"Kayak gitu aja gimana? Dia beda dari cewek lain. Cewek lain lagi duduk disamperin seneng. Dia duduk disamperin malah pergi."
Sepertinya cowok good looking tidak menjadi kriteria Izma.
"Itu kamu aja yang kurang profesional, Har!" cetus Aabid.
"Lebih baik lo sama Farah aja deh, Har! Yang pasti mau sama lo."
Aku memilih diam. Bukan karena kehabisan kata-kata. Tapi emang malas lawan mereka.
Tak lama kemudian muncul pesan dari tanteku yang tak lain adalah bundanya Hana. Beliau minta tolong agar Hana pulang bareng aku.
Ya masalahnya sekarang Hana di mana? Biasanya kalo di pramuka, ada Izma pasti ada Hana. Sekarang tuh bocah malah ngilang.
"Lihat Hana ga sih?" tanyaku pada dua pasang bucin.
"Bukannya biasanya sama Hana ya? Kayak lem biasanya," jawab Ziya.
"Nah ya itu masalahnya. Sekarang tuh bocah ke mana?"
"Tanya aja ke Izma sana! Sekalian pdkt," cetus Aabid.
"Tumben otak lo cemerlang, Bid!" cetusku memukul kepalanya pelan dengan topi.
"Baru sadar kalo gue pinter?" ungkap Aabid dengan sombongnya.
"Yaudah mending kita pulang dulu. Lo pulang nanti kan? Kayaknya bang Arshad juga belum pulang deh. Tapi ga tau ke mana?" tutur Haqi beranjak dari duduknya. Dan tentunya diikuti yang lain.
"Yaudah nanti sekalian cariin bang Arshad. Kalian pulang dulu gapapa."
"Woy minuman gue belum habis!" cetus Aabid yang akhirnya minum sambil berlari.
Langkah pertama aku menelepon Hana. Menunggu dering cukup lama. Dan belum ada jawaban. Jujur, agak khawatir dengan sepupu satu itu!
Aku ga bisa pergi cariin Hana. Masalahnya Izma sendirian di sana. Mau samperin nanti dia malah gak nyaman. Tapi kalo gak cari Hana, takut dia kenapa-kenapa.
Lagian mau cari juga ga tau di mana.
Dari kejauhan aku melihat Izma bingung dengan ponsel di tangannya. Dan saat ini aku masih menelepon Hana. Dan jika diperhatikan yang di pegang Izma itu ponsel milik Hana.
Ini waktu yang tepat!
"Itu punya Hana kan? Di mana tuh bocah?" tanyaku pada Izma ketika sudah di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MaHar [END]
Fiksi RemajaSekali ditolak udah menyerah? Azhar aja ditolak puluhan kali masih diperjuangkan? Karena baginya mengejar wanita cantik itu biasa. Tapi mengejar wanita berprinsip itu luar biasa. Apalagi cantik dan berprinsip. Izma, wanita yang tingginya kurang dari...